24. Rujak Sore Hari

3.4K 214 1
                                    



"Iyakah? Gue ngga inget deh. Gue kan tolongin dagangan Rosa karna nunggak bayar cassing pantat patrick waktu itu. Belain Bobi tawuran kan karna gue juga ikut, pas anak kelas rokok... soalnya biasanya gue palakin rokoknya jadi ngerasa ngga etis aja biasa minta-minta tapi ngga bales. Pas ngasi Jihan topi juga... gue orangnya kan males upacara, mending tidur di matras ruang olahraga tuh. Kok yang lo omongin kaya hiper gitu dah."

Busungan dada Abim menurun. Kedua bolongan hidung yang kembang kempis itu juga mengecil. Menatap kecewa kearah Avi yang sedang mengocek mangga sembari fokus mendengarkan ceritanya. Merasa kecil hati dengan respon Avi yang seakan tak begitu senang sudah dibela dirinya di depan kelas kemarin. Pasalnya ia sudah seperti menjadi super hero saat itu. Kalau di film Dilan sudah jadi wakil panglima perangnya.

"Ck, yaudah diem aja! Anak kelas juga kliatan ngga enak gitu kok berarti emang ngefek omongan gue!" kata Abim mencomot kulit mangga menguliti daging buah yang tersisa.

"Tapi gue kliatan playing fictim gitu deh, kek cewek pms," Avi mengernyit jadi merasa jijik sendiri.

"Ya emang. Elo kalo marah semua orang bumi pengen lo banting."

"Cot!" umpat Avi tak terima. "Trus Jihan gimana?"

"Keknya nangis deh ngerasa bersalah gitu. Parah tuh mulutnya emang pedes banget, curiga pas bayi dikasi makan geprek Ruben Onsu," terka Abim mengarang dengan serius.

GEDEBRUKK

"Eee ayam!" Avisena latah, terkaget saat mendengar suara benda terjatuh begitu keras dari sebelah rumah Aryan.

"Duhh," dari balik tembok, muncul Alvin yang tertatih memegangi punggungnya dengan wajah meringis kesakitan.

"Set dah! Lo jatoh dari mana anjir!" Abim penasaran mendekat, malah mendongak kearah langit mengira Alvin jatuh dari sana.

Aryan dari arah dalam melongok cepat dengan mangga yang baru saja ia cuci. "Ck, udah gue bilang kalo kesini jangan manjat tembok belakang."

"Jauh kalo muter, lagian kenapa ngga bikin pintu aja sih alternatif gitu." gerutu Alvin, malah menyalahkan batas rumah mereka.

"Nggak ah, ngeri kalo tiap hari dengerin bapak lo ngomel mulu. Apalagi harus dengerin suara Chacha yang nangis tiap hari," kata Aryan meletakkan buah mangga untuk dikupasi Avisena.

Bapak Alvin itu terkenal dengan bapak garang sekomplek. Penggemar burung hias yang kalau pagi-pagi harus ngomel karena makanan burungnya dimainin Acha—adik perempuan Alvin yang memiliki gaya bicara naik beberapa oktaf. Cempreng dan cerewet.

"Chacha ngga ngikut Pin?" tanya Abim merasa janggal . Pasalnya Chacha itu orangnya tipe bocil rewel.

"Mau ngikut tadi. Tapi gue bilang 'ada Lara, nanti dicakar lagi mau?' Abistu dia nggak mau ikut," katanya jadi ngakak sendiri. Ia sudah tau senjata pamungkas kalau dalam keadaan begini.

Chacha bocah kecil yang ditakuti anak-anak sebayanya di komplek itu nyatanya lebih takut kalau harus bertemu dengan Lara. Kemarin sempat cekcok mereka berujung wajah Chacha merah karena dicakar Lara.

Sedangkan sang pelaku yang sedang dibicarakan itu hanya menoleh polos, menyemili mangga muda yang nampak manis di lidahnya. Tak ada ekspresi yang menunjukkan masam sedikit pun. Padahal Abim tadi yang mencoba makan saja matanya langsung merem-merem saking asamnya.

"Hello everybody! Rosa cantik datang!! Duh mana nih karpet merahnya kok ngga digelar?!!" lagi diem anteng tiba-tiba suara nyaring Rosa terdengar. Nampak wanita itu dengan heboh berlari kecil dengan beberapa tas kecil yang ia bawa. Lalu muncul juga Selena yang baru saja turun dari mobil.

Sea For Blue WhalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang