selamat membaca!
"Ma, Sisca bantu ya?" tanyaku pada Mama yang langsung menoleh, beliau lalu menyuruhku untuk duduk di depannya.
Kami sama-sama diam, tidak ada yang bersuara. Hingga Mama berhenti memotong sayuran di hadapannya lalu menatapku.
"Lagi ada masalah sama Shani?" tanyanya, aku mengangguk ikut menatap Mama.
"Sudah diselesaikan atau kalian masih saling melarikan diri?" tanya Mama lagi.
Aku yang kenyataannya belum bisa membuatnya paham dengan maksud dari perkataan ku, aan dia yang sudah siap untuk menyerah.
"Nak, kalau ada masalah itu harus diselesaikan secara baik-baik. Kalian sudah bukan anak kecil, kalian adalah dua orang dewasa yang seharusnya bisa lebih hebat jika ada masalah."
"Mama paham jika hubungan pasti memiliki permasalahannya masing-masing, tapi kalian sudah dewasa, Nak. Kalian pasti mengerti apa yang kalian rasakan, apa yang kalian pikirkan."
"Beritahukan perasaan kalian, apa yang kalian pikirkan. Saling terbuka adalah solusi dari permasalahan kalian," ucap Mama sembari mengusap punggung ku.
Aku memeluknya, menumpahkan sedikit beban dari anaknya itu pada dirinya.
Benar, kami bukan lagi anak kecil, seharusnya juga aku juga bisa mengerti, dan jauh lebih baik.
Apa aku akan terus membiarkan hubungan seperti ini, menunggu Shani membuka obrolan kembali, atau aku yang harus menurunkan ego.
"Dunia kalian memang berbeda, tapi bukannya karena perbedaan kalian bisa saling melengkapi walau tidak selamanya seperti itu? Selesaikan, Nak."
Aku diam tidak menjawab apapun, memilih untuk berdiri lalu berjalan mengarah ke kamar, berharap Shani sudah selesai mandi.
Aku masuk ke dalam kamar, mendapati kamar masih kosong, dengan aku yang dapat mendengar suara gemercik air dari dalam kamar mandi.
Hingga 15 menit ku tunggu, akhirnya dia keluar dari kamar mandi dengan rapi, namun dengan wajahnya yang masih terlihat serius.
"Shan, jangan ragu aku mohon? Aku butuh kamu, bukannya kamu juga seperti itu? Aku benar tidak mau mengecewakan mereka, tapi aku juga tidak mungkin terus terbayang akan mereka, bukan?"
Shani duduk tepat di samping ku sekarang, "mau bagaimana pun tantangan yang akan kamu lewati, ayo lewati bersama Shan? Aku bantu kamu melewati semuanya. Seperti kata ku tadi, ayo berjuang bersama?"
Aku menatap dirinya, dia hanya diam lalu berdiri tepat di depan ku. Menarik tanganku untuk berdiri lalu dia memeluk ku erat.
"Iya, mari kita berjuang. Mari kita lewati tantangannya bersama," ucapnya lalu menjauhkan tubuhku, menatap ku lama lalu kembali memeluk tubuhku.
Aku membawanya untuk duduk, dengan dia yang membaringkan tubuhnya dengan kepalanya pada paha ku.
"Kamu ini lucu ya, kamu mau jadi rumah untuk orang yang sudah tidak butuh rumah," ucapku menyentuh hidungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
kita | shansis - end
Diversosini tentang perjalanan dengan rusak, patah, dan luka 'kita' setelahnya.