3️⃣7️⃣

1.9K 38 0
                                    

"Kamu udah, sekarang giliran aku tanya sama kamu, Baby."

"Heum? Apa tuh?"

"Pas aku ngaku kalau aku yang jebak kamu, kenapa kamu gak marah sama aku? Kamu gak caci maki aku, kamu gak pukul aku, tampar aku, atau bahkan menjauhi aku dan lebih parahnya lagi ... kamu gak minta pisah dari aku, kenapa? Padahal kalau dipikir, alasan itu cukup buat kamu marah besar sampai minta pisah sama aku, iya, 'kan?"

Rena menaikkan diri sehingga Felix yang semula mendekap tubuh mungilnya, sedikit meregangkan pelukannya. Ngerti, gak? Jadi tuh posisinya kepala Rena ada di atas kepala Felix, di mana posisi dagu Rena menempel pada ubun-ubun Felix ketika memeluk Felix.

"Kecewa, marah, itu udah pasti hadir di benak aku setelah tau kalau ternyata kamu yang jebak aku agar kak Dena bisa minta cerai dan kamu bersatu sama aku. Aku gak membenarkan tindakan kamu, Kak, tetapi ... Kalau aku pikir-pikir ... gak ada gunanya aku luapin semua emosi aku yang campur-aduk itu ke kamu karena .... "

"Karena semuanya sudah terjadi dan sekalipun aku luapin semua emosi aku yang campur-aduk itu ke kamu, gak akan merubah keadaan, 'kan? Semuanya tetap berjalan dengan semestinya, kaca yang sudah pecah, tidak dapat tersambung dengan sempurna, mulus, tanpa ada cacat sedikitpun meski sudah kita rangkai sedemikian rupa untuk bersatu kembali dengan berbagai cara, 'kan?"

"Kamu hebat sih, Kak, bisa berakting sebagus itu sampai-sampai kita gak sadar kalau sebenarnya kamu yang rencanain semuanya," puji Rena di akhir kalimatnya.

Felix tersenyum lebar dan menenggelamkan diri dalam dekapan sang istri, "Maaf, Baby ... sekali lagi aku minta maaf, jujur ... semuanya gak sesuai rencana aku, tau! Aku gak ngira kalau ketika reuni, minuman yang aku teguk itu ada alkohol dan obat tidurnya, rencanaku tuh cuma mau pulang dengan keadaan pura-pura mabuk, sehingga salah kamar, dan ... Kamu pahamlah maksud aku, tapi sepertinya saat itu Allah swt menyetujui rencanaku."

Plak!
Bugh!

"Ngomongnya dosa banget, ih! Udah takdirnya kaya gitu, apa mau dikata? Fakta tak sesuai rencana."

"Bener, bahkan lebih bagus dari rencana, ya Baby, ya? MashaAllah ... eh, tapi aku takjub loh, sama cara kamu membersihkan semua barang bukti, muka kamu pas berusaha dorong aku sampai jatuh ke lantai itu ... patut di apresiasi, beneran!"

Plak!

"Kok digeplak lagi, sih? Sakit, loh, Byyy ... kamu suka banget KDRT–in aku," protes Felix setelah mendapatkan geplakan cinta kedua kalinya dari sang istri.

"Ya habis mulut kamu gak dikondisikan, tau gak sih, aku tuh keberatan yaa pindahin kamu yang dalam tanda kutip pura-pura tidur! Kamu tega banget sama aku, tau, gak! Aku kesakitan, aku nangis kamu gak peduliin, mana tanpa rasa bersalah paginya kamu santai aja seakan gak terjadi apa pun semalam, nyebelin, ih!"

Rena melanjutkan omelannya dengan sesekali menggebuki tubuh kekar suaminya yang telah bangkit dari tidurnya menghindari pukulan demi pukulan sang istri.

Namun, memang pada dasarnya kekuatan seorang wanita yang tengah kesal lagikan emosi semakin meningkat drastis, Felix tak dapat lagi menghindar sehingga menerima banyak sekali pukulan yang terasa sedikit sakit dari Rena yang terus berusaha meluapkan segala emosi dalam dirinya.

Rena mengatur deru napasnya yang memburu karena emosi, "Karena malam itu aku sampe berniat untuk tinggalin Cila, loh ... biar gak ketauan sama Kakak ataupun kak Dena, kamu ngeselin banget, sih, Kak! Kalau emang cinta ya perjuangin dengan sehat, dong, jangan pake cara setan!"

"Eh, gak boleh ngomong gitu, Baby ... cara setan gitu tujuan aku tercapai, ya!"

"Tercapai apanya? Kalau mendiang kak Dena gak denger dan siapin semuanya, mana bisa Kakak nikahi aku? Mami aja gitu sikapnya pas tau aku hamil anak kamu tanpa mau tau bagaimana kejadian sebenarnya," tampik Rena melipat kedua tangan di depan dada.

Felix mendekati Rena yang tampak masih kesal, Felix mengusap lembut rambut panjang Rena dengan penuh cinta dan kasih sayang berharap kekesalan sang istri dapat reda setelah mendapat usapan cinta kasih darinya.

"Sesayang itu kamu ke Dena sampai-sampai kamu rela menanggung kesalahan aku sendirian agar Dena gak ngerasain sakit hati, heum?"

Rena yang menerima ketenangan dari usapan cinta kasih dari Felix memeluk erat tubuh kekar suaminya, "Sayang banget melebihi sayang aku ke kamu, Kak Dena itu ... segalanya bagi aku, sejak kecil dia selalu mengalah sama aku, dia selalu melindungi aku dari segala hal yang menyakiti aku, bahkan ketika kita sekolah dulu ... aku pernah diejek teman sekelas sampai nangis dan kak Dena yang selalu menjadi tameng dengan balasan setimpal sehingga mereka jera."

"Maaf, ya ... karena keegoisan aku, hubungan kamu sama kakak kamu hancur bahkan, sampai kakak kamu meninggal, hubungan kalian gak baik-baik aja. Jujur, Baby ... aku ngerasa bersalah banget sama kamu dan kakak kamu, maafin aku," tutur Felix semakin mengeratkan pelukan mereka.

"Gak papa, semuanya udah usai, jadikan pelajaran berharga dalam kehidupan kita," balas Rena lembut.

Malam itu, mereka habiskan dengan berbagi cerita, baik cerita masa lalu maupun keseharian mereka disertai berbagai macam sikap mesra keduanya yang saling menunjukkan rasa cinta mereka satu sama lain selagi tak ada gangguan dari putra-putri mereka.











Tbc?

Sincerity of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang