EPISODE 5

12 5 0
                                    

"Wahh ramai sekali" Aku menatap takjub pemandangan didepanku.

Lampu-lampu bergelantungan disepanjang jalan, banyak orang yang memakai pakaian mencolok sedang tertawa dan bercanda, para penjual terlihat semangat memamerkan dagangannya.

"Bersyukurlah ayahku tidak sedang berada diistana." Pangeran sepertinya masih khawatir setelah menipu pra penjaga untuk bisa keluar.

"Setidaknya anda sudah pernah menikmati keramaian ini sebelum dipenggal mati." kataku dengan tenang.

Aku bisa melihat tatapan kesalnya, itu lucu sekali seorang pangeran muda dengan wibawa bangsawannya tengah cemberut dan menyatukan alisnya. Benar juga, meski seseorang disampingku ini adalah seorang pangeran tak ada yang menyadarinya mungkin karena tak ada yang pernah melihatnya.

"Disana ada penjual lampion mari kita beli dan menerbangkannya, Pangeran." aku menunjuk salah satu penjual lampion dan menarik tangannya.

"Akan terjadi masalah jika kau memanggilku Pangeran ditempat ini." Meski begitu dia tetap mengikutiku.

Tibalah kami didepan penjual lampion.

"Pilihlah salah satu lampion ini dan tulis harapan anda kepada Dewa Matahari, nona." ucap sang penjual.

"Apakah harapanku akan terwujud?" tanyaku antusias.

"Tentu saja, lampion ini akan membawa harapan anda kepada Dewa Matahari."

"Kalau begitu, aku beli satu. Bagaimana dengan anda, Pang-?" Aku akan membuat bola matanya keluar jika meneruskannya.

"Aku tidak tertarik."

"Harganya lima keping perak."

Aku menatap Pangeran.

"Apa? Jika kau berharap aku akan membayarnya lupakan saja aku tidak membawa satu keping perakpun." ucapnya membalas tatapanku.

Mataku membola mendengarnya, "anda bercanda? Lalu bagaimana kita membayarnya?"

"Kalian tidak punya uang? Pakaian saja yang layaknya bangsawan tapi bahkan satu keping perak saja tidak punya." ucap sang penjual dengan nada meremehkan.

Terlihat Pangeran tidak suka mendengarnya, "lupakan saja lampion itu, akan kuberikan ribuan saat kita kembali."

"Tidak bisa, itu akan berbeda jika membelinya disini." Aku benar-benar menginginkan lampion itu entah kapan lagi ada kesempatan seperti ini. Maka kusatukan tangan, "tolonglah tuan, tidak bisakah kau mengasihani kami untuk kali ini saja? Sungguh aku akan menggantinya dengan ribuan keping jika perlu, orang disampingku ini lebih kaya dari yang bisa kau bayangkan."

Penjual itu terlihat berfikir dengan menatap Pangeran dari ujung rambut hingga sepatunya, "hmm, baiklah akan kuberikan lampion ini sebagai gantinya berikan sepatu yang dipakai kekasihmu."

"Sepakat." langsung saja ku setujui kesepakatan ini tanpa melihat raut tidak terima dari Pangeran.

"Aku tidak setuju, sepatu ini harganya lebih dari 10 keping emas jauh sekali dari harga lampion itu." Pangeran memundurkan langkahnya, menjauhkan sepatunya.

Aku mendekat kearahnya dan berbisik, "Jika anda tidak memberikan sepatu itu, saya akan meneriakkan bahwa anda adalah Pangeran Muda Kekaisaran Ayrus."

"Kau berani mengancamku?"

Aku menyeringai licik, "tidak, hanya membuat kesepakatan."

Dengan wajah yang menahan kesal, Pangeran akhirnya melepas sepatunya.

Kami pun pergi dengan aku yang membawa lampion itu penuh kemenangan.

"Anda bisa duduk disini, saya akan mencarikan sesuatu yang bisa kaki anda pakai." Melihatnya berjalan tanpa alas kaki membuatku merasa bersalah.

"Setelah mengorbankan sepatuku, kali ini kerugian apa yang akan kudapatkan." Dia benar-benar sangat marah saat ini. Apa aku sudah keterlaluan?

"Saya akan segera kembali, Pangeran."


***


Setelah berhasil mendapatkan alas kaki dengan sangat bersusah payah, aku kembali menemui Pangeran. Belum sempat aku mendekat, terlihat seorang gadis kecil tengah menghampiri Pangeran dan ingin memberikan sesuatu. Suasana hatinya saat ini sedang kacau akan menjadi masalah jika dia meluapkan emosinya didepan gadis kecil itu.

Aku akhirnya memutuskan untuk mendekat, "hai gadis manis siapa namamu dan apa yang sedang kamu lakukan disini?"

"Namaku Bi. Aku kasihan melihat kakak ini tanpa alas kaki di cuaca dingin, jadi aku ingin memberikan nasi kepal yang masih hangat ini untuknya." Lucu sekali. Gadis kecil dengan rambut terurai, menggunakan kedua tangannya untuk memegang sebuah nasi kepal yang masih hangat.

"Manis sekali. Apa ini sungguh untuk kakak itu, Bi?" tanyaku dengan menatap Pangeran yang memberikan raut kesal.

Bi mengangguk dengan semangat.

"Sebenarnya kakak ini memang sedang lapar, bahkan dia tidak punya cukup tenaga untuk menerima nasi ini. Jadi aku yang akan mengambil ini untuknya." Aku mengambil nasi kepal itu dari tangannya. "Terimakasih, Bi."

Setelah nasi kepal itu hilang dari tangannya, Bi berlari pergi.

"Berani sekali bocah itu menganggapku pengemis."

Benar juga, seorang Pangeran muda di kira pengemis oleh rakyatnya sendiri. Siapa yang tidak kesal? Tanpa sadar aku tertawa kecil memikirkannya.

"Kau mentertawakanku?" Tanggap sekali orang ini.

"Mana mungkin saya berani. Tapi lihatlah, saya berhasil menemukan alas kaki yang untuk Pangeran." Kutunjukkan alas kaki sederhana yang tidak sampai menutupi kaki dengan sempurna dan bahan yang sedikit kasar.

"Apa ini? Kau berharap aku memakainya?" ucap Pangeran menatap tak minat sepatu yang kubawa.

"Setidaknya tidak akan ada yang mengira anda pengemis lagi." Mendengar ucapanku, ia memakai alas kaki itu dengan terpaksa.

Aku membagi nasi kepal ditanganku menjadi dua bagian dan menyerahkan salah satu bagiannya kepada Pangeran.

Dengan berat hati Pangeran menerimanya. Aku tau dia pasti sangat kelaparan hingga mau memakannya.








Miracle4714, 22/04/24

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AYRUS {The Legend Of Last Stone}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang