16 nc (18+)

1.9K 54 2
                                    

"akhh..." Phuwin melenguh saat tubuhnya menabrak meja besar "Pond... Shhh..." Suasana panas, lidah lelaki itu mengobrak-abrik nipple nya.

"Mphh..." Suara erangan itu membuat Pond terus mengecup penuh semangat untuk membuat si manis bernafsu. Aroma tubuh yang sangat menggairahkan, dia mulai merasakan bagian bawahnya berdenyut ingin memasuki lubang sempit.

"Jangan terlalu lama, langsung intinya saja... Eughh..."

Pond sudah terbangun, kemaluannya sangat keras dan siap. Masih sempat tersenyum, mengetahui apa yang Phuwin keluhkan. Dia meringsak membawa sang pujaan hati naik ke sofa besar. "Baiklah, satu kali masuk, tanpa pelumas" katanya dengan serak berselingan tawa "Siap untuk satu putaran langsung ke intinya?"

"Pond, ishh... jangan sampai sakit" mata Phuwin tertuju pada langit-langit.

Pond tertawa gemas, menenggelamkan kepala sejenak di garis rahang si manis. matanya masih sempat tertuju pada penis yang sedang ereksi. "Phu..." katanya, dengan suara penuh hasrat.

"Ahhh, Pond" Dia berbaring nyaman, kemaluannya bergerak-gerak karena antisipasi. Sempat merentangkan kaki untuk mengundang Pond masuk kesana, berharap lelaki tampan itu cepat mengambil kendali.

Perlahan memperhatikan saat Pond memposisikan diri di atasnya, dan penis besar siap di pintu masuknya. "Pelan-pelan dan santai.. sudah lama..." perintahnya nyaris berbisik.

"Akhh... Shit..." Nikmat yang tak bisa di gambarkan, Pond memejamkan mata.

"Ahh... Pond... Ahhh..." Si manis mengerang, pinggul ramping itu bergetar tanpa sadar saat benda tumpul memasukinya. Posisi ini sangat menyenangkan, begitu leluasa saat Phuwin bisa merasakan milik Pond terbenam dalam dirinya. Dia bahkan masih bisa meraih pinggul sang dominan, membimbing untuk lebih jauh. "Ahhh... Pond... luar biasa"

"Ahhh... Ahhh..." Semakin mengeras, rasanya akan terbang.

Phuwin lah yang menyesuaikan diri, men-jeda pergerakan mereka "aku akan berbalik, tunggangi aku" bisiknya pelan-pelan "Bawa aku sesukamu Pond..."

"Sial... Nakal sekali" tawa riang, rasa senang dan bahagia terdengar jelas "berbalik lah sayang, aku akan membuatmu mendesah lebih panjang"

"Shhh... ahhh... ahhh..." Dia merasakan sang dominan memulai, daging tebal meluncur masuk dan keluar dari hole nya dengan mudah.  otot-otot Pond melentur, tubuh besar  bergerak dengan tujuan. Mata lentik Phuwin tertuju pada mata Pond saat berbalik sekilas dan kini mereka saling memacu jantung berdebar kencang karena hasrat.

"Ahhh... Ahhh... Phu..." hentakan, suara pukulan dan hasrat lenguhan panjang berirama nampak tak terlalu penting saat ini. Keduanya tenggelam, saling menatap sekilas saat akhirnya Pond mengerang, membalik tubuh si manis masuk dalam pelukannya. "Ahhh... Phu, aku akan keluar..."

"Humm..." Si manis mengatupkan bibir, mengerang tertahan jauh lebih manis. Dia mengulurkan tangan, mencengkeram kemaluannya sendiri, mengelus hati-hati mengikuti gerakan sang dominan. Demi apapun dia ingin bersama sosok itu selamanya, ingin merasakan cairan hangat di dalam dirinya saat Pond telah menumpahkan "Lebih keras, Pond... Sebentar lagi, bersamaan, Buat aku merasakannya"

"Akhhh... Phu..." Raut penuh nafsu, keringat bercucuran dengan irama hentakan kuat. Sekarang Pond bisa merasakan tubuh sang pujaan hati menegang, dorongannya semakin kuat "keluar sayang... Ahhh..." dia terengah-engah, pandangannya terpaku pada mata lentik. "Spermaku masuk..."

Phuwin bergerak lebih cepat, orgasme menyapu dirinya. Hingga mereka terengah-engah.

"Aku mencintaimu Phu..." Di akhir-akhir sisa desahan mereka, Pond mencium mesra puncak kepala pria manis di bawah kukungannya "jangan pernah meninggalkan ku lagi"

"Humm... Tidak..."

.
.
.
.
.

Leon mengambil selada di atas meja makan, wajahnya tertekuk cemberut sejak tadi. Pond dan Phuwin melempar pandangan, tak ada yang berani membujuk pria kecil itu. Beberapa jam yang lalu saat kembali dari perusahaan, mendadak Leon tak bicara pada mereka. Kakek dan nenek Phuwin lah yang senantiasa jadi teman bicara lelaki muda itu.

"Ayo makan dulu..." Nenek Phuwin tersenyum lebar, membantu bibi Chai menyiapkan lebih banyak menu.

"Sebenarnya kenapa Leon marah?" Sang kakek buka suara, melipat daging yang sudah terbungkus selada "apa Daddy dan Mommy mu membuat kesalahan?"

"Humm... Tadi Leon sudah lapar sekali, dan mereka mengunci diri dalam ruangan"

Nenek dan bibi Chai melempar tawa, muka dua orang tersangka itu sudah memerah. "Apa yang mereka lakukan? Kenapa kau tidak mengetuk pintunya?"

"Leon sudah mengetuk pintu, tapi mereka tidak membukakannya" wajah bersungut-sungut itu mendadak gemas, dan kakek cepat memangkunya "Leon mau tinggal dengan kakek dan nenek saja"

"Ahh... Baiklah, baiklah... Boleh"

"Tidak..." Sergah Phuwin, kini wajahnya galak "Leon tidak boleh tinggal dengan kakek, besok kita harus kembali sekolah. Rumah mereka jauh dari sekolah mu"

"Maafkan Daddy yah..." Pond menghela nafas, berjalan sopan mengambil anak mereka dari kakek Phuwin "maaf yah Leon... Maafkan Daddy..."

"Baiklah, kalian sudah meminta maaf, jangan di ulangi lagi" janji jari kelingking yang manis, Phuwin tersenyum hangat melihat pemandangan itu.

"Iya janji..."

"Phu..." Si kakek berbisik, lebih memelankan suaranya "supir pribadi akan mengantar kami ke rumah malam ini, besok kau harus mulai terapi—

—tak usah khawatir, sekarang aku akan memperhatikan kesehatan ku. Kakek dan nenek juga harus sehat"

"Kami akan sehat, jika kau sehat nak"

Phuwin terdiam, memasang wajah senang tanpa terkecuali pada seluruh anggota keluarga. "Kebahagiaan ada dalam genggamanku, aku akan sehat"

Acara makan kecil nan hangat akhirnya selesai di malam itu, saat pamit undur diri kakek dan nenek Phuwin sempat mengajak Leon, namun penuh jeritan lelaki kecilnya itu berlarian untuk menghindar.

Saat selesai membersihkan diri, dia keluar dari kamar mandi. Dengan pakaian nyaman sekarang, senyumannya mengembang mendengar suara dengkuran. Phuwin membaringkan tubuh di tepi ranjang, salah satu tempat yang kini hanya sebagian yang bisa ia dapat.

Sekarang ranjang besarnya penuh, kehadiran dua sosok lain membawa bahagia yang luar biasa.

"Phu..."

Baru tersadar, suara dengkuran berhenti. Sosok lelaki tegap mengusap mata meneliti ke arahnya, bahkan tanpa ragu menggendong Leon untuk menyingkirkan ke sisi ranjang.

"Ya ampun, Pond..."

"Humm..." Lelaki tegap itu menyengir masuk dalam pelukan Phuwin dan mencari kenyamanan "besok kita pergi yah..."

"Kemana?"

"Ke surga..."

Phuwin tersenyum tipis, kelopak matanya berair "kau serius?"

"Musim salju akan tiba..." Pond memelankan suara, nyaris berbisik di telinga pujaan hatinya "dan aku akan membawamu, ke tempat impian..." Di saat jemari mereka bertaut, keduanya memejamkan mata.

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa follow komen dan ninggalin jejak dulu 🙏🏻😭💙


Wishes And Dreams [Pondphuwin]18+[END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang