Chapter 11 - Silent treatment

236 13 2
                                    

Toronto Rogers Centre

Hera merasa dalam masalah besar. Bersama Calvin pria yang datang dari antah berantah berani sekali datang mempermainkan hidupnya yang tenang seperti danau, kini berubah gelombangnya menjadi tak karuan akibat dilempar bongkahan batu terus menerus.

"Jika aku ikut nonton konser, tolong salinan asli itu harus dimusnahkan." Tatapan Hera memelas kala menembus manik mata iblis Calvin yang tengah menyorotnya setelah memakai stoking atas perintah tak terbantahkan pria itu yang menyuruhnya memakai di dalam mobil.

Sayangnya Calvin tak ingin mengucapkan apapun.

"Kenapa kau jahat sekali padaku padahal kita baru berjumpa pertama kalinya kemarin? Kenapa dari banyaknya perempuan di muka bumi ini, kau memaksaku menjadi kekasihmu."

Namun Calvin tetap diam hingga Hera melanjutkan lagi.

"Sikapmu terlalu kasar. Sikapmu membuatku takut. Sikapmu tidak jauh berbeda dengan ayahku. Dan sekarang kau menunjukkan bahwa kau juga pria pemaksa. Apa maumu?" lirih Hera berucap tidak punya tenaga. Terus terang dia berujar.

"Aku hanya ingin kau. Bukan perempuan lain. Karena kau hadir di waktu yang tepat, Hera. Aku sudah menunggumu. Mengertilah." ujar Calvin menekankan dengan suara tetap tenang.

Hera tak paham dengan apa yang diucapkan lelaki itu. Kepalanya benar-benar mau pecah. Jawaban tidak terduga dari Calvin seolah mengikatnya, sampai mati pun ia tidak akan pernah dilepas.

Sungguh tak kuat. Hera tak kuasa bila harus mengingat, bila harus mengetahui fakta bahwa dirinya menjadi bahan pelecehan. Tak bisa menerima kenyataan pahit dirinya telah telanjang bulat dan direkam diam-diam serta ditonton oleh sang pembuat onar, membuat persendiannya tak bisa bergerak. Otot-ototnya melemah. Sendi-sendinya mati rasa. Terasa sarafnya melemah.

Ia telah dilecehkan. Harga dirinya sudah tidak terselamatkan lagi. Ingin menonjok, marah, memaki, tapi tidak tahu harus dilampiaskan kepada siapa. Orang yang bertanggung jawab atas rasa malunya pun tidak punya hati. Raut wajahnya tidak menunjukkan perasaan bersalah. Wajah tenangnya membuat Hera muak.

Semakin dilihat, semakin mengenal pria itu bukanlah manusia melainkan sesosok iblis tampan. Kepribadiannya sungguh biadab dan brengsek.

Susah payah agar tak luruh air matanya, nyatanya perempuan berlemah lembut sepertinya tak kuasa lagi untuk tidak menitihkan air mata penuh malunya. Sebagai wanita, Hera sudah tidak ada nilainya lagi. Dia merasa perempuan kotor. Harga dirinya terinjak-injak saat Calvin mempertontonkan video senonoh itu. Video telanjang yang bakal dikenang seumur hidup tidak bisa dilupakan sampai ajal menjemput.

Dibiarkan air mata kesedihan itu menetesi pipinya. "Aku... akan ikut. Aku... akan ikut," Hera memohon lagi. Nada bicaranya gelagapan. Tersendat-sendat oleh kerongkongan yang tercekat oleh gumpalan batu besar.

"Tolong... hapus... video itu. Tolong... hapus video itu." Hera mengulang tiap kalimatnya dengan tatapan nanar sekaligus sendu. Sambil menarik telapak tangan pria itu, dipegangnya kuat kuat sembari menatap bahwa gadis yang tak punya apa-apa ini, gadis miskin yang terus mencari pundi pundi uang ini, meminta belas kasih sebagai manusia biasa tak berdaya ini kepada jelmaan iblis.

Memang berhati iblis, Calvin melepas jemari-jemari Hera satu per satu kasar lalu dihempas. "Jangan lagi membantah, Hera. Jadilah wanita patuh."

Pada akhirnya satu hal yang harus Hera lakukan adalah pasrah. "Aku.... aku... aku akan menuruti apapun. Aku tidak akan membantah perkataanmu lagi. Tapi..., tolong hapus videoku yang di kamar mandi. Aku mohon."

Pria tak punya nurani itu menganggukkan kepala seolah mengikat janji Hera sampai ke liang lahat. Ditatapnya dalam-dalam bola mata yang tak henti meneteskan buliran air mata.

MADDEST OBSESSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang