17

836 51 2
                                    

"woahh...." Leon berjingkrak-jingkrak, udara dingin bukan penghalang dan kini dia bebas memainkan tumpukan salju di atas permukaan aspal beku.

"Pond..."

Sosok lelaki tegap nampak tersenyum kecil, merasa bahagia saat rasa haru itu jelas terlihat dari raut pujaan hatinya. "Karnaval tahunan di jembatan ibu kota" cicit Pond "berjanjilah untuk ke tempat ini lagi bersamaku di tahun depan"

Phuwin memegang pembatas jembatan, seantero tempat itu penuh dengan lautan manusia yang memainkan salju. "Sekarang aku benar-benar tidak bermimpi, aku berdiri di tempat ini"

"Humm..." Pond menautkan jemari mereka, ujung-ujung jarinya memainkan rambut legam si manis "bagaimana bisa takdir hidupku seindah ini Phu?"

"Aku juga, aku tidak tau tuhan menyiapkan ini untuk ku"

"Mommy... Daddy..." Leon berseri, menyamai tangan sahabat baru mendatangi orang tuanya.

Phuwin tersenyum gemas dan mengangguk "bermainlah, jangan terlalu jauh"

"Khab..." meluncur sudah bocah kecil itu dengan peralatan salju nya.

Pond tertawa memegang erat pinggang Phuwin sambil menyandarkan kepalanya ke kepala si manis. "pulang dari sini, ayo berkencan"

"Berkencan? Bertiga?"

"Leon di titip di rumah kakek dan nenek dulu yah"

Phuwin menggeleng-gelengkan kepalanya maklum dengan sikap lelaki itu "baiklah, nanti kita titipkan Leon sebentar di rumah mereka"

"Titip sehari yah, malam ini aku ingin tidur berdua denganmu saja Phu..."

"Terlalu banyak mau,, baiklah terserah"

Pond girang, memeluk erat si manis dan mencium puncak kepalanya.

.
.
.
.
.

"Kenapa Leon di tinggal disini?"

Phuwin memasang wajah masam, melirik sebentar pada Pond namun lelaki itu hanya bersiul menatap langit-langit.

"Leon hanya sehari saja kok, Kakek dan nenek merindukan Leon"

Si kecil cemberut, pulang dari karnaval musim salju tahunan terlalu cepat, dia belum puas berkenalan dengan lelaki manis kecil yang di temui tadi, dan sekarang Daddy dan Mommy nya akan meninggalkannya dirumah kakek nenek. "Ishh... Tidak mau..."

"Memangnya Leon tidak kasihan pada kakek yang sudah sangat rindu pada Leon?" Pond mencoba membujuk, menggendong anaknya dan memasang wajah sedih.

"Yah... Kasihan..."

"Lalu, kenapa Leon tidak mau tinggal sehari saja?"

"Humm... Baiklah" sosok kecil itu melemas "besok jemput Leon yah..."

"Iya.. Daddy janji, besok akan menjemput Leon disini, okeyyy?"

Akhirnya mereka sepakat, Leon berlari dari pelukan Daddy nya ke arah teras rumah besar mengetuk pintu. Tak lama kemudian pria tua ada disana nampak sangat bahagia serta riang, menggendong Leon dengan sangat perhatian.

Pond dan Phuwin menyempatkan diri untuk mampir sebentar kemudian pamit, tak lupa berjanji bahwa besok akan kembali menjemput sang buah hati. Nampak hari ini akan lebih leluasa, karena Leon tak ada di tengah-tengah mereka.

Pond bersiul riang sepanjang perjalan di mobil, sesekali menengok ke belakang dan tertawa geli "biasanya dia akan memberontak dan minta naik di pangkuan mu"

"Ada-ada saja..." Phuwin menggeleng.

"Sainganku sudah tersingkir"

"Tapi, bagaimana jika Leon menangis karena rindu pada kita malam nanti?"

"Jangan terlalu khawatir, sayangku. Fokus saja menikmati waktu kita bersama, oke?"

"Baiklah..."

"Jadi, ke mana kita akan pergi sekarang? Apa ada tempat spesial yang ingin kau kunjungi?"

"Sebenarnya tidak spesifik" Phuwin tersenyum simpul "mengunjungi tempat yang menyenangkan dan menghabiskan sehari penuh hanya untuk berkencan, kurasa kita harus melakukannya"

Pond tak bisa menahan senyum, memutar setir mobil dan bersiul riang sepanjang jalan. Bukankah tuhan telah membentangkan jalan untuk menuai kasih sayang terindah, kini hanya menjalaninya dengan rasa syukur. Jemarinya menelisik, masuk dan bertautan dengan milik sang pujaan hati. "Apa dulu kau pernah berkencan?"

"Tidak"

"Jadi, ini kencan pertama"

"Humm" Phuwin mengangguk.

"Maka ini akan jadi kencan pertama mu" tawa riang menyelingi ucapan itu, Pond tersenyum lebar "Phuwin akan jadi orang terakhir yang akan kutemani berkencan, tak ada orang lain lagi setelah ini"

"Hidup masih panjang Pond—

—Tak ada yang bisa memberikan janji di atas kemungkinan, tapi aku bisa" ucapan itu yakin, sekilas membuat pipi si manis memerah. Pond terkekeh "sayang, percayalah, tak ada cinta setulus cintamu, dan aku pun tak percaya bisa mendapatkannya"

"Kadangkala rasanya semua ini hanya mimpi"

"Humm... Mimpi" Pond menepikan kendaraan di tepi jalan "dan sekarang aku tak ingin terbangun dari tidurku"

Mereka turun dari mobil, Phuwin tersenyum lebar. Tempat ini cukup santai, kedai luas di keramaian pinggir jalan memang tak pernah gagal menyuguhkan pemandangan indah.

Pond menggenggam tangannya, mengajak masuk ke salah satu tempat ternyaman di sana. Mengapa rasanya benar-benar membahagiakan? Apakah orang yang jatuh cinta selalu sebahagia ini?

"Makan cemilan manis di pinggir jalan, menggenggam tanganmu sampai di halte bus" Pond memekik "duduklah pujaan hatiku, mau makan apa sekarang?"

"Ice cream" masih belum hilang wajah kagum itu, Phuwin menatap kanan kiri.

"Tunggu disini yah..."

Anggukan darinya membuat sang lelaki pergi, dia tak pernah tau ada tempat se unik ini di kota kelahirannya. Lebih tepat jika dibilang bahwa selama ini dia tak pernah punya waktu untuk berkeliling kota, dan pasti kondisi kesehatannya tak memungkinkan.

Besok harus kontrol dulu ke dokternya, bukankah dia sudah menghabiskan semua obat untuk minggu ini.

"Sayang... Ice cream nya"

Si manis mengangguk, mengambil cup ice cream dan menyicipinya "sejak kapan kedai ini ada?"

"Sebelum kita lahir, mungkin" Pond tertawa "kau tak pernah berkeliaran di daerah ini?"

"Tidak"

"Yah... Pantas saja tidak lihat"

"Aku bahkan kaget, di jalanan utama ada space besar tempat kedai kalan berjejer"

"Sayangku..." Pond menarik tangan Phuwin menciuminya berkali-kali "benar-benar menggemaskan"

"Memanglah, aku memang menggemaskan"

"Hiduplah lebih lama lagi"

Phuwin termangu, mengatupkan bibir serasa ice cream itu hambar sekarang.

"Sayangku..." Pond menghela nafas panjang, menutup matanya dengan menjadikan telapak tangan si manis sebagai sandaran "hiduplah lebih lama, kita belum pergi berdiri di bawah menara Eiffel, kita belum tidur di atas hamparan rumput di kincir angin. Dan kita belum menyaksikan pertunjukan kembang api saat pergantian tahun di New York city"

Phuwin merasakan matanya memanas, sakit sekali rasanya saat pria tampan itu mengucap kata yang jelas ia tulis di buku hariannya. "Pond..."

"Aku akan menambahkannya, kau harus hidup lebih lama lagi, karena kita akan menua bersama. Menyaksikan satu persatu keajaiban terjadi lagi, kau dan aku, Leon dan keluarga kecil kita" Pond berbisik dengan jelas "hiduplah lebih lama lagi..."

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Gilak BWS Karam gw ampe gk smngat nulis lagi cok😭😭😭😭😭😭😭😭😭

Wishes And Dreams [Pondphuwin]18+[END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang