ZAYNA SHAFIYYAH (2)

1K 43 3
                                    

Bermodalkan ilmu Agama yang baru dipelajari beberapa bulan akhirnya Zayna diterima di Pondok Pesantren yang dia coba, begitupun Heira sahabatnya mereka berdua berhasil ikut serta menjadi santri di Pondok Pesantren itu.

Tiga tahun berlalu menempuh ilmu Agama di Pondok Pesantren membuahkan hasil bagi Zayna, Zayna yang memang terkenal cerdas dan mudah menghafal ternyata selama di Pondok juga menjadi santriwati cerdas, dalam kurung waktu tiga tahun dia berhasil memposisikan dirinya sebagai juara pertama setiap tahunnya, Zayna juga berhasil menghafalkan 30 juz Al-Qur'an dengan ketekunannya menghafal, selain Al-Qur'an Zayna bahkan menghafal banyak hadist-hadist tidak jarang pula kitab-kitab tentang ilmu Agama dia kuasai isinya.

Kecintaannya yang berawal dari seorang pemuda muslim merubahnya menjadi wanita yang mencintai Islam, berawal niat untuk memperbaiki diri agar Allah SWT mempertemukannya lagi dengan pemuda itu kini benar-benar mengubahnya menjadi lebih baik. Akhirnya tibalah Zayna dipenghujung tahun di Pondok Pesantrennya, "Zay, kamu di panggil Ummah tuh, katanya temui Ummah dulu sebelum pulang" sapa Heira yang baru masuk ke kamar yang memang sedari tahun pertama menjadi kamar mereka berdua. "Ummah Maryam, manggil aku Ra, kamu serius?" dahi Zayna mengkerut sambil memandang Heira tidak percaya. "Serius Zayna, tadi juga aku deg-degan pas dipanggil enggak tahunya minta tolong panggilin kamu" jawab Heira sambil ikut memindahkan pakaian dari lemari ke dalam tasnya. "Aduh, kenapa ya Ra, aku jadi takut, perasaan aku enggak ada salah deh" raut Zayna sedikit panik akan kabar yang dibawa Heira. "Alah, palingan juga mau bahas beasiswa Zay, kan tahun ini kamu yang dapat tuh sama si Furqon" Heira menjawab sembarang, "Eh tunggu atau jangan-jangan Ummah mau jodohin kamu sama si Gus Agam lagi, dengar-dengar kan tahun ini Gus Agam pulang habis studi di Al-Azhar" sambung Heira sambil tersenyum menggoda Zayna. "Hust, mustahil Ra, orang aku bukan keturunan Ning masa iya sama speak Gus, lagian masih banyak santriwati yang lain kali" balas Zayna sambil mengenakan niqabnya. "Mustahil dari mana Zay, bisa aja kan, lagian ya aku perhatiin Ummah sering loh curi-curi pandang ngeliatin kamu, kalau soal keturunan Ning alah itu mah udah enggak berlaku Zay, terus soal santriwati lain emang ada santriwati yang lebih baik dari kamu Zay, lulusan terbaik, Hafizah, hapal banyak hadist, menguasai banyak kitab, cerdas, dan calon mahasiswa Al-Azhar lagi" Heira membicara panjang lebar. "Ah udah deh Ra aku enggak mau mimpi, lagian aku masih mau nyari pemuda yang sudah mengubah aku jadi lebih baik gini" jawab Zayna sambil tersenyum wajahnya ikut memerah mengingat pemuda yang dia temui tiga tahun lalu. "Dasar, Gus Agam kayaknya masih lebih masuk akal deh, daripada pemuda yang kamu temui tiga tahun lalu itu Zay, kenal aja enggak" Heira menggeleng-gelengkan kepala sambil memandang Zayna yang berjalan keluar dari kamar tidak peduli dengan ucapan Heira.

"Assalamualaikum Ummah" ucap Zayna sambil berdiri diambang pintu ruang tempat Ummah Maryam duduk menunggunya. "Waalaikummussalam, eh Nak Zayna, sini masuk" jawab Ummah Maryam dengan senyum ramahnya, Zayna segera menurut sambil melemparkan senyum dari balik niqabnya yang bisa digambarkan sepasang matanya yang sedikit menyipit.

Setelah meraih tangan kanan Ummah Zayna langsung memulai pembicaraan, "Ada apa ya Ummah manggil Zayna?" tanya Zayna dengan sopan, "Ummah mau ngomong sedikit serius dengan Nak Zayna, boleh?" Ummah menjawab dengan pertanyaan. "Mau ngomong serius apa Ummah, Zayna siap mendengarkan" sepasang alis Zayna mengkerut penuh tanya akan apa yang mau disampaikan oleh Ummah Maryam padanya, "Sebelumnya Ummah mau tanya, apakah Nak Zayna sudah memiliki calon?" tanya Ummah tanpa basa basi. "Apa Ummah?, calon?, Zayna bahkan belum kepikiran untuk menikah, apalagi Zayna akan mengambil beasiswa ke Al-Azhar" jawab Zayna kaku mendapat pertanyaan dadakan. "Alhamdulillah, kalau belum ada, Ummah berencana akan menjodohkan Nak Zayna dengan Putra Ummah Gus Agam, kebetulan dia sudah menyelesaikan studinya di Al-Azhar dan akan pulang, Nak Zayna tidak perlu memikirkan tentang studi Nak Zayna ke Al-Azhar kelak, jika sudah menikah Nak Zayna bisa tetap melanjutkan pendidikan disana dengan ditemani Putra Ummah jika Nak Zayna berkenan menerimanya menjadi suami Nak Zayna" ucap Ummah yang reflek membuat Zayna terdiam kaku seperti sedang berada di alam mimpi, ternyata gurauan sahabatnya Heira tadi itu adalah kenyata yang kini berhasil membuatnya kaku.

"Bagaimana Nak Zayna, apakah Nak Zayna mau coba mengenal Putra Ummah?, jika nanti Nak Zayna keberatan Nak Zayna bisa kok menolaknya" tanya Ummah Maryam karena tidak mendapat respon apa-apa dari Zayna yang hanya terdiam kaku. "Anu Ummah, baiklah tapi Zayna juga harus bicara dengan orang tua Zayna dulu" jawab Zayna kaku dan terbata-bata. "Begini Zayna, Ummah berencana memperkenalkan Putra Ummah dulu pada Zayna, jika nanti Zayna merasa cocok kami akan datang baik-baik ke rumah Zayna untuk melamar Zayna di depan orang tua Zayna, bagaimana?" tanya Ummah yang tentunya membuat Zayna salah tingkah. "Baiklah Ummah kalau begitu, Zayna siap untuk mengenal Gus Agam terlebih dahulu" jawab Zayna mengabulkan permintaan Ummah Maryam yang lebih tepatnya disebut perintah.

"Alhamdulillah, Ummah tahu Zayna tidak akan menolak permintaan Ummah, oh iya ini Zayna bisa lihat foto Putra Ummah dulu, setelah ini datangkan ke lapangan Pesantren hari Senin nanti karena hari itu adalah kepulangan Gus Agam" ucap Ummah Maryam sembari menyodorkan selembar foto pada Zayna, dan diterima oleh Zayna dengan tangan sedikit gemetar.

"Pemuda ini" bisik Zayna pada dirinya sendiri, matanya yang berwarna hitam pekat membulat, sepasang alisnya terangkat. Selembar foto yang sedang dia pegang itu berhasil mencuri seluruh fokusnya, dalam foto itu bisa dilihat seorang pemuda dengan baju kokoh hitam dan sarung hitam sedang berdiri kaku, pemuda itu berfoto dengan berlatarkan bandara. Pemuda yang berdiri kaku dalam foto itu adalah pemuda yang menjawab hamdalanya sekitar 3 tahun lebih yang lalu saat dirinya masih mengenakan seragam putih abu-abu yang menampakan aurat, pemuda yang rencana akan dia cari setelah keluar dari Pondok Pesantre itu, pemuda yang berhasil membuatnya mencintai Islam. Sebuah senyum terukir dibalik niqab Zayna, bagaikan doa yang terjawab pemuda yang berhasil membuatnya jatuh cinta pada Islam itu akhirnya akan dijodohkan dengan dirinya, tiga selama tiga tahun yang tidak sia-sia.

"Kenapa Nak Zayna, apakah Nak Zayna tidak tertarik dengan Putra Ummah, itu foto Gus Agam tiga tahun lalu sebelum dia berangkat ke Al-Azhar, Ummah yakin pas pulang nanti dia pasti sudah banyak berubah karena sejak keberangkatnya dia enggak pernah pulang, Ummah bahkan takut nanti kalau ketemu udah enggak kenal lagi sama Putra Ummah sendiri" jelas Ummah yang heran saat melihat reaksi Zayna melihat foto Gus Agam.

"Eh enggak apa-apa Ummah, Insya Allah hari Senin nanti Zayna sempetin datang ke Pondok" jawab Zayna dengan tersenyum sambil mengembalikan selembar foto yang sempat membuatnya bahagia. "Alhamdulillah, Ummah senang dengan jawaban Zayna, Ummah tunggu ya hari Senin nanti" Ummah tersenyum puas karena kesanggupan Zayna. "Ya sudah kalau gitu Zayna pamit dulu ya Ummah" Zayna bangkit dari tempat duduknya sambil meraih tangan Ummah dan mencium punggung tangannya. "Oh iya Nak, hati-hati ya nanti pulangnya" jawab Ummah sambil mengelus lembut kepala Zayna yang menunduk mencium tangannya, "Iya Ummah makasih, Assalamualaikum" salam Zayna sambil mengangkat kepalanya lalu melemparkan senyum pada Ummah, "Waalaikumussalam" jawab Ummah memnbalas senyum Zayna.

Hari Senin yang ditunggu telah tiba, Zayna duduk bersama beberapa satri dan alumni, Heira ikut duduk di samping Zayna sambil celingak-celinguk melihat ke sekelilingnya. "Aduh, kok malah aku yang deg-degan ya mau lihat sama calonmu Zay" ucap Heira lebih heboh daripada Zayna. "Hust diam ah Ra, entar didenger sama yang lain lagi, kita tungguin aja" tegur Zayna yang sedikit risih akan ucapan Heira ditengah-tengah santri. "Eh itu dia Zay" ucap Heira hampir teriak sambil menunjuk ke arah Gus Agam yang berjalan sambil menunduk, Zayna yang mendengar ucapan Heira segera memandang ke arah yang ditunjuk Heira.

Semenit dunia terasa berhenti, mata Zayna jelas mengenal sosok yang berjalan sambil menunduk itu, dia adalah pemuda yang berhasil membuatnya jatuh hati pada Islam, pemuda yang tiga tahun lalu sempat beradu pandang sejenak dengannya, meski hanya sejenak Zayna jelas mengingat dengan jelas tatapan menenangkan milik pemuda itu dan tatapan itu lah yang berhasil membuat hatinya jatuh.

Sebuah senyum manis terukir dibalik niqab Zayna, tanpa dia sadari wajahnya sedikit memerah daripada biasanya, dia merasa sedang berada diujung doanya dimana doa itu lekas dikabulkan oleh Allah SWT, penantiannya dalam memperbaiki diri selama tiga tahun akhirnya menemukan Tuannya, "Terima kasih ya Allah SWT, atas nikmat yang engkau berikan pada hamba yang kecil ini" bisik Zayna sambil merasakan dadanya yang berdebar tidak karuan.

"Dulu aku jatuh hati padanya

Lalu ku simpan baik-baik rasaku

Hingga akhirnya takdir mempertemukan kami kembali"

-Zayna Shafiyyah-

AR-RAHMAN BUKAN UNTUK JASMINE (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang