"Hei, apa aku mengenalmu?"
"Bukankah terlalu kasar untuk menyeret orang asing?"
"Secara tiba-tiba??"
"Bung, sepertinya kau salah orang."
Logat bicara yang aneh. Junghwan baru tahu kalau ternyata gaya bicara Jihoon Sulivan sekaku ini. Well, untuk ukuran pewaris, sebenarnya cukup wajar. Mereka sering berkomunikasi dengan kolega bisnis orang tuanya.
Tapi tetap saja, Junghwan tidak menyangka kalau akan sebaku ini. Memangnya siapa juga yang masih pakai logat aku-kau di abad 21?
Tidak ada, karena ini dunia nyata, bukan panggung teater. Hanya Jihoon Sulivan saja di kota ini yang memakai logat macam itu untuk percakapan sehari-hari.
"Kau ingin membawaku ke mana?"
Manusia yang ia cekal kedua tangannya ini tak henti-hentinya bersuara. Mungkin bingung karena Junghwan tiba-tiba mendatanginya dan langsung memaksa langkahnya menuju Hotel Sulivan.
"Lepas! Kubilang lepas!! Kau merusak tampilan bajuku! Di mana sopan santunmu, anak muda?!"
Astaga...
Satu lagi ucapan baku dan Junghwan akan membelokkan langkahnya ke gedung teater.
"Hotel?!" Jihoon memaku dirinya di tempat, menahan tarikan tangan Junghwan ketika mereka sampai di seberang Hotel Sulivan.
Jihoon menoleh ke Junghwan, diam dulu sedetik, lalu kembali buka suara. "Baiklah, dengar. Aku menghargai keberanianmu, tapi kau bukan tipeku. Jadi cari orang lain saja, ya."
Alis Junghwan menukik, geli dengan pemikiran tawanannya.
"Gue udah punya istri."
"Lalu kenapa masih mengajak orang lain ke hotel? Ajak saja istrimu!"
"Gak ada yang ngajak lo ke hotel! Gue ngajak lo pulang."
Selepas berkata demikian, Junghwan lanjut menarik lengan Jihoon supaya ikut menyeberangi jalan. Agak susah dan sangat memancing perhatian.
Tapi meskipun Junghwan punya jawaban untuk menjelaskan perlakuannya yang terlihat mirip penjahat, tidak ada satu pun orang yang menegurnya.
Mereka hanya melirik Junghwan sekilas dan kembali tak acuh. Beberapa orang bahkan menunjukkan reaksi yang lebih gamblang, seperti mengerutkan hidung.
Ya, Junghwan tau penampilannya memang patut diremehkan, tapi serius ini tidak ada yang menuduhnya penculik?
Aneh, tapi menguntungkan. Jadi Junghwan tidak akan ambil pusing.
"Permisi. Apa sayembara soal Jihoon Sulivan masih berlaku?"
Dua orang wanita di balik meja resepsionis saling berpandangan setelah mendengar pertanyaan Junghwan. Ah, seharusnya Junghwan to the point saja tadi. Baiklah, ulang.
"Saya berhasil nemuin Jihoon Sulivan. Siapa yang harus saya temui buat bahas sayembara?"
Salah satu dari mereka tampak merapikan penampilan, berusaha untuk terlihat profesional dengan menangkupkan telapak tangan di depan dada sebelum bergerak lebih dekat ke meja.
"Baiklah, Tuan. Perihal sayembara, biasanya akan langsung kami alihkan ke ruang tunggu khusus di sebelah ruangan milik hotelier, Tuan Junkyu Sulivan."
Oke, itu pasti adik Jihoon yang menggantikannya menjadi pewaris. Jadi Junghwan harus menemui Junkyu sekarang?
"Tapi beberapa tahun ke belakang, kami mendapat banyak sekali laporan palsu. Jadi, demi efisiensi waktu, kami memberlakukan pengecekan awal di meja resepsionis. Silakan berikan bukti keberadaan Tuan Jihoon Sulivan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Room 609 (hwanshi)
FanfictionSeingat Junghwan, semalam ia mati dipukul telepon analog di ruangan 609, tapi pagi ini ia justru terbangun di ranjang hangat bersama seorang pria manis di dalam balutan selimut yang menutupi tubuh telanjang keduanya. "Gue lihat foto gede di ruang te...