"I've been watching you for some time. Can't stop staring at those oceans eyes."
- Ocean Eyes, Billie Elish.
***
Langit menjelang pukul 8 malam itu mendung. Matahari yang sejak pagi tidak terlalu menampakkan sinarnya membuat udara terasa lebih dingin. Angin berhembus kencang, begitu pula dengan gerimis yang mulai turun. Wajah pucat Nistisha semakin terlihat jelas setelah ia mendorong salah satu pintu minimarket. Harum passion red langsung menguar begitu Nistisha masuk, ia lalu berhenti sambil mengernyit heran. Kemana Mbak-mbak berjilbab hitam yang biasa menyambut?
"Selamat datang di Indokita dan selamat berbelanja."
Nistisha mengangkat bahunya sambil tersenyum setelah dia melakukan penyambutan untuk dirinya sendiri. Dia menenteng keranjang kuning dan mulai menyusuri rak demi rak. Lagu band indie yang terputar membuat kaki Nistisha mengetuk lantai mengikuti irama, sementara matanya sibuk mengamati jajaran susu didepannya.
Bagi Nistisha, Indokita bukan sekedar minimarket baru, disini dia akan menemukan Mas-mas seganteng artis sedang mengepaki barang, dan Mbak-mbak secantik model tersenyum dan menyapa secara cuma-cuma. Disini Nistisha akan membiarkan kakinya melangkah secara bebas sembari menikmati lagu-lagu yang terputar secara acak. Untuk setiap satu kotak susu rasa pisang, sebungkus biskuit regal, dan pocky rasa semangka, Nistisha akan membiarkan satu lagu habis kemudian baru melangkah pergi.
Indokita memiliki banyak hal yang tidak bisa Nistisha jelaskan satu persatu.
Setelah menyusuri rak demi rak, yang selalu menjadi pemberhentian terakhir Nistisha adalah chiller. Disana ia akan berhenti lama, sembari berfikir minuman apa yang cocok untuk ia minum malam ini. Ia mengernyit, kemudian menoleh ke arah kasir dengan sedikit melongok.
"Mbak, susu ultra milk yang coklat habis ya?"
"Mbak?"
Nistisha mengernyit begitu menyadari jika minimarket ini begitu sunyi. Memang ada lagu yang terputar, tetapi seolah-olah tidak ada manusia lain selain Nistisha disini. Sesaat, Nistisha teringat adegan salah satu film horor yang baru saja ia tonton kemarin. Akhirnya Nistisha memilih pergi dari sana dan menghampiri meja kasir karena sejak tadi ia tidak menemukan satupun pegawai minimarket ini.
"Mbak, susu ultra milk—
Brukk
Mulut Nistisha ternganga, keranjang yang ia tenteng terjun bebas begitu ia melihat kejadian didepan meja kasir itu. Kakinya beserta tubuhnya mendadak kaku seketika, Nistisha hanya mampu terdiam ketika sosok bertudung jaket hitam dengan masker hitam itu menoleh kearahnya dengan tatapan tajam, begitu pula dengan pegawai kasir yang menatap Nistisha penuh khawatir.
Dari jarak sepuluh meter ini Nistisha mampu merasakan aura mencekam dari sosok berpakaian serba hitam itu. Nistisha meneguk ludahnya susah payah.
Kenapa gue harus kesini pas ada perampokan sih anjir?!!
Nistisha menjerit dalam hati. Perasaan takut dan khawatir itu seperti mencekik leher Nistisha. Tolong, Nistisha tidak mau mati sekarang. Dia belum bertemu Jung Jaehyun.
Suara berderit terdengar begitu orang itu melangkah sembari menempelkan stick golf ke lantai untuk menghampiri Nistisha. Ia memejamkan matanya sesaat, mengumpulkan keberanian untuk sekedar melangkah selangkah dari tempat. Nistisha harus kabur, setidaknya untuk meminta bantuan pada orang sekitar.
Nistisha meremas tangannya sendiri, bersiap melangkah dengan sekuat tenaga. Namun baru selangkah melewati orang tadi, tubuh Nistisha sudah kembali kaku.
"Mau lapor polisi hm?"
Begitu suara berat itu terdengar ditambah dengan sebuah tangan yang melingkari lehernya dari depan. Nistisha merasa jantungnya sudah tiba dimata kaki.
"E-enggak, ka-kalau mau ngerampok lanjut aja gak papa. Tapi jangan sakitin gue, plis. Lepasin gue."
Tubuh Nistisha sudah gemetar, dia bahkan merasa punggungnya sudah basah karena keringat. Yang lebih sialan, orang itu mengetuk-ngetukkan senjatanya ke lantai, seolah sedang mengintimidasi Nistisha dengan gerakan itu.
"Apa jaminannya kalau lo gak bakal lapor polisi setelah gue lepasin lo?"
Nistisha makin gemetar setelah suara cowok itu terdengar dekat sekali dengan telinganya. Begitu juga dengan deru napasnya yang menyapu leher Nistisha.
Dengan cepat Nistisha melepaskan kalungnya dengan sekali tarik, lantas menunjukkan ke depan wajah cowok itu. "I-ni jaminannya ini, sekarang lepasin gue plis."
Tangan Nistisha langsung melemas begitu cowok itu merebut kalungnya. Terdengar sebuah kekehan kecil yang membuat Nistisha menciut, dia salah kasih?
"Denger," laki-laki itu membalikkan tubuh Nistisha dengan mudah. Membuat Nistisha sekarang leluasa menatap mata laki-laki itu meski dengan tubuh gemetar. Mata yang tidak asing, tetapi Nistisha tidak ingat siapa pemilik mata itu. "Gue bakal teror lo sampek mampus kalau malem ini gue dikejar polisi, Nistisha."
Nistisha menegak ludahnya susah payah. Kemudian gadis itu tersadar dan seketika menoleh untuk menatap orang itu.
"LAH? LO KENAL GUE?" Nistisha berteriak heboh.
Laki-laki itu menatap mata Nistisha, kemudian mengangkat kedua alisnya. "Pemenang The next models- nya Binsa kan?"
Nistisha menatap cowok itu takut-takut, kenapa dia bisa tahu?!
Kemudian laki-laki itu mendekat kearah telinga Nistisha dan berbisik lirih. "Sekaligus mantannya Gallio Juang, si anak band itu kan?"
ANJING KOK RAHASIA NEGARA GUE ADA YANG TAU SIH?!
NIH ORANG SIAPA?!
Nistisha menatap punggung laki-laki yang sudah berlalu dengan satu tas ransel berukuran besar, gadis itu mengepalkan tangannya kuat-kuat.
"I'LL CATCH YOU SAEKKI!"
.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaleidoscope: The Extraordinary J | Park Jisung
Teen FictionNistisha Gantari tidak pernah menyangka jika tahun terakhirnya di SMA akan dihabiskan dengan berurusan dengan pentolan geng, Jeksa Alden Ellion yang selama ini tidak pernah berinteraksi lebih dengannya. Yang membuat Nistisha kaget setengah mati, lak...