Sebetulnya malam ini Azizi ingin istirahat dan merebahkan diri di kasur hotel. Perjalanan hari ini lumayan melelahkan untuk nya yang pertama kali bepergian jarak jauh di tahun ini. Ada rasa malas yang besar ia rasakan sampai keinginan untuk makan pun nol besar.
Tapi tiba-tiba saja terlintas di pikiran nya untuk jalan-jalan pada malam hari ini setelah ia membuka galeri hp nya lalu menemukan foto-foto masa kecil nya saat ia berada di kota ini. Foto-foto nya saat pergi bersama bapak ke Alun Alun Kota Malang, begitu banyak keceriaan di dalam foto tersebut sehingga rasa rindu nya terus membara.
Alun Alun Kota Malang atau biasa di sebut dengan Alun Alun Merdeka, adalah tempat yang selalu Azizi kunjungi bersama Bapak dan kedua saudari nya. Apalagi jika hari minggu, dan malam tahun baru, Azizi tak pernah absen untuk mendatangi tempat itu. Tapi sepertinya malam ini bukanlah waktu yang pas untuk pergi kesana karena ini sudah jam tujuh malam dan ia sangat malas untuk menggunakan transportasi umum.
Namun, disini lah Azizi berada, tak jauh dari hotel tempat ia menginap, ada satu Taman yang ia tak tahu nama nya karena ini baru pertama ia lihat dan mungkin juga tempat ini di buat setelah ia pindah ke jakarta. Ia duduk di salah satu kursi disana, melihat banyak nya manusia yang berlalu lalang disini.
Tatapan nya berhenti pada dua insan yang sedang duduk di samping nya. Nampak seorang lelaki yang memegang Cincin, tersenyum lebar, tak sabar ingin menyematkan nya di jari Sang Wanita. Seketika memori nya berputar, namun kali ini memori nya berputar jauh sampai mengingat seorang yang mungkin sedang menunggu nya di kota Jakarta.
Beberapa bulan yang lalu..
Azizi dengan pelan memetik gitar nya sembari bersenandung lagu yang marsha suka. Sesekali mulut nya mangap, kala marsha menyuapkan satu keripik ke dalam mulut nya. Senyuman nya tak pernah berubah, azizi tetap suka hingga kapan pun. Cara bicara nya juga tak pernah berubah, tatapan mata nya, perlakuan nya, masih seperti pertama kali azizi melihat nya.
"Aku punya hadiah."
Mata marsha berbinar mendengar nya, dia menunggu-nunggu apa yang keluar dari saku celana azizi. Tanpa menyuruh untuk menutup mata terlebih dahulu, tanpa menyuruh marsha untuk menghitung mundur, tanpa menyuruh marsha bersiap-siap. Keluarlah kotak dengan bahan bludru berwarna merah, siapapun melihat nya sudah tahu isi didalam sana berupa perhiasan.
"Buat kamu." Azizi mengulurkan kotak tersebut pada marsha."Jangan lihat harga nya, tapi perjuangan nya. Aku satu bulan enggak jajan dan maksa ci shani sama ci gre untuk menerima aku jadi supir pribadi mereka selama satu bulan."
Gimana marsha enggak jatuh cinta.
Marsha dengan pelan membuka kotak tersebut. Sama seperti azizi, tanpa menutup mata, tanpa menghitung mundur, tanpa bersiap-siap. Sekarang nampak lah di depan nya, cincin silver dengan permata berwarna biru, mengkilap menambah kesan mewah untuk ditatap.
"Bagus banget! Terima kasih.. aku bahkan enggak bawa hadiah yang betul-betul hadiah khusus untuk kamu."
Kepala marsha diusap dengan pelan."Aku juga enggak berharap."
Azizi kadang lupa kalau effort nya selama ini sangat besar. Usaha besar itu kadang tidak ada harga nya kalau ia dan Marsha tengah berselisih pendapat dan memilih untuk saling mendiamkan. Usaha besar itu kadang di anggap kecil oleh Azizi ketika sadar kehadiran perasaan ini hanya untuk sementara. Usaha besar itu bahkan kadang dianggap tiada oleh Azizi ketika Marsha memberikan sesuatu yang lebih besar dan berharga untuk nya.
Ucapan atau tulisan atau kutipan, yang mengatakan bahwa Bahagia Itu Sederhana, memang benar.
Azizi baru membuktikan nya malam ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewasa Itu Sepi, Ya
FanficSekitarku ramai, mereka ramai, namun aku tetap kesepian.