Ketika jam menunjukkan pukul sebelas siang, Bastian kembali ke rumah sakit. Dini hari tadi ketika ia menginjakkan kaki di depan ruang rawat Neo, bertepatan dengan ibu mertuanya keluar dari dalam ruangan itu.
Jenna sedikit kaget melihat kedatangan sang menantu yang tiba-tiba namun wanita itu segera mengubah raut wajahnya dan menyuruh; mengusir Bastian. Jenna beralasan jika Neo dan bayinya sedang istirahat. Melihat respons dari ibu mertua, Bastian memilih menurut dan kembali lagi ke apartemen tanpa sempat melihat rupa anaknya serta Neo.
Kedatangan Bastian kali ini tidak dihalangi oleh Jenna. Wanita itu langsung menyingkir keluar, meninggalkan Bastian bersama Neo.
Bastian tidak berkedip ketika menatap sesosok bayi yang bergelung nyaman di gendongan Neo. Neo juga tampak tidak berniat untuk membuka suara. Menit demi menit berlalu dan kedua orang itu tidak kunjung membuka suara. Hingga pada akhirnya Bastian mengalah.
"Kapan lo masuk RS?"
"Kemarin," sahut Neo tanpa mengalihkan pandangan dari wajah sang anak. Cowok itu tersenyum ketika sadar bahwa Fairel sangat mirip dengannya. Tidak terdapat setitik pun persamaan bayi itu dengan Bastian seolah menunjukkan bahwa sejak di dalam kandungan, ia memang tidak diharapkan oleh salah satu orang tuanya itu.
"Dan lo nggak ngabarin gue?"
Mendengar nada suara Bastian, kening Neo sontak mengerut. Ia balik menatap Bastian dan barulah Bastian sadar betapa pucatnya wajah Neo sekarang. "Gue udah hubungin lo berulang-ulang kali dan sama sekali nggak ada balasan. Kalo gue nunggu lo kemarin, yang ada gue sama anak gue keburu ga selamat, Bas," ujar Neo sarkastik.
Bastian tampak tidak suka dengan ucapan Neo barusan, ya meski jika dipikir-pikir perkataan itu tidak sepenuhnya salah.
"Oke, gue minta maaf." Bastian pada akhirnya mengalah. "Hp gue lowbat. Lagipula kemarin gue nggak ada kabar karena gue lagi kerja. Lumayan sehari dapat lima belas juta. Cukuplah buat bayar biaya rumah sakit lo." Bastian berkata dengan nada yang sangat enteng.
Neo tidak habis pikir. Bastian tidak berniat menggendong anaknya atau bahkan melihat rupa Fairel, yang ada dominan itu kembali membahas tentang uang yang membuat emosi Neo kembali naik. Jika jahitannya sudah kering pasti cowok itu akan berteriak untuk mengeluarkan seluruh amarah dan rasa kecewa. "Nggak perlu! Seluruh biaya udah dilunasin sama nyokap gue."
Rahang Bastian mengetat setelah mendengar fakta itu. "Kenapa harus nyokap lo?! Gue mampu bayar semuanya. Lo sengaja buat gue keliatan nggak berguna di depan nyokap lo?!"
"Pikiran lo aja yang jelek, Bas. Lagipula wajar kalo nyokap gue lakuin itu, karena bagaimana pun juga gue anaknya dan ini ...." Neo menunjuk bayinya dengan dagu. "Cucunya."
Dan tanpa mereka sadari, perselisihan itu tidak sengaja dilihat Jenna yang berniat ingin masuk untuk mengambil handphone-nya yang tertinggal di sofa. Melihat interaksi antara Bastian dan Neo yang jauh dari kata harmonis membuat wanita itu semakin ragu. Jenna kembali teringat ucapan dokter kandungan yang selama ini memeriksa Neo. Dokter itu berkata bahwa selama pemeriksaan, Neo selalu datang sendiri dan terkadang ada satu laki-laki yang menemaninya. Ketika Jenna menunjukkan foto Bastian dan bertanya apakah dominan itu yang mengantarnya, dokter pun menggeleng. Setelah dicari tahu ternyata Hoshi yang beberapa kali menemani Neo untuk check up kandungan.
Untuk kali ini Jenna merasa tidak bisa tinggal diam. Apalagi sekarang sudah ada Fairel, cucunya. Jenna memilih menunggu Neo melewati tahap pemulihan dan setelah kondisi sang anak membaik, Jenna akan berbicara empat mata. Kini Jenna tidak peduli jika harus merawat anak beserta cucunya. Harta hasil kerja kerasnya selama ini juga tidak akan habis hanya untuk membesarkan serta mendidik Fairel, cucu kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love or Lust? [✓]
Romance[BXB] [M-PREG] [ANGST] Bastian dan Neo, dua orang laki-laki yang sama-sama terjerat pergaulan bebas. Mabuk-mabukan serta seks liar tidak bisa dihindari keduanya. Mereka sangat terlena dengan kenikmatan sementara hingga 'sesuatu yang tidak diharapkan...