Bagian 23

19K 1.2K 123
                                    

"A-Anu Mas... Itu s-sebenernya... emm... Sebenernya..."

Mendengar sang adik yang berbicara terbata tampak ragu itu malah semakin membuat Jendral penasaran. Itu artinya selama ini ada yang Jendral lewatkan perihal sang adik.

"Sebenernya?" Jendral mengulang kata-kata sang adik untuk memancing Nana melanjutkan ucapannya.

Nana jadi semakin gelisah, bibir bawahnya ia gigit kecil saat menatap sang kakak takut-takut.

"Tapi janji jangan marah..." cicit Nana menyodorkan jari kelingkingnya.

Jendral tertawa kecil dan langsung menautkan jari kelingkingnya yang jelas lebih besar itu ke jari kelingking Nana.

Sebegitu takut kah Nana melihatnya marah?

Tapi Jendral yang terlanjur merasa gemas dengan lelaki cantik di pangkuannya itupun menyempatkan diri untuk mencium bibir Nana.

Sosok yang lebih muda sempat tersentak kecil karena terkejut saat mendapat serangan tiba-tiba dari kakaknya.

Bukan ciuman brutal yang penuh dengan nafsu, tapi Jendral memberikan ciuman ringan dengan lumatan lembut yang mampu membuat Nana terbuai seketika hingga langsung memejamkan matanya.

Jangan menuduh Jendral mengambil kesempatan, sejujurnya ia hanya tak tahan melihat kegugupan Nana yang menggigit kecil bibir cherry itu membuat kesan imut dan sexy menusuk mata Jendral yang kemudian spontan memberi ciuman di sana.

Sekitar setengah menit lamanya mereka berciuman dengan jari kelingking mereka masih bertaut setelah pinky promise tadi, barulah setelah itu Jendral angkat bicara terlebih dahulu.

"Iya. Mas janji gak marah. Jadi, kenapa Hema nelpon Adek-nya Mas ini, hm?" Jendral mengusakkan hidung bangirnya ke pipi Nana gemas.

Nana menarik napas dalam-dalam sebelum memutuskan untuk jujur.
"S-Sebenernya Adek udah... u-udah pacaran sama kak Hema." jawab Nana takut-takut.

Ia langsung memejamkan matanya lekat karena benar-benar takut kalau sang kakak kembali marah meledak-ledak seperti terakhir kali.

Sempat Nana rasakan juga genggaman sang kakak pada tangannya jadi mengencang sampai terasa sedikit sakit, tapi tak lama genggaman tangan itu kembali mengendur setelah terdengar yang lebih tua menghembuskan napasnya agak kasar.

Mata Nana langsung terbuka ketika merasakan usakan di kepalanya dibarengi tawa kecil yang keluar dari mulut Jendral.

"Adek-nya Mas ini udah mulai gede, hm? Udah punya pacar nih sekarang." kata Jendral enteng dengan nada yang dipaksa untuk terdengar semenyenangkan mungkin.

Padahal didalam sana, hatinya panas bukan main seolah hampir hangus terbakar oleh api terpanas di muka bumi ini. Tak menyangka kalau sang adik mengaku sudah menjadi milik orang lain, dan sayangnya lagi orang lain itu adalah Hema.

Selain karena cemburu, entah kenapa Jendral tak memiliki firasat baik setiap melihat Hema bertanya tentang adiknya apalagi ketika melihat lelaki itu dengan berani menggoda sang adik di depannya.

Tapi dia bisa apa? Toh sang adik malah mengakui sudah memiliki hubungan dengan orang tersebut. Egois kalau Jendral meminta mereka berpisah tanpa alasan yang kuat, ia hanya tak mau adik cantik yang ia cintai ini membencinya karena terkesan sangat mengekang Nana.

"Mas gak marah?" tanya Nana heran karena reaksi yang ia dapat dari sang kakak benar-benar tak terduga.

Sempat terdiam sebentar sebelum akhirnya Jendral membuka suara.

"Enggak, Mas gak marah kok. Asalkan pacarannya gak macem-macem dan Adek gak ngurangin manjanya ke Mas ya." jawab Jendral tenang dengan bibir yang menyunggingkan senyum.

Mas Jendral |[NOMIN]| {END} ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang