-🌤-
.
.
Terkadang sesuatu terjadi begitu saja tanpa tahu apa maksud dan hikmahnya. Dijalani, namun tak paham ke mana tujuannya. Tapi nanti, disaat sudah lama berjarak, pelajarannya baru dimengerti, 'oh ini maksud yang waktu itu ternyata ya'.
Juga terkadang, ada beberapa yang meski telah dijalani, selalu ditekuni, hari-hari terus dihadapi, tetap sampai kapan-kapan pun tak pernah dipahami. Maka cukup percaya saja, hidup itu milik Allah, pasti sudah diatur sebaik-baiknya. Karena memang, tak semuanya harus dimengerti oleh akal dan perasaan manusia.
Untungnya bagian terbaik mempercayakannya kepada Allah adalah, mustahil bagi Allah menciptakan kehidupan hamba-hambaNya hanya untuk memporak-porandakan hati sang hamba. Dia yang mencipta, jelas Dia yang menyayang. Jangan ragukan soal itu. Pun jika dalam perjalanannya lebih banyak tangis ketimbang tawa, ingat, Allah jauh lebih tahu seberapa tangguh ciptaanNya.
Mobil Sabda melaju lancar membelah jalanan. Berkelok dan berputar lincah. Tak terasa menakutkan jika lelaki itu menginjak utuh pedal gasnya, juga tak terasa membosankan saat ia menurunkan kecepatannya. Mahir sekali.
Di samping Sabda kini sudah duduk Senja, gadis manis yang baru saja sah menyandang status sebagai istrinya. Istri dadakan, istri kesepakatan, istri apapunlah itu namanya, Sabda tak terlalu memusingkannya, yang jelas pernikahan mereka benar secara syariat, tak kurang satu syarat pun dan khidmat. Bahkan Sumayah sampai menangis kejer tak henti-henti, ibu paruh baya itu begitu menikmati momen setelah selama ini susah payah membujuk sulungnya untuk ijab qabul.
Andai saja Senja bukan siapa-siapa Sabda sekarang, lelaki itu mana mungkin mau memasukkan si gadis ke dalam mobilnya.
Tentu saja lelaki tinggi berhidung mancung itu melakukannya bukan tanpa alasan. Ia dan Senja sungguh asing untuk satu dan lainnya. Dan sepemahamannya, memang seharusnya ia tak memberikan ruang untuk hal-hal yang bisa menjerumuskannya ke dalam bujuk rayu kekhilafan, termasuk sok ramah menawarkan tumpangan.
Tapi jangan salah kira, malam itu, tanpa Senja ketahui, ia tetap menunggui Senja sampai gadis itu mendapatkan taksi online. Hanya saja ia bersembunyi, memarkirkan mobilnya di belakang mobil orang lain agar Senja tak merasa curiga. Dan baru benar-benar meninggalkan lokasi perdebatan mereka di depan The Golden Shine setelah memastikan bahwa Senja sudah tak lagi ada di sana.
...
Sabda meminta izin pada Sumayah untuk balik ke apartemennya dan membawa Senja bersamanya usai pulang dari mengantarkan tiga tamunya yang tadi ia undang sebagai wali dan saksi nikah.
Dan Sumayah, atas permintaan sulungnya itu tentu tak keberatan memberikan izin. Ibu paruh baya itu tahu kalau besok Sabda tetap harus bekerja. Ia juga tahu kalau Senja magang di tempat Sabda bekerja, karenanya ia sama sekali tak menahan anak-menantunya untuk meninggalkan rumah. Lagian ia bisa menemui Senja kapan pun setelah ini. Tak ada keadaan yang perlu dipersulit.
Kini Sabda dan Senja sudah menghabiskan hampir setengah jam waktu mereka di atas aspal selepas izin Sumayah didapatkan.
"Pak, aku diantar ke kontrakanku aja ya Pak ya." Senja memberanikan diri menyampaikan permintaannya setelah diam sejak pertama duduk di samping Sabda. "Aku nggak bisa ikut Bapak ke apartemen Bapak malam ini. Bukannya apa-apa, aku butuh waktu untuk pindahan Pak."
Senja merasa sangat bangga pada dirinya saat ini karena ia tak lagi memilih untuk diam saja. Ia berani mengutarakan maksud dan tujuannya dengan jelas.
Gadis manis dengan senyum tulus itu nampaknya sudah belajar sedikit hal tentang Sabda, bahwa atasannya akan menganggap diam sebagai sebuah persetujuan. Dan karenanya ia harus bersuara sebelum lagi-lagi ia terjebak dalam diamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabda Sang Senja
Phi Hư Cấu[CERITA KE 6] 🌤 Kategori : baper mateng "Cinta abadi itu bukan tentang seberapa lama ikatan terjalin, tapi tentang seberapa besar Allah dilibatkan." . Sabda Ammar Ankara telah jatuh pada keanggunan Mayzahra semenjak dirinya masih remaja. Dan pernik...