Chapter 10: Bruises

389 46 0
                                    

"Lo kayaknya butuh rekomendasi concealer deh." Raya tersenyum nakal. 

"Huh? Buat apa?" Gigi yang sedang meminum earl grey tea-nya terhenti dan menatap Raya heran.

"Because your concealer did a really bad job covering your hickeys." Raya berbisik sambil tertawa. 

"HAH." Gigi menutup leher putihnya dengan telapak tangannya, ia yakin pipinya sekarang semerah tomat di salad Gigi.

"Gimana?"

"Gimana apanya?" Gigi menatap Raya curiga.

"His 'perfomance'." Raya kembali tersenyum nakal sambil tertawa terbahak bahak, tidak sengaja membuat syal manis di lehernya terlepas, memperlihatkan bercak di leher jenjangnya.

"Huh. Axel juga hobinya sama ya?" Giliran Gigi yang menangkup pipinya, menatap Raya dengan tatapan penuh kecurigaan. 

Raya pucat pasi dan dengan cepat memakai syal kecil tersebut kembali, "How do you know?" 

"I have my way. Seengaknya gue udah jadi suami istri. Sinless." Gigi tertawa terbahak-bahak. 

"Bishh, stop being judgemental. It just happened. It was very good though." Raya tersenyum. 

"ugh. Don't give me the details." Gigi kembali memakan saladnya. 

Pernikahan Gigi dan Jesse sudah berjalan satu minggu dan semuanya berjalan mulus. Lebih baik dari yang Gigi bisa bayangkan. Tetapi hanya ada satu masalah. Gigi tidak pernah berpikir bahwa Jesse Aiden Mahaprana adalah orang yang, well, clingy.

2 jam lalu

"Sayang. Kamu harus pergi? Ini sabtu loh. I haven't seen you in hours. Kamu sibuk banget beberapa hari ini, Gi." 

"Baru beberapa jam, Je. Kamu juga sibuk kan di kantor? Aku pun lagi sibuk di Law Firm as this week is my first." Gigi menghembuskan napas seraya memijit lehernya.

Jesse mengerucutkan bibirnya, "tapi aku udah ngurangin workload aku buat kamu. Masa iya weekend begini kamu harus ketemu Raya?" 

Oh God. Puppy eyes Jesse sudah membuatnya telat ke kantor setiap pagi, "Nope. Aku udah janji sama Raya, Je." Gigi melanjutkan, "See you later, Je." Gigi tersenyum lebar. 

Sekarang

Gigi menggelengkan kepalanya mengingat kejadian tadi pagi. Membayangkan Jesse yang sedang menunggunya di rumah membuat dirinya ingin izin dan secepat mungkin kembali ke rumahnya. 

"Kenapa lo?" Soraya mengangkat alisnya.

"Ngga." Gigi mengatupkan bibirnya, "by the way, lo inget Om Ro ngga?" 

"Inget. Mba gue dulu kerja bareng dia. He is a real asshole." 

"Oh ya? How so?" Gigi memicingkan matanya tertarik. 

Raya tidak merasa curiga dan melanjutkan, "well. He is violent. Dia ambidextrous juga. Ga penting sih informasinya tapi ya it shows that he is very smart kan? Katanya juga seluruh keluarga dia toxic banget."

Gigi mengangguk dana merekam informasi tersebut di dalam kepalanya. Mungkin informasi ini akan membantu ia dan Jesse nanti. 

Setelah melewati beberapa jam bersama Gigi dan Raya memutuskan untuk berpisah karena tentu saja Raya punya agenda lain untuk malam minggunya dan Gigi pun sudah dihubungi berulang kali oleh Jesse. 

"Yes, Je, aku udah deket kok." Gigi menggigit bibirnya  dan membuka pintu rumahnya, "Je? I am home." 

Mendengar suara Gigi, Jesse berlari menuju suara tersebut dan memeluk Gigi erat, "I miss you, so much." Jesse menghujani Gigi dengan ciuman. 

The Princess and The MastermindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang