___________________________________________
"Angkat anjing, lo ke mana aja, tai?" Teriak Aldo dengan amat frustrasi.
"Hallo bitches. Christy di sini. Ada yang bisa saya bantu?"
Aldo menghela napasnya begitu panjang.
"Lo ngebiarin temen lo ke sini? Tahu apartemen gue disaat gue lagi nenangin diri habis mutusin acara kawinan gue sama Marsha? Ada gila-gilanya lu!" Bentak Aldo dengan keras. Bagaimana tidak, ia sedang ada di fase menenangkan diri, menikmati masa-masa sakit hati dan keseluruhan dirinya ini dengan menyendiri, tahu-tahu tanpa tedeng aling-aling ia temukan seorang gadis yang tidak tahu bagaimana bisa mengakses kamar apartemennya pagi ini.
Well, dia kenal gadis di belakang pintu ini, tapi, Aldo tahu bahwa dia tak mau melangkah lebih jauh dengan siapa-siapa. Lagi pula, ini harusnya hari di mana dirinya dan Marsha menikah, tidak lucu sekali, setelah habis dipukuli Azizi tadi pagi—siangnya ia harus dijadikan kambing guling oleh partner One Night Stand-nya hanya karena Aldo tak ingin tanggung jawab.
Damn, memangnya apa yang harus dilakukan pasca cinta satu malam? Bukannya, mereka berdua hanya harus saling melupakan?
Meski dibentak dengan keras oleh seorang pria, respon Christy hanya tertawa dan Demi Tuhan, itu sangat menyebalkan untuk Aldo.
"Mana Muthe? Masih di sana?" Tanya Christy dengan tenang.
"Mana gue tahu! Pokoknya gue enggak mau tahu, tuh manusia lo yang beresin. Gue takut anjing!"
"Emang lo enggak takutnya sama apa sih, nyet? Lo mau kawin sama pacar lo, malah dibatalin karena takut. Lo ketemu cewek marah-marah abis silaturahmi kelamin, takut juga, malah minta gue yang beresin. What's wrong with you, Do? Emang karmanya harus cepet-cepet datang aja kali. Biar Marsha yang lagi nangis-nangis darah sekarang langsung ketawa lihat lo menderita."
Aldo duduk di lantai, menyentuh luka lebam bekas pukulan Azizi tadi pagi. Kemudian ia tertawa rendah, membayangkan sang sepupu yang membabi buta pagi itu. Membayangkan wajah murkanya dan pergi setelah meludahi wajah Aldo dengan hina.
"Christ, gue enggak bisa."
"Do, listen. Kali ini, gue enggak bisa ngeberesin semua masalah yang lo bikin. Emang udah saatnya kali lo tobat dan muhasabah diri. Kekacauan yang lo buat dua hari lalu—waktu lo datang ke rumah Marsha habis mabok itu, itu beneran keterlaluan, kalau lo mau tahu, gue malu punya teman kayak lo. Kalau gue bisa, gue mau ninggalin lo karena kelakuan tolol lo kemarin."
"Christ... gue cuma enggak bisa."
"Ya enggak bisanya kenapa? Memang enggak sebanding, tapi gue tahu lo juga banyak mengorbankan banyak hal buat Marsha, meski—Marsha lebih banyak ngelakuin itu buat lo. Tapi, kenapa? Kenapa harus mendadak? Kenapa enggak ngomong dari awal? Kenapa harus H-2? You dumbass, Aldo Binangkit."
"Gue... gue cuma takut enggak bisa bahagiain dia. Gue belum cukup apa-apa, gue cuma takut ngingkarin semua titah Handa buat bisa bahagiain dia. Gue... mending gue batalin dari awal, dari pada dia harus terjebak di hidup gue yang masih kayak gini. Gue tahu, Marsha pasti bakal ngerti, kami udah lima tahun bareng-bareng, dia tahu gue masih kayak anak-anak. Jadi... mending dari awal, Christ."
"Si kont—"
"Gue juga enggak siap jadi bapak, Christ."
"What?"
"Gue enggak siap jadi bapak." Aldo mengetuk-etuk lantai dengan jarinya. "Setiap hari gue selalu dengar Marsha ngomongin anak-anak, dan setiap hari juga gue muak dengarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Jumpa bukan Selamat Tinggal
FanfictionDalam dekap hangat pelukan itu, diam-diam ia mencuri kesedihanmu, kemudian kalian merencanakan soal masa depan, tak lama masa lalu melambaikan tangan. ... Beberapa orang percaya, bahwa acara reuni sekolah adalah salah satu pintu ajaib mengantarkan k...