"Iya, gue anonymous itu, Winter."
Reaksi apa yang harus ditunjukkan di depan cowok itu? Rasanya pasokan udara malam ini nyaris habis bagi Winter, padahal tempat yang dipilih untuk dinner malam ini di ruangan terbuka namun hanya ada mereka berdua di sini.
"Kenapa?" tanya cowok itu melihat Winter yang sudah di persilahkan duduk itu masih berdiri dan menatap cowok itu tidak percaya.
Sampai-sampai kursi yang sudah cowok itu tarik kebelakang, dikembalikan lagi seperti semula. Kini ia berhadapan langsung dengan Winter dan balik menatapnya, "Lo gak berharap gue disini kan?" tebaknya.
Winter menggelengkan kepalanya, "Bukan gitu maksud gue, cuma.."
Cowok itu mengangkat sebelah alisnya, menunggu kelanjutan ucapan Winter yang sebenarnya ia juga binggung harus berkata apa, takut jika menggoreskan luka karena Winter tidak pernah sama sekali berpikir untuk menyukainya.
"Gue gak nyangka kalau itu lo."
Ethan mengangguk mencoba percaya apa yang dikatakan Winter, "Emangnya lo berharap siapa?"
"Gak gitu, Ethan." katanya mendadak gugup menjawab pertanyaan Ethan yang sepertinya menjebak, harusnya sedari awal Winter tidak menunjukkan ekpresi keanehan apapun ketika melihat Ethan yang datang.
Suasana malam ini semakin dingin, tak ada kenyamanan sedikitpun karena pembahasan yang Ethan awali kemungkinan dari sikap Winter di awal.
"Ethan, maaf.. kayaknya gue gak bisa lanjutin ini, gue pergi dulu." terlanjur, tak ada pilihan lain daripada ia memberi harapan lebih pada Ethan.
Namun, Ethan menahan lengannya yang hendak pergi itu, "Winter." Gadis itu berbalik lagi menghadap Ethan.
"Tolong, kasih tahu gue siapa yang lo harapkan kehadirannya disini?"
"Gak ada."
"Bohong, lo gak mungkin datang secara percuma."
Benar, apalagi semenjak Ethan yang muncul tiba-tiba mendadak hilang harapannya, dan sialnya Ethan terlalu peka dan menyadari situasi seperti itu.
"Siapa?" Ethan tidak akan menyerah sampai jelas semuanya.
●●●
"Kita pulang sekarang." kata Winter pada teman-temannya lewat sambungan telepon.
"Hah?"
"Gue gak salah denger lo ngajak pulang?"
"Kok sebentar banget si?"
"Baru aja nemu caffe buat nungguin lo."
"Siapa emang yang ngajak lo blind date?""Nanti gue ceritain langsung, sekarang jemput gue dulu, please." katanya sambil berjalan menuju keluar dan sengaja menunggu di tepi jalan agar bisa langsung pergi.
Tak lama, mobil putih yang dikendarai Jenni itu berhenti tepat di depannya, Winter masuk dan duduk di kursi belakang bersama Mirela.
"Jen, cepet jalan dulu aja." pintanya yang langsung dituruti.
"Eh? Iya."
"Gimana tadi, kok cepet banget, Win?" tanya Yola sambil menengok ke arah Winter dibelakangnya.
Sang empu hanya menunduk dan perlahan mengeluarkan air matanya sampai kemudian terisak pelan, ia menangis.
"Eh Win, kenapa nangis?" Mirela meraih bahu Winter yang ada di sebelahnya, mencoba menenangkan Winter yang belum menceritakan apa yang terjadi.
"Lo gak di apa-apain kan?" tanya Jenni sambil fokus mengendarai.
Winter masih terisak, namun ia mencoba menjawab Jenni yang terdengar khawatir, "Gue gak pa-pa."
KAMU SEDANG MEMBACA
D'SEVEN | 01 LINE
FanfictionSTORY FOR KPOP FAN! DISCLAIMER: 1. Fiksi. Karangan yang berisi kisahan atau cerita yang dibuat berdasarkan khayalan atau IMAJINASI PENGARANG. 2. BXG area. BIM do not interact. 3. Just for fun. Happy reading ♡