1.

1.9K 104 8
                                    

Rumah kecil di jantung kota Warrington yang sangat ramai itu terlalu dingin untuk tempat tinggal sebuah keluarga dengan empat anggota di dalamnya.

Gelap, dingin, tak ada kehangatan apapun, apalagi kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh dua orang ana kecil yang duduk meringkuk di ujung ruangan.

"Ke-napa mama dan papa berteriak?" tanya salah seorang dari anak lelaki itu.

Pelukan dua anak lelaki itu makin mengerat setiap kali telinga mereka mendengar suara barang pecah karena dilempar, suara makian, bahkan suara tangisan dari ibu mereka.

Prang!

Brak!

"Tenang, aku di sini kak." Si anak lelakiku yang lebih muda itu mengusap punggung kakaknya yang bergetar.

"Apa papa melukai mama, choo?" tanya si sulung sambil menatap wajah adiknya yang sangat mirip dengan wajahnya.

Mereka, kembar. Kembar identik dengan wajah mirip yang sulit dibedakan.

Si muda yang bernama Jericho itu menggeleng. "Aku tidak tahu, Kak Miah."

Miah. Nama kakak kembar Jericho adalah Jeremiah. Miah dan Choo hanyalah panggilan sayang mereka satu sama lain.

Di malam itu dan di malam malam sebelumnya hal ini sangat sering terjadi. Keributan dan kegaduhan yang diciptakan oleh kedua orang tua si kembar. Bahkan tak jarang di saat malam pertengkaran itu mereka tak diberi makanan.

"Lapar..." Jeremiah ber-cicit.

Tangan dengan jemari mungilnya mengelus perut ratanya. Bahkan saat Jericho ikut menyentuh perut kakaknya, dia bisa merasakannya tulang tulang rusuk Jeremiah.

Mereka sangat kurus.

"Kakak aku akan ke dapur-"

"Jangan Choo..." Jeremiah menahan tangan Jericho yang akan pergi.

Anak lelaki itu menggeleng. Mata bulatnya menyiratkan rasa takut dan kegelisahan yang begitu kental. "Jangan ke luar," cicit Jeremiah dengan suara sangat pelan. Lalu dia kembali menarik tangan adiknya untuk duduk di sampingnya lagi.

"Tapi kakak lapar." Jericho berkata. Dia tak bisa melihat kakaknya kelaparan. Walau tak bisa dipungkiri, jika Jericho sama kelaparannya dengan Jeremiah.

"Jika kau keluar papa akan memukulmu juga nanti." Jeremiah menggeleng lalu memeluk lengan adiknya. "Aku tak mau kau mendapat luka baru, Choo." Jeremiah mengelus perut Jericho. Di sana masih ada luka yang sedikit basah terbalut kain bekas.

Luka itu cukup dalam dan Jeremiah bahkan bisa merasakan sakitnya hanya dengan melihatnya.

Kemarin ketika Jeremiah merengek kelaparan, Jericho nekat keluar dari kamar kecil mereka dan meminta makanan kepada ayah dan ibunya, tapi Jericho berakhir dengan di tendang lalu di sayat dengan pisau tumpul.

Saat itu Jericho kembali ke kamarnya tanpa makanan apapun dan hanya luka menyakitkan yang ia bawa.

Jeremiah menangis seharian setelah melihat luka Jericho, anak lelaki itu bahkan sampai demam dan Jericho harus menjaga kakak kembarnya sampai di pagi berikutnya.

Orangtua? Mereka tak pantas di sebut orangtua. Tak ada belas kasih apalagi rasa kasih sayang di dalam diri mereka untuk anak yang berasal dari biji dan benih mereka sendiri.

"Tutup telingamu kak, tutup matamu, dan tidur saja..." Jericho menarik Jeremiah ke dalam posisi berbaring.

Sepasang saudara kembar itu saling memeluk. Di malam dingin dengan keadaan perut kosong kelaparan, keduanya lelap dalam tidur di atas tikar kayu yang sama sekali tak memberikan kelembutan kepada kulit muda mereka yang sensitif.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(BL) Obsession For Disabled LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang