Hai semuanya.. :)
Sebelum baca cerita karya Mymin alangkah baiknya kalau follow Mymin dulu yuk..Selamat membaca semuanya.. :)
:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:-:
Beberapa hari berlalu sejak Nami datang ke rumah sakit. Nami hanya bisa menerima kenyataan setelah mendengar bahwa dirinya sakit. Ia masih bisa tersenyum setelah mengetahui bahwa dia mengidap penyakit yang langka namun senyum tersebut terasa hambar. Senyum itu hanya untuk menutupi kesakitannya saat itu.
Begitu sampai di rumah, tangis Nami pecah di balik pintu. Bahkan tangisannya pun sama sekali tak bersuara, ia tersungkur di lantai sambil memukul dadanya, nafasnya terasa tercekat saking sesaknya. Sesekali terdengar raungan dalam tangisannya. Semua sakit, perih, penyesalan bersatu sehingga semakin sesak di dada.
Dan yang terpikirkan saat itu adalah bagaimana Hyunjin? Bagaimana dia bisa hidup tanpanya? Sanggupkah ia membiarkan Hyunjin sendirian di dunia ini? Meskipun ada dua sahabatnya bisakah Hyunjin segera bangkit jika suatu saat Nami tiba-tiba pergi? Semakin dibayangkan semakin banyak pertanyaan yang muncul.
Namun meskipun begitu Nami tetap menjalani hari-harinya seperti biasa. Ia tidak menunjukkan kepada orang-orang bahwa ada penyakit yang secara perlahan namun pasti sedang menggerogoti tubuhnya terlebih kepada kekasihnya. Bahkan kalau bisa sampai saatnya tiba nanti lebih baik Hyunjin tidak mengetahui penyakit Nami.
Siang itu seperti biasa rutinitas Hyunjin saat sama-sama mendapat jam kuliah yang sama dengan Nami adalah menemui Nami sebelum ia masuk ke kelasnya. Walaupun hanya mengobrol sebentar di depan kelas atau bahkan hanya sekedar menyapa saja selalu Hyunjin lakukan dan hal itu sukses membuat Nami semakin jatuh hati pada Hyunjin.
Setiap Hyunjin datang Nami selalu berusaha menyembunyikan sakitnya bahkan ia sampai bersolek hanya untuk tidak terlihat pucat. Namun seperti apapun ia menutupi kenyataan itu, Hyunjin tetap menyadari setiap perubahan yang ada pada diri Nami. Ia menyadari bahwa tubuh kekasihnya itu semakin hari semakin kurus dan kering bahkan wajah Nami yang mulai memucat juga netranya yang sayu pun Hyunjin sadari itu semua. Namun ia hanya berani bertanya sewajarnya saja.
“Kamu sungguh tidak apa-apa? Kamu terlihat lelah sekali,” tanya Hyunjin.
“Aku tidak apa-apa, mungkin karena banyak tugas jadi aku kelihatan lelah,” jawab Nami sembari menggenggam tangan Hyunjin untuk menyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.
“Jika ada apa-apa dan sekalipun itu hanya hal kecil, tolong beritahu padaku. Jangan sungkan padaku, aku kekasihmu bukan?“ pinta Hyunjin sembari mengusap pipi Nami perlahan.
“Baiklah, aku mengerti,” ucap Nami tersenyum.
“Kalau begitu aku kembali ke kelas dulu. Ingat pesanku oke?“ ucap Hyunjin.
Nami hanya mengangguk dan mendengus menahan tawanya saat mendengar Hyunjin memperingatinya. Di saat seperti ini Hyunjin terlihat menggemaskan saat dia mulai protes dan Nami menyukai sisi Hyunjin yang seperti itu. Sepertinya jiwa anak-anaknya masih ada yang tertinggal di jiwanya.
Nami hanya mampu melihat punggung kekasihnya yang semakin menjauh ada rasa sesak di dadanya ketika ia harus membohongi kekasihnya. Yang ia pikirkan saat itu adalah bagaimana Hyunjin bisa menghadapi semua ini sedangkan sembilan bulan yang lalu ia baru saja kehilangan adik perempuan satu-satunya.
.
.
.
Malam harinya setelah Nami menelan obat untuk memperlambat penyebaran penyakitnya, ia duduk di ayunan balkon yang hampir menjadi saksi ciuman pertamanya namun ternyata ayunan itu sendiri yang menggagalkannya. Nami terkekeh kala mengingat kejadian romantis malam itu tetapi malah berubah menjadi komedi. Sekejap kemudian netranya kembali sayu dan menerawang jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent Love
Romance"Kau akan tetap menjadi wanita strawberry dalam hatiku walaupun bukan aku yang memilikimu." Kim Ahreum, wanita yang dikenal karena sosoknya yang misterius ini ternyata adalah wanita pertama yang mampu membuat hati seorang Kim Hyunjin berdebar kembal...