18. MELUKIS

2K 175 3
                                    

Sore menjelang petang dengan angin semilir sejuk menemani lelaki cantik yang duduk bersama para buruh menikmati makanan yang mereka bawa dari rumah.

"rasanya seperti piknik." celetuk Chai merobohkan tubuhnya ke belakang membuat orang-orang yang berada disekitarnya tertawa kecil.

Mereka menyelesaikan panennya dengan cepat sebab sang pemilik mengerahkan 5 mesin dan puluhan buruh untuk memanen hasil gandum seluas 1 hektar tersebut.

Ia pandangi biru langit luas dengan semburat jingga yang memanjakan mata, memejam meraba tatanan impiannya kedepan.

"ayo pulang." ucap Axel menggaruk kecil perut Chai dan pemiliknya tertawa menggeliat merasa geli.

Satu persatu dari mereka mulai beranjak termasuk Axel dan pria itu mengulurkan tangan untuk membantu Chai berdiri. Mereka mulai melangkah dengan jemari Chai yang masih berada di genggaman Axel.
Chai terus melangkah dengan senyum indah yang tak pudar dari wajah cantiknya, ia merasa begitu gembira dengan pengalaman yang baru dirasakan.

"Axel..." panggil Chai dan Axel menengok sekilas. Lelaki cantik itu menengadah kedepan pada langit cerah tanpa awan.

"bolehkah setiap orang memiliki impian?"

"tentu saja boleh... kenapa tiba-tiba membicarakan tentang impian?" tanya Axel menahan senyum.

"tidak ada, hanya ingin tau saja karena aku sempat takut membangun impianku sendiri."

"kenapa takut? memang impian seperti apa yang kau inginkan?" tanya Axel mengikuti arah pandang Chai.

"impianku?" Axel menoleh kesamping lalu mengangguk dan Chai juga ikut menoleh membuat mata keduanya bertemu.

"entah." singkat Chai kembali menatap kedepan dengan eksinya yang mengikuti beberapa burung yang terbang bebas.
"tapi saat usiaku 12 tahun, aku pernah bermimpi ingin menjadi seseorang yang memiliki peran penting di pemerintahan kerajaan, terikat dan patuh dengan semua peraturan negara dan ikut menjaga kedamaian untuk kesejahteraan dan kesetaraan para rakyat entah itu alpha, beta bahkan omega sekalipun." jelas Chai serius.

"mulia sekali impianmu." puji Axel menggerakkan ibu jarinya yang masih menggenggam tangan Chai.
"namun sayangnya impian Chai kecil sangat sulit diwujudkan sebab kebanyakan dari anggota pemerintahan di ambil dari keluarga bangsawan." lanjutnya.

"ya.. kau benar, impianku sangat sulit terwujud apalagi untuk omega sepertiku." ujar Chai tersenyum tipis.

"lalu bagaimana dengan sekarang? apa impianmu sekarang?" tanya Axel.

"aku juga tidak tau pasti... tapi saat aku masih terbelenggu di rumah tuanku dulu, aku selalu menginginkan ini dan itu bahkan aku sempat mengkhayal memeluk semesta sebagai bentuk keserakahanku namun setelah terbebas, aku justru tidak menginginkan apapun. Seolah semua impianku kemari hanya fantasi yang menggelapkan mataku yang terisolasi cukup lama dan sekarang hanya dengan merasakan kebebasan, melakukan apa yang ingin aku lakukan, memakan apapun yang ingin aku makan, itu sudah cukup." jelas Chai menengok pada Axel lalu tersenyum.

"sederhana sekali impianmu, aku baru tau kau bisa berbicara serius." ucap Axel tertawa kecil dan Chai ikut terkekeh.

"bagaimana impianmu?" tanya Chai pada Axel.

"impianku?" Chai mengangguk menilik wajah tampan Axel sembari terus melangkah pulang.
"aku sempat kehilangan impian dan petunjuk kemana aku harus merajut angan saat orangtuaku meninggal dan akhirnya aku bangkit karena kebaikan kak Vincent yang selalu memberiku semangat dan mengajakku untuk maju bersama."
"dan kini aku sedang mengusahakan untuk menyewa ruko sebagai galeri lukis pribadiku."

"kau bisa melukis?" Axel mengangguk.

"aku ingin melihatnya." ucap Chai dengan binar takjub.

"nanti malam masuklah ke ruangan samping kamarmu, aku menggunakannya untuk studio lukisku." Chai mengangguk antusias.
"akhirnya sampai juga." ucap Axel membuka pintu rumahnya.

"mandilah, kenakan minyak pappermintmu atau minyak eucalyptus agar tidak gatal setelah itu kita makan malam dan temani aku melukis." perintah Axel dan Chai mengangguk berjalan cepat menuju kamarnya membuat Axel terkekeh kecil dengan tingkah ajaibnya.

~~~

Pria tampan tengah melepas lelah diatas kasur yang ada di studio lukisnya, kurangnya tidur serta lelahnya bekerja dari pagi hingga petang membuat tubuhnya terasa remuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria tampan tengah melepas lelah diatas kasur yang ada di studio lukisnya, kurangnya tidur serta lelahnya bekerja dari pagi hingga petang membuat tubuhnya terasa remuk.

Ia lipat kedua tangannya dibawah kepala untuk menjadikannya sebagai bantal, mencoba memejam mengistirahatkan badan dari padatnya rutinitas beberapa hari ini.

tok tok tok

Suara ketukan pintu mengembalikan jiwanya yang hampir terlelap, ia buka perlahan kedua matanya menoleh ke kiri menatap pintu studio yang tertutup.

"Axel..." panggilan lembut seseorang dibalik pintu menerbitkan senyum tipisnya.

"bukalah... tidak ku kunci." teriak Axel masih dengan posisi yang sama dan seketika pintu terbuka menampilkan lelaki cantik mengenakan kaos milik Axel yang kebesaran pun celana ¾ yang kebesaran pula dan tanpa sadar Axel tertawa dibuatnya.

"apa?" tanya Chai kebingungan.

"tidak hahahahaha." lagi. Tawa Axel semakin besar melihat wajah lucu Chai yang polos.

"apa yang kau tertawakan?"

"aku tau semua pakaianku terlalu kebesaran untukmu tapi kenapa kau memilih itu hahahahaha celana itu terlalu besar jika ku pakai tapi kau malah memakainya." jelas Axel dengan tawanya dan Chai hanya menunduk melihat penampilannya.

"salahkah jika aku ingin menggunakannya?"

"tidak... hanya saja banyak bajuku yang lebih kecil dari itu." kata Axel bangkit dari tidurnya.

"jika aku mengenakan ini, itu artinya aku ingin, salahkah?" tanya Chai memajukan bibir.

"tidak salah, kenakan apapun yang kau ingin." ucap Axel tersenyum.
"tidak jatuh?"

"tidak, aku mencari ikat pinggangmu tapi tidak ada jadi ku gunakan dua tali sepatumu untuk mengikatnya. Memanfaatkan barang yang ada." Axel menyenggut cepat menahan tawa.

"ada apa mengetuk pintu? kau masih lapar?" tanya Axel yang telah menyelesaikan makan malam bersama satu jam lalu.

"kau sudah mulai melukis?" tanya Chai.

"astaga... aku lupa. Baiklah... mari kita mulai sekarang." ucap Axel berdiri dan menuju kanvas bergambar burung yang terpajang di penyangga.
"temani aku menyelesaikan lukisanku ini." kata Axel menarik satu kursi kayu.
"duduklah disini." Chai duduk di kursi dekat lukisan, menatap hasil goresan Axel penuh kagum lalu berpindah pada pelukisnya yang mengambil kursi kayu di sudut kamar.

"kau yang menggambar ini?" Axel menengok tersenyum.

"tentu."

"kau hebat." puji Chai dan Axel terkekeh.

Axel mulai menaruh beberapa cat diatas palet, meraih kuas filbert yang berfungsi untuk menciptakan gradasi yang memberi efek lebih dramatis pada lukisannya.





~°°~
TERIMAKASIH😍

JANGAN LUPA VOTE & KOMEN💛

SEE YOU NEXT CHAPTER🔥

DESTINY || JOONGDUNK🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang