8. Dikepung

1.3K 127 2
                                    

"Buset Rel, lu udah temenan sama mereka."

Bagaimana tidak Reas bertanya tanya. Hanya selang beberapa menit ia tinggalkan Garel dengan duo sejoli ini, sekarang mereka udah ngobrol santai kayak udah kenal dari lama.

"Engga, mereka aja yang sok asik."

Sayangnya perkataan Garel tertimpa dengan perkataan Rasy. "Oh jelas dong! Kami udah jadi besti sekarang. Lo hati hati aja kalau suatu saat Garel gw rebut." Lengannya meraih leher Garel untuk di rangkulnya.

Rasy dengan mukanya yang sengak itu tentu mampu menyalakan puncak sumbu emosi Reas. Garel sendiri ia justru hanya merotasikan matanya malas. Sungguh Rasy ini memang suka cari masalah dengan Reas.

"Jauh jauh lu dari Garel. Nempel kayak kuman lu!"

"Dih, gamau. Kitakan udah besti sekarang. Ya gak Rel?" Rasy mencolek dagu Garel dan jujur Garel merasa kesal dan geram dengan itu. Tanpa peringatan di gigitnya telunjuk Rasy hingga membuat anak itu memekik kesakitan.

Garel tidak memperdulikannya, ia beralih ke Reas untuk menuntuknya mengambil beberapa makanan. Anak itu belum makan, Reas harus segera mengisi perutnya.

"Harusnya lu gigit jarinya sampai putus."

"Besok kalau ada kesempatan lagi gw gigit jarinya sampai putus."

Reas mengangguk senang. Mampus lu Rasy! Lagian macam macam sama Reas, udah jelas pawangnya macan kayak Garel.

Sedikit melupakan kehadiran Leol, pemuda dengan tinggi hampir 2 meter itu sedari tadi hanya diam memperhatikan mereka. Dirinya sudah merasa cukup puas saat Garel menerima tawaran duelnya.

Memang maniak gelud si Leol.

***

"Sagara kita pulang dulu."

Sagara mengangguk.

"Lo pulang pakai apa? Perlu supir rumah gw anterin?"

"Ga perlu, gw diantar Garel aja."

Mendengar itu mau tak mau Sagara mengiyakannya saja. Setelah berpamitan dengan yang lainnya juga, Reas dan Garel keluar dari sana, menaiki motor, dan tancap gas untuk segera pulang.

Ah, harusnya Reas menerima tawaran Sagara tadi.

Saat di pertengahan jalan. Suara beberapa motor terdengar mulai mengikuti mereka dari belakang. Awalnya Reas tidak peduli, namun semakin lama suara motor itu semakin banyak. Sudah banyak belokan yang mereka lalui, jumlah motor yang mengikuti mereka bukannya berkurang malah terus bertambah.

Disanalah insting Reas bekerja. Ia menyuruh Garel untuk melajukan motornya secepat ia bisa. Mereka lagi diikuti. Reas perkirakan ada kira kira 50 an motor yang mengikuti mereka saat ini. Reas menyuruh Garel untuk sebisa mungkin menghindari mereka.

"Apa kita berhenti aja?"

Yah, Garel pikir akan lebih mudah kalau mereka meladeni saja para curut curut itu. Lagipula sudah pasti mereka akan menang.

"Jangan!"

"Kenapa?" tanya Garel yang sedikit berteriak. Suara mereka terbawa angin, harus menggunakan suara yang keras agar mereka dapat mendengar percakapan antara keduanya.

"Sebisa mungkin hindari mereka. Tapi kalau ga bisa, gass hantam mereka sama sama!"

Garel menyeringai. Ide bagus.

Memang sepertinya mengelabuhi lima puluh kawanan berandalan itu bukanlah hal yang mudah. Mereka dikepung dari berbagai sisi, tidak ada celah untuk keduanya kabur.

Reas dan Garel sudah turun dari motornya, mereka saling memunggungi satu sama lain.

"Gimana, gas?" tanya Garel menunggu persetujuan Reas.

"Trobos ajalah!"

Garel mengangguk mengerti. Memang seharusnya mereka dari tadi begini, daripada kabur kaburan mending dihadapi aja. Toh, bonyok dikit masih bisa di obati. Garel mulai menyerang, sedangkan Reas menunggu seseorang untuk menyerangnya. Mereka saling melindungi punggung masing masing. Untuk urusan kolab berantem gini, memang Reas dan Garel jagonya. Mereka sudah mempunyai chemistry level up up.

Mereka berhasil menumbangkan setengah kawanan berandalan itu. Namun seakan datang di saat yang tidak tepat, kakinya yang luka di pertarungan sebelumnya mulai terasa nyeri. Garel tetap berusaha untuk berdiri dan melawan kroco itu, tapi nyeri di kakinya semakin terasa.

Reas melihat gelagat aneh itu, dengan segera ia menaruh seluruh badannya untuk melindungi Garel.

"Rel?"

"Kaki gw nyeri banget." Garel mengatakannya sambil berdesis menahan sakit.

Reas berdecak, ini gawat. "Kenapa ga bilang kalau lutut lo itu juga kena."

"Gw kira ga bakal masalah. Soalnya waktu itu gw ga ngerasa sakit," sesal Garel.

Ya, yang terkena pukulan saat pertarungan Garel sebelumnya melawan kroco Adiwijaya bukan hanya bagian wajahnya, namun kakinya juga kena, lebih tepatnya lutut. Namun saat itu Garel merasa baik baik saja, jadi ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.

"Tahan, okay? Gw habisin dulu mereka ini."

Garel mengangguk.

Reas kembali memulai pertarungannya, untuk menghabisi setengah keroco yang tersisa. Seperti biasa Reas dapat melakukannya dengan mudah, ia dapat menghindar dan menyerang mereka tanpa merasa kesusahan.

Satu hal yang Reas sadari saat ini.

Mereka mengincar bagian belakang kepala Reas.

Oke, ia tau sekarang kalau ada dalang di balik semua ini.

Tak sampai sepuluh menit, Reas menghabisi semuanya. Sekarang ia beralih ke Garel, membopong sahabatnya itu untuk naik kearas motor. Setelahnya Reas langsung menancap gasnya untuk pergi ke rumah sakit terdekat.

Cedera pada lutut Garel harus segera diperiksa.

Karena ini bukan cedera pertama untuknya.



















TBC!!

BERANDAL - Adreas Gea WijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang