[1] Kapan Saya Bisa Melamar Kamu?

502 51 9
                                    

** Hanya akan tayang di Karyakarsa


Millenia Saras— gadis berusia 28 tahun itu mengeram kala mendengar bunyi ringtone khusus yang dirinya sematkan untuk membedakan panggilan dari 'orang penting,' ditempatnya bekerja.

Demi Tuhan, Millenia tak ingin menerima panggilan dari atasannya. Ia lelah. Ia berharap dapat beristirahat dengan tenang tanpa gangguan pria itu, setidaknya hanya untuk malam ini saja. Ia sudah bekerja rodi di hari sebelumnya.

Tidakkah asisten pribadi sepertinya juga membutuhkan istirahat? Asisten pribadi juga manusia!

Sayangnya, gadis yang kerap disapa Millen itu tak mempunyai pilihan. Jika dirinya mengabaikan panggilan dari atasannya, hidupnya tak akan berjalan damai esok harinya.

"Selamat malam Pak William.." Ucap Millen sopan. Millen terlebih dahulu ingin melontarkan kata maaf, tetapi kalimat yang hendak dirinya lontarkan terpotong oleh suara atasannya.

[Apa yang membuat kamu lama mengangkat telepon dari saya, Millen? Saya yakin kamu belum tidur.]

Millen menahan napasnya. William Admajaya memang menyebalkan. Sikap atasannya itu tak sebanding dengan wajahnya yang selalu dieluh-eluhkan oleh para kaum hawa. Percayalah! Ketika mereka mengenal William lebih dalam, wajah tampannya tak akan lagi bernilai tinggi.

Mukanya bakal jadi seburik kelakuannya!— itu pendapat Millen yang sudah dua tahun ini bekerja dibawah naungan langsung William Admajaya.

"Maafkan saya, Pak. Saya baru saja kembali dari kamar kecil."

[Alasan!]

Millen mencengkeram ponselnya. Ia mengulum bibir, mencoba menahan keinginannya untuk tak memuntahkan sumpah serapah secara langsung.

'Kalau Bapak udah tahu, ngapain pake tanya segala, Pak!'

[Saya lapar, Millen.]

"Baik, Pak. Akan saya pesankan makanan ditempat biasanya."

[Millen, kamu tahu kan, saya tidak suka kalau kamu sok tahu dengan keinginan saya. Saya belum memerintahkan kamu untuk memesankan makanan dan belum tentu itu yang mau saya katakan.]

Dugh!

Millen memukul kepala ranjangnya dan suara yang dihasilkan rupanya sampai ke telinga atasannya.

[Suara apa itu?]

"Saya tidak sengaja menjatuhkan buku, Pak. Jadi saya sekarang harus apa, Pak??"

[Kamu ke apartemen saya. Nanti saya pikirkan kalau kamu sudah sampai disini.]

"Aaaaaaakkk!" Tepat setelah panggilan terputus, Millen berteriak keras. Gadis itu mengacak rambutnya, merasa kesal pada sikap semena-mena atasannya. Jam kerja bahkan sudah selesai, lantas mengapa dirinya masih saja disibukkan untuk mengurusi keperluan sang atasan?!

"Kenapaaa?!"

Jika saja Millen tahu menjadi asisten pribadi CEO sama saja dengan menjual kehidupannya pada seorang iblis berkulit manusia, Millen tak akan kegirangan saat lamaran kerjanya diterima. Gaji fantastis dan tunjangan yang diberikan telah membutakan mata batinnya. Millen sungguh menyesal karena imannya setipis lembaran tisu yang dibagi menjadi dua bagian.

"Millen, sadar! Kalau bukan karena kerja di Admajaya, kamu nggak akan bisa nguliahin Guntur ke SG. Bapak sama Ibu udah pensiun. Cuman kamu yang bisa diandelin!" monolog Millen, mengingat-ingat kembali tujuannya ketika memutuskan untuk merantau ke Ibu Kota.

Millen mengencangkan kembali sabuk kesabarannya. Kontrak kerjanya akan berakhir tak jauh dari hari kelulusan sang adik. Ketika saatnya tiba nanti, Millen tak akan pernah memperpanjang kontraknya. Ia pastikan untuk mencari pekerjaan lain meski gajinya tak sebesar yang ditawarkan oleh Admajaya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 19, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terjebak Pernikahan Si Presdir GilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang