Chapter 16 Ego

295 37 0
                                    

Lazuardi menapaki tangga di lantai rumahnya sambil bersiul-siul, sudah lama tidak bersiul. Habis dia dimaki Lana saat tadi dia mengatakan akan menjadi papa Mawar. Tapi dia tidak sakit hati sama sekali oleh ucapan Lana, Lazuardi malah merasa gembira. Sangat aneh.

Ucapan itu juga tidaklah Lazuardi rencanakan sama sekali, tiba-tiba dicetuskannya, spontan begitu saja. Memang kalau dipikir selama ini, hidupnya sedikit membosankan. Kadang terasa sangat flat.

Lazuardi sejak lahir tidak pernah mengalami permasalahan yang besar, dia juga lahir dari keluarga yang baik, mapan dan semua orang selalu bersikap hormat padanya.

Hal itu membuat Lazuardi merasa kalau kehidupannya tidak terlalu menarik. Namun saat ini, tiba-tiba dia mendapat sesuatu yang membuatnya kepikiran setiap hari. Sosok itu adalah Lana.

Di awal mereka saling membenci, kemudian mereka berteman. Bukan tidak mungkin hubungan mereka berlanjut ke arah yang lebih intens.

Lagipula jika pikir-pikir, Lana sangat cocok menjadi teman hidupnya. Dalam artian, setelah mereka dekat, Lazuardi merasa kalau mereka pribadi yang berbeda akan tetapi mereka cocok satu sama lain. Bukankah itu sesuatu yang sangat sulit didapatkan?

Lazuardi tertawa lagi mengingat wajah merah Lana, entah karena marah atau karena malu, yang pasti Lana berkata kalau dia tidak akan menemui Lazuardi lagi. Kita lihat saja besok di kantor, dia tertawa.

"Lazu, kamu udah pulang."

Lazuardi menghentikan langkahnya. "Oh, belum tidur, Bang?"

Lazuardi melihat jam, pukul sepuluh malam, memang masih terlalu cepat untuk Gio tidur.

"Ada yang mau abang yang bicarakan sama kamu."

Lazuardi sudah menduga abangnya pastilah ingin membahas soal Lana. Ini membuatnya sedikit kesal, mengetahui abangnya meninggalkan Lana seorang diri sekarang dengan Mawar.

Gio mengikuti Lazuardi ke kamarnya kemudian duduk di atas tempat tidur.

Lazuardi mengganti kemejanya dengan kaos berwarna abu-abu.

"Abang mau bahas soal apa?" tanya Lazuardi.

"Kamu pasti udah tahu."

Lazuardo mengedikkan bahunya, "aku nggak kepikiran apapun."

"Soal Lana." Sepertinya sang abang tidak ingin berbasa basi lagi.

Lazuardi membulatkan mulutnya. "Ada apa, Bang? Kenapa sekarang abang jadi sangat serius kalau membahas soal Lana?"

"Kamu mungkin udah tahu, kan, kalau abang dan Lana dulu pernah berkencan." Gio mendesak.

"Ya."

"Abang melakukan sesuatu yang sangat buruk di masa lalu, tapi abang ingin memperbaikinya, Lazu."

Lazuardi menghentikan gerakannya, sejak tadi terdiam, pelan menoleh ke arah abangnya. "Memperbaiki bagaimana maksud abang?"

"Abang berencana untuk mengambil hati Lana lagi."

Pupil mata Lazuardi melebar, berusaha mencerna kalimat abangnya. Mengambil hati Lana? Kemudian, dia menyipitkan mata.

Gio menarik nafas, melanjutkan kata-katanya. "Abang tahu hubunganmu dengan anak kurang baik tapi sepertinya sekarang kalian berteman. Abang ingin minta bantuanmu Lazu."

"Kalimat ini seperti deja vu, aku jadi ingat ketika abang minta bantuanku untuk bertunangan dengan Nara." Lazuardi melipat tangan di dadanya.

"Soal Nara Abang tahu kalau kamu membatalkan pertunanganmu Nara cerita."

Pendar (Masa Lalu Berselimut Jelaga)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang