"sial harusnya hari ini aku langsung pulang saja ke jakarta" Gumam ku
aku millendra aditya pratama,
aku salah satu cucu bustamam. seorang pengusaha padang terkenal, orang mengenalnya begitu.
bagiku rumah adalah dimana aku merasa tenang untuk pulang.. tak perlu terlalu besar dan mewah bangunan lama ini membuatku masuk ke memori lama. dikelilingi sawah dan perbukitan udara segar tanpa polusi yang bisa merusak paru paru
aku turun dari mobil dan menyapa pak umar. Yang menjaga rumah ini dan merawatnya selama kami tidak pulang, hampir tidak pernah pulang keluargaku sibuk hidup bergelimang harta di luar sana pekerjaan seperti tali kekang. aku muak disana selalu berkompetisi dan tidak puas.
"ehh lah pulang bujang rantau, baa kaba kini ?"
"sehat pak, kaba elok. lah taragak lo jo kampuang" logat minang masih bisa ku lafalkan
"yolah sanang sanangkan badan tanangkan pikiran di kampuang ko, lah takana baurang rumah?"
"balum lai pak masih sibuk karajo"
"a yo baitu kini, ko kunci rumah apak kan baliak dulu yo. kok ado nan ditanyo telfon apak"
"jadi pak"
pak umar memberikan kunci rumah, gantungan kunci yang belum berubah dari 5 tahun yang lalu saat aku pulang, buah cherry 🍒
Saat kubuka pintu nya sepi terasa, banyaknya perabotan dan luas nya ruangan membuat langkah kakiku jelas terdengar.
Kamarku juga bersih dan rapi ac menyala dan seperti biasa kolam renang ditengah ruangan dihiasi beberapa tanaman. aku bersantai seperti kata pak umar menyenangkan badan dan menenangkan pikiran.
Seingatku sudah lama tidak menyapa pak ardios pembina sanggar seni yang ku bangun dari remaja, berbekal bakat dan uang orangtuaku. hanya dengan menyebut bustamam semua orang langsung paham,
mungkin aku akan berkunjung beberapa hari lagi..niatku pergi ke sana awalnya hanya untuk melihat dan mencari gadis gadis muda yang bisa ku ajak bermain, dan melepas rasa penat dengan melihat tarian mereka
Setelah berbincang singkat dengan pak ardi aku langsung masuk dan menyapa, adik tingkat yang dulu kutinggalkan kini sudah bisa memimpin sanggar.
"eh bang selamat datang, mari duduk"
Mereka menggunakan bahasa formal padaku, padahal aku masih bisa berbahasa minang. mungkin canggung dan aku pun meladeni nya dengan bahasa yang sama"iya fah, sanggar aman kan, Ada yang perlu diperbarui tidak?"
"aman bang paling cuma pemusik yang kurang, abang tau kan beberapa anak lama membelot dan mendirikan sanggar lain"
"tau biar saja. yang jelas fokus sama kegiatan dan tingkatkan kualitas sanggar kita. sekarang abang mau liat perkembangan nya sejauh mana semenjak abang tinggalkan"
"oke bang"
Aku mematik sebatang rokok, menghisapnya dengan santai. kulihat semua wajah baru dan beberapa wajah lama. ditengah sana ada yang manis ku kira dia tomboy karna melihat dada tidak sebesar perempuan, aku pun langsung mengerti dugaanku salah
Tapi apa yang ku dapati seorang laki laki yang mungkin umurnya setara denganku, wajah nya manis tidak terlalu putih tapi ada yang istimewa darinya. Mata itu juga melengkung seperti bulan sabit hidung bangir dan alis tipis tebal murni layaknya modelkulihat disana dia mundur menyembunyikan dirinya tapi justru dipanggil fahri
Natta
Kudengar dari mulut fahri secara jelas, panggilan itu sesuai dengan orangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐄𝐂𝐀𝐇 𝐏𝐈𝐑𝐈𝐍𝐆 || 𝐌𝐢𝐥𝐞𝐀𝐩𝐨
Fiksi Penggemar𝑳𝒐𝒌𝒂𝒍 - salahkah aku menginjak beling dengan dalih ingin melestarikan seni ini ? padahal hatiku sedang kacau seperti diterjang badai aku, keinginanku, kenyataan hidupku dan jalan di depan mataku terasa semu. bahkan aku tidak sempat berpikir unt...