Kesepuluh

3.1K 211 33
                                    


Sudah seminggu berlalu namun pelaksanaan operasi untuk Gema yang akan mendonorkan jantungnya kepada Sastra kembali di tunda, karena sejak dua hari yang lalu keadaan Gema terus menurun, bahkan sejak semalam kesadaran Gema seperti tengah dipermainkan. Saat pukul sebelas malam Gema masih dapat melihat sosok ayahnya yang duduk disamping ranjangnya, lalu tepat pukul satu dini hari Gema kembali tidak sadarkan diri dan keadaannya yang jauh dari kata baik. Sebelum Gema memilih untuk beristirahat hingga sekarang belum membuka kedua matanya, Gema mengatakan kepada Adian untuk segera mengatur jadwal operasinya, karena anak itu terlihat pasrah dan putus asa. Untuk apa Gema menunggu keadaannya stabil meski pada akhirnya dirinya akan meninggal?

Adian terduduk di depan ruang ICU dimana Gema dilarikan. Pukul lima pagi Gema sempat sadar dan membuka kedua matanya melihat ayahnya yang masih ada di sampingnya sejak beberapa hari ini sebelum Gema kembali kejang dan mimisan hebat. Gema dilarikan ke ICU setelah sebelumnya anak itu di tangani oleh dokter yang biasa menangani anaknya. Adian terpukul, dirinya menangis dalam diam ketika mendengar jika Gema sudah menyerah, anaknya tidak dapat sembuh dan Gema menolak untuk mendapatkan perawatan yang lebih. Gema memilih untuk mengakhiri semuanya.

"Ayah, terima kasih ya? Sudah mau menemani Gema disini. Gema enggak marah sama Ayah, Bunda atau abang. Enggak, Gema senang akhirnya Sastra akan sembuh. Ayah, maafin Gema ya? Maaf Gema belum bisa buat ayah bangga sama Gema. Gema sayang ayah.."

Perkataan Gema terus berputar dikepala Adian ketika anaknya mengatakan itu. Bahkan pada saat itu Adian tidak mampu menjawab semua perkataan Gema yang menurutnya melantur dan seperti salam perpisahan.

"Ayah, nanti mau kan anterin pulang? Aku enggak mau sendiri, takut ayah."

Adian semakin terisak ketika mengingat perkataan anaknya yang sangat ingin diantarkan pulang, bahkan anaknya itu sudah meminta Adian untuk kembali meng adzani nya nanti ketika pulang.

"Ayah, nanti kalo aku pulang ayah jangan nangis ya? Aku kan nanti udah pulang, harusnya ayah bahagia. Nanti aku akan selalu ada buat ayah, nanti aku pantau ayah dari rumah baru."

Bahkan tatapan kosong anaknya masih terngiang dalam ingatannya, namun tatapan kosong itu terdapat sedikit binar yang sudah lama redup. "Kamu harus kuat Gema, maafin ayah."

Bunga yang baru saja kembali dari ruang rawat Sastra untuk melihat keadaan Gema terkejut melihat keadaan suaminya yang sangat berantakan.

"Mas.."

Adian mendongakkan kepalanya dan menatap dengan tatapan sakit, sedih, takut.

"Mas kenapa? Gema kenapa?"

Lelaki paruhbaya itu tidak menjawab pertanyaan istrinya dan memilih untuk menangis dalam pelukan sang istri. "Maafin aku, aku udah gagal buat jadi kepala keluarga yang baik."

"Mas ini kenapa? Gema baik-baik aja kan?"

Adian semakin menangis ketika mendengar nama anaknya itu.

"Mas!"

"Maaf.."

Bunga masih belum dapat menerima dan mengerti dengan situasi yang tengah ia hadapi.

"Mas, jawab aku! Gema baik-baik aja kan?"

"Operasi jantung yang akan dilakukan Gema dipercepat, besok malam."

"Maksud kamu? Mas keadaan Gema kan lagi drop. Kita enggak bisa maksa Gema."

"Kamu temenin Gema ya hari ini, biar Sastra sama aku."

"Mas..mas aku enggak setuju operasi ini dilakuin. Gema kan kritis, kita enggak usah maksain mas.."

"Kamu jaga disini ya? Dia kangen bundanya katanya. Nanti kita antar Gema ke rumah barunya."

"MAS NGOMONG APA?!" Bunga membentak Adian, hatinya sakit ketika mendengar perkataan suaminya yang terdengar menyerah dan putus asa.

"Bunga, dengar aku. Ini semua permintaan Gema. Anak kita bilang ke dokter untuk mempercepat proses operasinya, bahkan Gema menolak untuk mendapatkan pengobatan dan sekarang sakitnya semakin parah."

Bunga menggelengkan kepalanya. "Enggak mas, aku enggak mau ditinggal Gema. Gak mau."

"Bukan hanya kamu, mas juga gak mau ngeliat anak mas pergi lebih dulu daripada mas sendiri. Mas belum jadi ayah yang baik buat Gema, mas masih mau nebus kesalahan mas ke Gema."

"Mas.." Bunga menangis kini tubuhnya sudah jatuh terduduk di lantai dingin rumah sakit. "Mas aku tahu, aku bukan bunda yang baik buat Gema, aku mau memperbaiki hubungan aku sama Gema. aku enggak mau kalo harus liat Gema pergi, enggak mau mas. aku tahu ini semua salah aku, tapi mas aku nyesel banget."

Adian tidak menjawab semua perkataan yang keluar dari mulut istrinya, dirinya pun sama merasa bersalah kepada Gema. anak bungsunya yang seharusnya ia sayang, ia ajak untuk hidup bersama kini harus menerima kenyataan jika anaknya itu lebih memilih untuk menyerah.

"Enggak ada yang bisa kita lakuin, kita harus ikhlas."

"Mas, tapi bukan Gema. aku nyesel harus ngorbanin Gema. aku enggak mau, jangan Gema mas."

Hari itu dengan berat hari Adian harus menyetujui permintaan Gema dan operasi akan dilakukan esok hari dan itu tandanya dirinya hanya memiliki waktu kurang lebih dari dua puluh empat jam. dirinya tidak ingin meninggalkan Gema sendiri dalam keadaan sendiri, anaknya itu ketakutan jika sendiri. Malam ini Adian dan Bunga berada di ruangan Gema menemani anaknya yang masih betah untuk menutup kedua matanya.

Tangan lentik Bunga terus menggenggam tangan anaknya yang kurus dan juga terasa semakin mendingin. "Kamu kedinginan sayang? ada ibu disini. maafin ibu ya? kamu pasti marah banget sama bunda. kamu boleh benci ibu, tapi kamu jangan ninggalin ibu disini sayang, ibu masih pengen liat kamu, maaf selama ini ibu selalu tutup mata tentang kamu, maaf kalo ibu belum bisa kasih kamu kebahagiaan yang seharusnya kamu dapat. mungkin kata maaf enggak akan cukup buat kamu bisa maafin ibu." Bunga terus menatap wajah anaknya yang masih betah menutup kedua matanya. "Kenapa kamu pengen operasinya dipercepat sayang? Ibu masih kangen kamu. maaf ya, ibu belum bisa kasih kamu kebahagiaan. kamu pasti capek ya? capek ya ngadepin ibu yang egois ini. maaf ya?"

Adian yang duduk disebrang ranjang anaknya itu ikut menangis, rasa bersalah terus menyelimutinya sejak pertama kali dirinya melihat anaknya terbaring di ranjang pesakitan itu. "Ayah sayang kamu, sayang banget. nanti kita ketemu lagi ya? ayah akan antar kamu ke rumah, nanti kita pergi sama-sama ya? jangan takut, ada ayah nanti."

 Malam itu mereka berdua habiskan dengan mengobrol bersama dengan Gema meski mereka tahu jika anaknya tidak akan merespon tapi setidaknya mereka berharap anaknya masih dapat mendengarkan suara mereka. waktu terus berjalan, tanpa terasa kini waktu sudah menunjukan pukul enam pagi dan hari ini Sastra akan melakukan operasi pendonoran jantung dari Gema.

Gema terus ditemani oleh kedua orang tuanya, bukan mereka berdua tidak ingin menemani Sastra, tapi mereka berdua masih ingin bersama dengan Gema.

Tangan Bunga terus mengusap pelan kepala Gema yang masih betah menutup mata. "Maafin ibu dan makasih ya sayang, maafin ibu karena ke egoisan ibu buat kamu kayak gini, maaf ibu udah nyakitin kamu terus. Ibu coba buat ikhlasin kamu, biarin ibu hidup dalam penyesalan. maaf ibu enggak bisa buat kamu bahagia bahkan disaat terakhir kamu bernafas."













END

29 April 2024

Little Star [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang