"Huh? Minggu lalu aku cuma di rumah aja, gak ada keluar sama sekali."
Beribu-ribu alasan dari Adinda sudah dikeluarkan tetapi setelah sekian lama gadis itu tampak masih teguh dalam pendiriannya. Izaz jelas tidak akan membahas ini semua sebelum mendapatkan bukti dan dilihat dari mata kepalanya sendiri.
Dua minggu kemarin Izaz memutuskan untuk mencari bukti-bukti atas kelakuan kekasihnya—ralat yang sebentar lagi menjadi mantan kekasihnya. Ia tidak sendirian melainkan bersama dengan kedua saudaranya yang ikut serta dalam membantu mencari bukti-bukti tersebut.
Dan kini, usaha mereka selama dua minggu itu membuahkan hasil. Dari bertanya kepada salah satu teman kelas Adinda, mengikutinya, dan masih banyak cara mereka mengumpulkan bukti itu.
Di sini, tepat di taman yang terletak tidak jauh dari sekolah. Setelah pulang sekolah Izaz mengajak gadis itu untuk berbicara di taman ini.
"Jangan bohong!"
"Aku gak bohong, tanya Bima. Minggu kemarin aku di rumah sama Bima, dan gak keluar sama sekali kecuali sekolah. Kamu tahu kan, gimana orang tuaku?" Lagi-lagi Adinda masih beralasan.
Izaz berdecak sebal karena gadis dihadapannya ini masih belum mengakui. Sudah setengah jam mereka berada di sini tapi gadis itu tetap masih belum bisa jujur, tangannya masuk ke dalam tas untuk mengambil beberapa bukti yang sudah ia cetak.
Sangat effort bukan? Izaz terkekeh kecil kemudian mengangkat beberapa kertas yang sudah ia cetak tepat di mata Adinda.
Jantungnya melaju sangat cepat, bahkan hanya sekedar bernapas sangatlah susah. Keringat berceceran di mana-mana terlebih lagi saat melihat Izaz mengangkat lembar kertas itu.
Tangannya meraih kertas itu melihat dirinya yang sedang berkencan dengan laki-laki yang berbeda. Tidak hanya itu, chatnya dengan Bima juga ada di sana, entah bagaimana Izaz menemukan semua itu.
Dengan senyum smirk Adinda mengangkat kepalanya angkuh, membuang semua kertas itu hingga terjatuh di atas tanah.
Suara tertawa itu muncul dari Adinda seakan-akan menertawakan laki-laki di hadapannya sekarang. Selama satu tahun berpacaran dengan seorang Izaz itu tidak mampu membuatmu senang kecuali saat ia meminta sesuatu dan pastinya itu akan terkabul dengan sangat mudah.
Dan sekarang? Laki-laki polos itu baru menyadari bahwa dirinya selingkuh dan tidak benar-benar menyukai Izaz hanya saja menyukai uang.
"Selama satu tahun, lo baru sadar? Selama ini lo kemana aja? Makanya jangan sibuk organisasi, tolol." Dengan lantang Adinda mendorong dada bidang Izaz dengan telunjuknya kemudian mendorongnya pelan.
Hal itu membuat emosinya sudah tidak tertahan lagi. Jika ia tahu dari awal mungkin ia tidak akan berpacaran dengan gadis matre itu dan mendengarkan apa yang selalu diucapkan oleh kedua saudaranya.
Tangannya mengepal kuat untuk menahan emosinya, ia tidak munafik, jika di depannya adalah seorang laki-laki sepertinya. Sudah pasti laki-laki itu sudah babak belur di tangannya.
"Iya, gue emang tolol. Mau aja pacaran sama orang spek setan kaya lo. Dan sekarang, kita gak ada hubungan apa-apa lagi."
Adinda melihat Izaz remeh. "Gak bisa gitu, babe. Masa putusin hal ini secara sepihak?" Tanpa ada rasa malu, Adinda kini malah mendekat ke arah Izaz.
Namun, Izaz kemudian langsung mendorong mantan pacarnya itu untuk menjauh dari tubuhnya. Ia tidak sudi jika bersentuhan bahkan menatap gadis itu.
"Ingat, ya, kita belum putus. Aku gak setuju kalau kamu putusin hubungan kita secara sepihak." Setelah mengucapkan hal tersebut, Adinda langsung melangkahkan kakinya menjauh dari Izaz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Traces (COMPLETED)
Dla nastolatkówMenceritakan tentang sebuah keluarga Baskara dan Yunita yang memiliki tiga orang anak. Dua anak kembar laki-laki dan satu anak perempuan. Si kembar Shindu, Izaz, dan Anin sebagai anak bungsu. Keluarga yang harmonis bahkan tidak menjamin adanya konf...