Curse 00: PROLOG

15 5 7
                                    

SEMBURAN napas naga api menyerbu ke segala arah. Tempat dengan minim pencahayaan itu sekarang hanya menyisakan abu dan kesunyian yang sedikit mencekam.

Jikalau ada hari paling sial dan hari paling ekstrem, Violy akan menobatkannya hari ini. Tubuhnya menggigil ketakutan dengan napas menderu hebat dibalik batu raksasa. Netra cokelatnya sesekali mengintip keberadaan naga dengan tubuh berlapis emas yang tengah mengamuk di depan sana.

Gadis itu tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Dia tidak memiliki kekuatan dan tenaga untuk melawan makhluk ganas tersebut. Tenaganya sebagian sudah terkuras habis akibat berkelana di tempat antah-berantah yang dia injak sekarang.

"Gimana sekarang, Ro? Lo seharusnya bisa handel makhluk itu. Lo penyebab gue ada di sini!" Violy melirik ke sebelahnya.

Anak lelaki dengan rambut hitam legam dengan potongan overcutt itu mendengus kesal. Netra hitamnya balik menghunus manik gadis di sebelahnya.

"Gara-gara gue? Kenapa jadi nyalahin gue? Jelas-jelas ini salah lo karena udah ngelanggar aturan di pohon sakral itu!"

"Ya. Tapi, ini juga salah lo! Lo waktu itu cium pipi gue! Jadi, ya, nggak salah kalau gue ngelanggar aturan di sana." Violy membuang muka. Dia kembali mengintip makhluk buas yang ada di depan sana.

Naga dengan tubuh berlapis emas itu terus mengamuk, seakan energinya tidak pernah habis sebelum dirinya berhasil menemukan dua bocah yang berhasil membangunkannya tanpa sopan beberapa menit lalu.

"Ini salah lo, Ro! Kalau waktu itu lo nggak cium pipi gue, kita nggak akan jadi kek gini." Violy berkata dengan wajah tanpa minat menatap Xero.

Xero tak langsung membalas ucapan gadis itu. Dia berdiri, menampakkan kepalanya guna melihat naga yang sedang mengamuk di sana.

"Anjir. Kalau kita kena itu semburan, bisa-bisa langsung tewas ditempat kita." Xero mencibir seraya kembali duduk dibalik raga batu besar.

"Sori. Tapi waktu itu gue nggak sengaja. Kepleset. Tapi, kalau lo mau lagi. Bisa kok gue lakuin sekarang." Xero menatap Violy, mengangkat satu alis tebalnya.

Blush. Pipi Violy memanas. Entah kenapa kalau dirinya berada di dekat masa lalunya itu tubuhnya merespons dengan tak wajar--mudah salah tingkah.

"Najis."

"Dih, najis. Pipi lo aja merah, tuh. Mantan malu-malu banget, sih. Lagi salting, ya?"

"XERO! Udahan bikin gue kek gini, Babi. Tubuh gue makin menyusut sialan!"

Andai waktu itu Violy dan partnernya itu, Xero, tidak melanggar aturan yang terkandung dalam pohon harapan. Mungkin saja, mereka berdua tidak akan mendapat kutukan dan terdampar ke tempat antah-berantah seperti sekarang. Nyawa mereka terancam. Raga dan jiwa mereka terombang-ambing di tanah asing. Kutukan aneh perlahan-lahan melahap, menggerogoti, menyergap raga keduanya.

"Gue pengin balik. Gue pengin balik!"

••••••

Curse Of The Wishing TreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang