C.2

40 6 0
                                    

"Batu apa ini?" tanyaku heran.


.

"Entahlah, aku juga tidak tau. Tapi batu ini indah kan? Lihatlah cahaya yang dikeluarkannya. Dan juga huruf-huruf Rune yang terukir di atasnya! Kurasa huruf-huruf itu memberitahukan sesuatu," kata (Name) antusias.

"Huruf Rune? Darimana kau tau itu huruf Rune? Mungkin saja itu bahasa alien kan?" Aku memandangi huruf-huruf itu sambil mengernyit.

"Itu bukan bahasa alien, Otak Jeruk. Aku yakin sekali itu huruf Rune. Dulu aku pernah mencoba mempelajarinya," ujar (Name). Aku selalu merasa kesal jika ia memanggilku dengan sebutan Otak Jeruk, tapi disaat bersamaan aku juga menyukai julukan yang diberikannya untukku itu. Argh, aku benar-benar benci dengan diriku sendiri.

"Baiklah, kalau menurutmu begitu, Nona Pintar. Jadi, apa kau bisa membaca apa yang tertulis di batu itu?" kataku.

"Aku sudah lama tidak belajar Rune lagi. Jadi aku tidak terlalu bisa membaca ini. Tapi aku bisa menangkap beberapa kata." (Name) terus memandangi tulisan di batu itu dengan bantuan cahaya senterku dan juga cahaya aneh yang dikeluarkan oleh batu itu.

"Nah, apa yang bisa kau baca?"

"Sesuatu tentang pertukaran jiwa dan pengorbanan. Tapi aku tidak terlalu yakin."

"Oke, apa maksudnya itu?" Aku mulai bergidik dan menatap sekeliling kami dengan gugup.

(Name) memutar bola matanya. "Mana aku tau, Otak Jeruk. Berhentilah bertanya yang tidak penting," kata (Name).

"Hei, aku kan cuma ingin tau," kataku sambil cemberut. Angin dingin mulai bertiup dan membuat bulu kudukku berdiri.

"Kurasa sebaiknya kita segera pergi dari sini dan meneruskan mencari jalan kembali ke kemah (Name)" ucapku sambil menarik tangan (Name) agar menjauh dari batu itu.

"Tunggu dulu. Aku bisa membaca kata lain lagi, Bulan purnama?" ucap (Name).

"Bulan purnama? Apa maksudnya?" tanyaku bingung.

"Entahlah" (Name) terlihat merenungi kata-kata aneh yang terukir di batu itu..

"Sudahlah, ayo kita pergi." Aku kembali menarik (Name), dan kali ini dia menurutiku. Kami pun berjalan meninggalkan tempat itu. Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba tempat itu bersinar dengan cahaya keperakan aneh. Aku dan (Name) berbalik dan melihat batu itu kini menyala terang dengan cahaya yang agak menyilaukan. Aku ternganga memandangi cahaya itu. (Name) menarik-narik tanganku dan menunjuk ke atas. Awan gelap yang sedari tadi bergulung-gulung di langit, kini tersibak dan memperlihatkan bulan purnama yang bersinar indah dengan cahaya keperakan.

(Name) menarikku kembali ke arah batu yang kini bercahaya semakin terang.

"Lihatlah, Boboiboy! Batu ini cantik sekali!" kata (Name) sambil memandangi batu yang bersinar itu dengan mata berbinar-binar.

"Cantik apanya? Batu ini mengerikan (Name)! Ayo, kita segera pergi dari sini!" ucapku ngeri.

Tiba-tiba batu di hadapan kami mengeluarkan cahaya emas yang sangat menyilaukan sehingga aku harus memejamkan mataku. Saat aku membuka mataku, aku melihat cahaya dari batu itu kini menyelubungi diriku dan (Name). Kami seolah ditutupi oleh sebuah sangkar raksasa berwarna perak keemasan.

(Name) memandangku dengan tatapan ngeri, namun ia tidak berkata apa-apa. Kami seolah membeku dan tak bisa berbuat apa-apa. Aku terus bertatapan dengan (Name) hingga cahaya itu perlahan meredup dan hutan kembali diselimuti kegelapan. Aku sempat mendengar (Name) membisikkan namaku sebelum aku terjatuh dan tak sadarkan diri.

-

(Name) POV

Aku membuka mataku perlahan. Dengan bingung aku menatap pepohonan di sekelilingku. Awalnya aku lupa sedang berada dimana, kemudian aku ingat tentang petualangan kecilku bersama Boboiboy yang menyebabkan kami tersesat di hutan ini.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang