Chapter 10 - Threaten

237 10 0
                                    

"Upah harianmu sudah aku ganti seratus kali lipat. Bosmu sudah kubereskan. Ia tidak akan mengeluh dan Laduree Flower Shop juga tidak merugi operasionalnya hanya karena ditinggal satu karyawan yang tidak hadir. Apa ada alasan lagi?" tuntut Calvin menjelaskan. Nadanya cukup tenang kala berucap, tapi berhasil buat Hera terintimidasi.

Untuk beberapa detik berjalan Hera memang tidak bisa berkutik namun dia tidak mudah menyerah.

Calvin menyalakan mesin kala Hera tak bersuara lagi. Mobil Ferarri berwarna merah keluaran terbaru keluar dari parkiran. Hera menyipitkan mata menyadari sesuatu hal. Memang parkiran untuk penghuni apartemen tergantung dalam beberapa kategori. Begitu keluar satpam yang berjaga cukup familiar wajahnya dan kini mobil sudah memasuki belokan jalan raya. Saat itu Hera sadar kalau dia berada di bangunan yang sama, letak lantainya saja yang berbeda.

Hera geleng-geleng kepala lalu menatap Calvin dengan tatapan bertanya. "Jadi selama ini kamarmu terletak di bangunan yang sama. Seharusnya kau bilang. Tahu gitu tinggal turunkan aku tidak perlu beralasan tidak mau menyetir malam-malam. Aku bisa berjalan kaki menggunakan lift."

"Ternyata kau gadis cerewet, Hera." Calvin masih menyetir dalam kecepatan tinggi. Dengungan suara knalpot mobil mengaum sangar di jalanan raya membelah mobil-mobil lainnya.

"Untuk apa kita keluar lagi kalau ternyata aku berada dalam bangunan yang sama. Bisa turunkan. Aku mau pulang." todong Hera lagi, tidak peduli mulutnya dikatai bawel.

"Kau terlalu banyak omong, Hera," desis Calvin rasanya ingin membungkam mulut itu dengan lidahnya. "Bisa langsung turuti aku. Apa susahnya nonton konser dulu baru kita pulang. Toh kau masih hidup sampai saat ini." pintanya tapi memerintah.

"Apa yang kau cemaskan, hm?" tanyanya santai.

"Aku tak ingin pakai cara kasar tapi kau membuat kepalaku mendidih sekarang," geram Calvin melanjutkan. "Kau tahu, lahan apartemennmu dalam proses pengawasan Walikota setempat karena desas-desus dibangun dengan cara ilegal. Sudah banyak pengusaha yang mengincar tanah apartemen berencana mengambil alih dalam waktu cepat. Sangat mudah bagiku mendapatkan lahan itu. Aku bisa mempercepat kontruksi rekananku untuk bertindak meruntuhkan gedung itu besok tanpa ada pengumuman asalkan kompensasi berjalan lancar."

"Kenapa harus ajak aku?" tanya Hera terpekik suaranya karena kuasa pria itu begitu kuat. "Aku tak suka keramaian. Tolong turunkan aku di lampu merah pertama dekat toko Barry Bakery. Lagi pula aku dan teman sekamarku akan pindah karena sewa tahunanku sudah berakhir. Terserah kau mau melakukan apa."

Sesudah lulus, Hera dan Melanie memutuskan akan mencari sewa apartemen jauh lebih murah. Tak masalah andai Calvin akan mengambil alih lahan apartemennya.

"Jika ancaman perobohan apartemen tidak bisa buat kau patuh, aku masih punya cara lain. Hanya kemarin, aku masih sabar menghadapimu, tapi hari ini dan esok tidak ada lagi stok sabar." Calvin berkata tegas. Sorot matanya tak lepas melirik paha mulus milik Hera. Begitu jenjang dan betisnya juga terbentuk sangat indah.

"Apa kini kau akan mengancamku dengan cara lain?"

Tatapan Calvin berubah menoleh sekilas lalu menatap jalan lagi. Mencoba fokus menyetir sambil menelan salivanya yang sialnya tiba-tiba kering.

Calvin menahan napasnya. Terasa sesak bila memikirkan lebih jauh apa yang disembunyikan di dalam tutupan rok mini gadis itu.

"Jangan salahkan aku kalau ancaman kedua ini hanya merugikan kau seorang. Jadilah wanita patuh, Hera. Hanya itu yang kuminta. Tapi sebelum itu, aku perlu mengajari kekasihku karena aku tak suka dibantah. Aku tak pernah mengancam jika kau menurut, Hera sayang." jawab Calvin.

"Aku bukan kekasihmu."

"Oh tentu aku tak perlu meminta persetujuan darimu."

"Kali ini kau akan mengancamku dengan apa?" tantang Hera sudah tidak bisa berpikir jernih menghadapi Calvin. "Aku bisa meloncat dari sini kalau kau tak mau menurunkan aku."

MADDEST OBSESSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang