Hari yang cerah dengan matahari pagi mulai bersinar, membuat orang-orang sibuk mempersiapkan diri untuk aktivitas sehari-hari seperti bekerja dan bersekolah. Termasuk gue, Deza, Anak SMA kelas 11, baru sebulan sih. Tahun ini baru berusia 16 tahun, masih muda banget kan? soal tinggi dan berat badan sih 160/55 ya standarlah masih muda juga.
"Morning, Ma" Sapa gue kepada orang tua satu-satunya yang gue punya.
"Morning, my sweet heart" Balasnya dengan sambil menyiapkan sarapan untuk kami berdua.
Gue tinggal bersama Mama, cuma berdua. Papa? entahlah, mama tidak ingin gue membahasnya walaupun gue sangat penasaran dengan banyak tanda tanya.
Mama bekerja sebagai seorang perawat di rumah sakit swasta. Penghasilannya cukup untuk kehidupan kami sehari-hari. Namun belum bisa untuk membeli kendaraan pribadi, syukur kami punya rumah yang ditempati dari saat umur gue 6 tahun walaupun sampai sekarang masih nyicil.
Sambil sarapan gue memperhatikan wajah Mama, tahun ini beliau akan menginjak usia 40 tahun semakin takut akan semakin tuanya Mama akan meminta cucu dan gue takut tidak bisa mewujudkannya karena gue seorang gay. Ya kalian tidak salah baca, gue menyadari diri gue lain dengan merasakan rasa suka namun bukan suka biasa terhadap seorang pria dan itu sejak gue masih kecil, dan gue tidak sadar itu.
PIP!
Terdengar suara klakson kendaraan.
"Ma, Deza pamit" Gue segera keluar dan menuju seseorang yang menunggu gue di depan rumah dengan wajah kesalnya menatap gue tajam membuat gue menunduk ketakutan berjalan menuju sebuah motor ninja yang besar dan mahal sangat cocok dengan tampilan style pemiliknya. Tidak lama ia mengubah ekspresinya saat Mama keluar.
"Den Joan terima kasih banyak ya, sudah mau bareng Deza" Pemuda yang disapa Mama memberikan senyumannya.
"Nggak apa-apa, Tante. Lagian kami sekelas, pamit dulu"
"Hati-hati ya" Mama melambaikan tangannya. Sedangkan gue dengan perasaan ketakutan berusaha membalas senyumannya.
Motor Joan melaju dengan sangat kencang tapi bukan menuju sekolah melainkan tempat yang sudah gue hafal yaitu sebuah jalan yang sepi.
"Turun" Ucapnya dingin tanpa membuka helmnya lalu melaju pergi dengan cepat menghilang di ujung jalan meninggalkan gue dengan rasa sedih dan ingin menangis. Perlakuan seperti ini sudah sering gue terima dari pangeran bermuka dua, Joan. Mengungkapkan rasa suka kepadanya saat perpisahan SMP membuat persahabatan kami dari kecil rusak begitu saja, gue dulu yang selalu merasa aman berada di sisi Joan sekarang bagaikan neraka. Hal yang baru ia lakukan adalah bagian kecil dari langkah besar yang ia buat.
.
.
.
Sekarang gue dihadapkan dengan hukuman menyikat lantai kamar mandi sekolah karena terlambat. Segera gue percepat pekerjaan agar tidak ketinggalan mata pelajaran pertama. Tidak lupa, sambil menyeka keringat karena berlari ke sekolah, ditambah berjemur di lapangan selama 15 menit, kemudian menyikat lantai kamar mandi dengan bau closet yang menyengat.
Saat berdiri di depan pintu kelas dengan pakaian yang setengah basah, semua mata memandang ke arah gue, termasuk Joan dengan tatapan merendahkan. Gue menunduk karena tidak berani menatapnya.
"Lihat, Deza merupakan contoh dari tidak bertanggung jawab terhadap waktu. Kali ini apa alasan mu? Ibu sudah banyak mendengar cerita tentang kamu yang selalu membuat masalah dari awal masuk bahkan saat masa MPLS"
"Deza minta maaf bu, ijinkan De-"
"Tetap berdiri di situ dan tutup pintunya. Masuk saat pakaian mu kering" Gue berusaha menahan nangis karena malu dan menyedihkan, namun tidak mampu gue lakukan, ini semua karena gue lemah. Air mata turun, ingin menyekanya dengan pakaian namun bakal membuat pakaian tambah basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
(BL/BxB) What Are We?
Teen FictionSampulnya buram kan? Sama kayak kisah di dalamnya😭. Sepasang teman kecil, salah satunya menyimpan rasa dan akhirnya mengutarakannya. Namun itu justru awal mula masalah yang akan ia hadapi.