****
"Nggak mungkin ada orang yang benci sama saudaranya. Bisa jadi dia hanya bingung untuk mengungkapkan kasih sayangnya atau sedang tersesat. Jadi, tugas kita adalah membawanya kembali dan bersiap menerjemahkan ungkapan kasih sayang mereka!"
- Sella, Si Bocil Kesayangan Nopal****
"Jangan ngebut-ngebut!" Orang yang diomeli hanya memutar bola matanya malas, rasanya sudah bosan sekali mendengar ucapan itu terdengar hari ini. Masih pukul sembilan pagi dan rasanya kalimat itu sudah terdengar lebih dari seribu kali.
"Heh! Dari pada lo wanti-wanti gue biar nggak ngebut, mendingan lo ingetin gue buat hati-hati," balas Senan.
"Betul, Mas! Kalau hati-hati pasti selamat! Percuma kalau nggak ngebut tapi nggak hati-hati. Nanti nyusruk sawah," balas si Remaja Cilik yang kini sudah siap dengan helm kebesaran yang sudah ada di kepalanya, terlihat sangat longgar. Senan yang mendengar balasan itu ikut tertawa dan mengajak adik dari temannya itu untuk melakukan tos.
"Udah ah! Adek tukeran aja sama Mbak Maura! Biar Adek sama Mas Nopal, Mbak Maura sama Mas Senan!" titah Nopal, sedikit menyesal sebab memilih agar si Bungsu dibonceng Senan dan si Tengah dibonceng Nopal. Si Bungsu dan Senan itu sama-sama pecicilan dan nggak bisa ditebak. Kenapa juga ya Nopal tadi memberikan pembagian begitu?
"Nggak mauu! Kalau sama Mas Nopal nanti sepanjang perjalanan Adek diomelin terus! Mas Nopal kan lebih sayang sama Mbak Maura! Yaudah sana! Biar Adek sama Mas Ganteng!"
Nopal spontan melotot saat melihat si adek begitu saja memeluk Senan di sampingnya.
"Heh! Nggak ada peluk-peluk begitu! Astaga Adekkk!"
"Udah ih, Mas, biarin aja. Nanti nggak jadi jalan kita ini!" protes si Tengah yang sedari tadi sudah bosan menunggu di atas motor Nopal.
Nopal hanya menghembuskan napasnya pelan dan berjalan mendekati si Bungsu. Dengan telaten, Nopal mengancingkan semua kancing jaket yang dikenakan adiknya.
"Nanti hati-hati ya. Karena Adek nanti sama Mas Senan, ikutin apa kata Kak Senan oke? Soalnya kan-"
"Soalnya Adek ada di kota lain, nggak tau jalanan, nanti kalau sendirian tersesat. Jadi harus nurut sama Mas Senan! Nanti waktu di jalan, harus pegangan. Jangan nakal. Jangan godain Mas Senan terus. Jangan bawel. Jangan dilepas jaketnya."
Nopal tersenyum puas, "ini kan men-"
"Ini mendung, nanti kalau airnya udah mulai turun, langsung berhenti, pakai jas hujannya. Iya, Mas Nopal yang paling ganteng! Adek udah paham!"
Kemarin lusa, saat Senan sedang membuka sesi curhat bersama para bebek milik Mas Kunto di kandang mereka, tiba-tiba Nopal datang dan membuat bebek-bebek itu membubarkan diri dari hadapan Senan.
Waktu itu, Nopal berkata bahwa dua adiknya akan datang. Katanya, dua adiknya itu ingin berjalan-jalan mengelilingi Malang. Ingin tahu wujud dari kota yang belakangan ini sering dibicarakan oleh kakak mereka.
Awalnya, Senan menawarkan untuk meminjam mobil Jojo saja, mengingat sudah memasuki musim hujan. Takutnya hari itu akan hujan dan mereka tidak bisa menikmati acara jalan-jalannya. Tapi ya gimana lagi? Dua adik temannya itu bersikeras ingin naik motor saja. Mereka tidak suka naik mobil, tidak bisa menghirup udara bebas katanya.
"Jadi, mau kemana kita sekarang?" tanya Senan.
"Makan!!! Adek laparr!" seru si Bungsu.
"Mbak Maura kemarin katanya mau Bubur Bakar ya?" tanya Nopal dan hanya diikuti anggukan kepala dari si Tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
City of Memories | Lee Haechan
Teen FictionLepas yang harus dilupakan, rangkul yang perlu dibawa, peluk yang layak dikenang. ©mayouhere2024