Empat

273 32 12
                                    

Jangan lupa untuk follow akun ini, niscaya kamu tidak akan menyesalinya. Wkwkwk....

****

Jangan lupa tinggalkan komentar dan Vote, ya!

Terima kasih sudah nunggu dan mau baca cerita aku🍇💚

****

💮 Kamis, 25 April 2024 💮

***🌸***

Pagi itu, Kim Leo berdiri di sebuah pohon sembari mengintip panti asuhan.

Remaja laki-laki itu tersenyum-senyum tanpa alasan. Hingga tidak lama, seseorang keluar. Seorang perempuan dengan rambut pendeknya.

Kim Leo semakin dibuat senang. Pasalnya yang keluar adalah Ahn Zuu.

Remaja itu melihat Ahn Zuu yang sedang membuang sampah. Setelah itu Ahn Zuu tidak kembali masuk ke panti asuhan melainkan berjalan pergi.

Kim Leo tidak tau remaja itu akan pergi kemana.

Dengan segala keberaniannya, meski remaja itu malu-malu. Dirinya mencoba untuk mendekati Zuu.

"Kamu mau pergi kemana?" tanya Kim Leo.

"Leo-ya?"

"Aku ingin ke toserba."

"Apa kamu bekerja hari ini?"

"Aku bekerja nanti sore."

Keduanya berjalan bersamaan.

Ahn Zuu melihat Leo yang rapi dengan baju olahraga.

"Kamu akan pergi berlari?"

Leo mengangguk. "Ya. Biasanya jika libur seperti ini, aku akan berlari mengelilingi taman."

"Bagaimana jika aku ikut?" ujar Zuu.

"Benarkah?"

Zuu mengangguk. "Aku ingin belajar berlari lebih cepat lagi, apa kamu mau mengajari ku?"

Kim Leo tanpa pikir panjang mengangguk setuju. Remaja laki-laki itu sepertinya begitu tertarik dengan Zuu.

Sejak pertama bertemu dengan Zuu beberapa hari lalu. Kim Leo merasa harinya terasa berbeda.

Keduanya berjalan bersamaan. Zuu biasa saja. Sedangkan Kim Leo terlihat jelas gugup dan malu-malu.

"Kita harus memulainya sekarang. Sekarang kejar aku!" Kim Leo berlari terlebih dahulu secara tiba-tiba, membuat Zuu terkejut.

"Hei! Leo-ya!"

"Kejar aku!!" Kim Leo berharap Zuu berlari mengejarnya.

Remaja perempuan itu menggeleng dan tersenyum. Benar saja, remaja perempuan itu berlari mengejar Kim Leo.

Keduanya berlarian di trotoar jalan.
Kedua remaja itu saling menebar senyum satu sama lain.
Senyum keduanya begitu cerah, secerah cuaca pagi itu.

****

"Hei! Kenapa kamu hanya melihat makanan mu? Makan. apa kamu tidak lapar?" ujar Shim Wain. Mulutnya penuh.

"Aku sudah sarapan."

"Kamu harus memakannya lagi."

Shim Wain baru pulang dari pekerjaannya yang melelahkan sebagai seorang polisi. Laki-laki itu sudah memiliki istri dan anak. Meski begitu, Wain tetap terlihat seperti seorang bujangan yang belum menikah.

Laki-laki itu membeli sarapan di toserba dan membawanya ke studio foto Kim Zayyan.

Studio itu sepi seperti biasa. Meski sudah buka sedari tadi.

"Zayyan-ah. Bagaimana jika kamu pergi saja ke Indonesia. Meski aku tidak rela. Namun, hidup berdua di negara ini pasti menyulitkan mu." ucap Shim Wain.

Zayyan hanya diam.

Laki-laki itu hanya diam.

Shim Wain mengeluarkan kertas berisikan alamat tempat tinggal ibu Kim Zayyan yang dirinya dapatkan dengan susah payah.

"Kim Leo meminta bantuan padaku untuk melacak alamat tempat ibu mu berada." terang Shim Wain.

Kim Zayyan terkejut.

"Aku tidak tega dengannya. Dirinya pasti merindukan sosok ibunya."

"Wain, kamu belum memberi tau Leo, 'bukan?"

Wain mengangguk. "Belum. Aku pikir lebih baik aku menunjukkannya padamu."

Zayyan mengambil kertas itu dan menyimpannya segera.

"Wain. Jangan katakan apapun ke Leo. Katakan saja kamu belum bisa melacaknya dan itu tidak mudah. Katakan seperti itu."

Wain bingung.

"Mengapa? Kamu akan menutupi semua ini sampai kapan?"

"Zayyan-ah. Leo sedang dalam kondisi labil di usianya. Kamu tau apa yang sempat Leo perbuat? Dia tidak dapat menahan emosinya. Dirinya butuh sosok penenang." jelas Shim Wain.

"Kamu juga lupa saat kamu seusianya?"

Keduanya berbicara begitu serius setelah sekian lama.

"Wain. Ibuku tidak ingin kami menyusulnya. Dia ingin bekerja dengan fokus disana, setelah itu dirinya ingin kembali jika semua yang terjadi 10 tahun lalu telah selesai."

"Dia berkata, bahwa aku dan Leo akan kesulitan untuk tinggal disana. Lagipula, kami lahir dan tumbuh di Korea. Semuanya tidak semudah itu."

"Aku juga tidak berniat meninggalkan tempat ini. Aku tidak berniat untuk meninggalkan ayah ku juga."

Shim Wain terdiam.

"Apa kamu masih terjebak kejadian 10 tahun lalu?" tanya Wain.

Tiba-tiba pintu terbuka menemukan satu pelanggan.

"Sajangnim."

"Ya!"

Kim Zayyan memilih untuk mengabaikan Shim Wain dan menyambut pelanggan pertamanya hari ini.

Shim Wain melihat Zayyan dengan tatapan sedih.

****

Anggap cerita nggak jelas Aku ini sebagai hiburan aja, ya.

***

Terima kasih 💚

Adik Berandalan || Leo ft Zayyan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang