#9

37.6K 2.8K 14
                                    

Hai..... Aku update lagi... Mumpung cuti.... Hehehe... Lagi gak diuber kerjaan .... Makanya bisa ngelanjutin ceritanya...

Gimana sama cerita ini? Sudah pada bosen sama alurnya? Atau aku bikin ceritanya, alurnya terlalu lambat??

Oke.... Baca deh lanjutannya... Semoga suka...

-----------------------

AUTHOR POV.

"Kamu jangan keras kepala, Jo!" ujar Devan menatap putranya yang ia tau masih belum sepenuhnya bisa menerima kehadirannya lagi sebagai ayah.

"Jangan memaksa, Tuan Devan," suara dingin Jo membuat Clarissa bergidik.

"Ini untuk kebaikanmu, Jo," suara Devan merendah, ia berusaha mengendalikan kejengkelannya.

"Aku tidak butuh perhatianmu, Tuan Devan," sinis Jo membantah ayahnya.

"Tolonglah, Jo. Jangan bersikap seperti ini. Kamu masih mempunyai tanggung jawab," wajah Devan terlihat lelah.

"Oke, oke, semuanya tanggung jawabku sekarang," Jonathan memijit kepalanya. Rasa pusing menderanya begitu kuat.

Clarissa menghampiri Jo dan berusaha menenangkannya.
Lalu Clarissa menoleh pada Dokter Oscar.
"Apakah bisa rawat jalan saja, Dok?"

"Sebenarnya bisa saja, tapi kebanyakan orang tidak akan bisa benar-benar beristirahat jika dirawat di rumah," sahut Dokter muda itu tersenyum maklum.

"Pa, biar Clarissa yang merawat Jo. Clarissa akan pastikan Jo beristirahat dengan benar," Clarissa memandang Devan memohon pengertian.

Devan tampak menghela nafas panjang. Ia.menatap Clarissa lama sebelum akhirnya mengangguk pasrah.

"Baiklah, Ris. Tapi kamu juga tidak boleh terlalu capek. Ingat kandunganmu," Devan mengingatkan Clarissa.

Clarissa mengangguk patuh. Lalu menoleh pada Jo yang masih berbaring sambil sesekali memijat kepalanya yang pusing, mengambil handuk kecil yang menempel di dahi Jo.
Air di baskomnya sudah dingin. Ia harus menggantinya.
Clarissa permisi keluar untuk mengambil air panas yang baru.

"Dasar keras kepala! Apa kamu tidak kasihan melihat Clarissa merawatmu sementara kondisinya sendiri sedang hamil dan seharusnya dialah yang butuh diperhatikan? Di mana akalmu, Jo?" hardik Devan setelah Clarissa keluar dari kamar itu.

Jo terdiam. Sejujurnya, ia tidak ingin Clarissa merawatnya. Justru ia ingin menjaga, merawat dan memastikan keadaan Clarissa baik-baik saja. Ia tidak ingin Clarissa kenapa-napa. Cukup kecemasannya semalam saat mengetahui perempuan itu tidak berada di rumah, membuatnya tidak berhenti memikirkan keberadaannya karena Jo tidak tau apa-apa tentang istrinya itu.
Tapi Jo juga tidak ingin menerima bantuan ayahnya. Ayah yang sudah mengecewakannya, yang sebenarnya sangat ia rindukan. Ayah yang ia butuhkan keberadaannya disisinya, tapi sudah dengan egoisnya membuangnya ke panti. Membuatnya harus mengalami masa kecil yang pahit. Menjadi ejekan karena semua temannya mengoloknya anak haram, kecuali tentu saja Bram dan Vienetta. Ia membenci ayah yang sudah membuangnya, tapi sekaligus ia juga mencintai laki-laki tua itu. Ia hanya ingin membuktikan, bahwa ia bisa menghidupi dirinya sendiri. Bahwa ia lebih baik daripada saudara-saudara tirinya. Bahwa ia berhak mendapatkan pengakuan sebagai anak yang sebenarnya, bukan hanya sebagai penutup aib!

Sincerity of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang