Prolog

141 51 121
                                    

Assalamualaikum guys,

GZUA versi baru nieh 😋

Jangan lupa vote dan komennya seng





( Happy Reading )

Perempuan bernama Arqi tengah asyik mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer. Namun, kedatangan suaminya menghentikan kegiatannya.

“Udah siap aja,” ujar Arqi.

Suaminya terkekeh melihat kelakuan istrinya. “Tentu aja siap, kan hari ini aku mau terbang,” celetuknya terdengar seperti ah sudahlah.

Arqi tengah memakai hijab hamidah berwarna biru muda, saat melihat sang suami sudah beres dengan kopernya, ia langsung bangkit menghampiri sembari merapikan hijab bagian belakang.

“Janji ya, selama kamu terbang jangan lupa buat kabarin aku, awas aja kalau enggak!” pesan Arqi.

“Hehehe, iya Sayang. Aku janji kok,” jawabnya.

Dia adalah Arzan, suami Arqi. Mereka baru menikah seminggu yang lalu, makanya Arqi terlihat berat untuk ditinggal bekerja oleh Arzan.

Arqi mengembangkan senyuman. Entah mengapa dadanya berdegup saat melihat Arzan di hadapannya. Rasa ingin memeluk Arzan begitu memburu dalam hati, membuatnya nekat mengungkapkan sesuatu yang mungkin tak pernah terlintas dalam benaknya.

“Mas, mau peluk,” pinta Arqi menatap sendu mata milik Arzan sembari melengkungkan bibirnya.

Mendengar permintaan Arqi membuat Arzan langsung merentangkan kedua tangan. Arqi yang senang langsung menghamburkan tubuhnya dalam Arzan.

“Bakal kangen sama kamu, Sayang,” goda Arzan membuat Arqi tersipu. Kini, jantungnya berdebar saat Arzan mendekapnya erat.

Di samping itu, dalam pelukan yang menghangatkan, tubuh Arqi yang jauh lebih pendek daripada Arzan pun, rupanya mendengar detak jantung laki-laki di hadapannya berdegup lebih kencang.

“Mas, kamu sehat, kan?” tanya Arqi masih dalam posisi yang sama.

Kening Arzan mengerut, ia sedikit bertanya dalam batinnya, Apa Arqi bisa denger betapa nggak normalnya jantungku berdetak waktu dia meluk aku kayak gini?

“I-iya, sehat, kok, Sayang,” jawab Arzan sedikit gugup, takut tertangkap basah jika Arqi tahu bahwa hatinya juga berdebar saat pelukan ini terjadi.

Arqi mulai melonggarkan pelukan yang semula erat. Ia menatap Arzan dengan sorot kesedihan. “Mas, aku takut,” lirih Arqi.

“Kamu takut kenapa, Sayang?” tanya Arzan, sembari tangannya terangkat mengelus pipi Arqi.

“Takut kehilangan kamu, Mas,” ungkapnya tak terasa air matanya mengalir.

Arzan langsung menghapus air mata yang mengalir di pipi mulus Arqi. “Tidak, kamu enggak akan kehilangan aku. Kamu dan aku itu sangat lengket, layaknya lem!” celetuk Arzan.

Arqi terkekeh mendengar celetukan Arzan. “Ih, Mas.” Tangannya memukul lengan kekar milik Arzan.

“Nah, gini dong, Sayang. senyum!” titahnya.

Cukup lama mereka berduaan di kamar, sampai jam menunjukkan pukul 09.30.

“Sayang, ayo kita ke bawah. Mas mau pamitan sama Ibu dan Ayah,” ajak Arzan.

Arzan menarik kopernya menggunakan tangan sebelah kiri dan tangan sebelah kanannya dipakai untuk menggandeng Arqi.

Di lantai bawah, kedua pasutri itu menghampiri Fatma dan Zhiwan yang sedang bersantai di ruang keluarga.

Gus Zafan Untuk Arqi ( Hiatus )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang