HAPPY READING
***
Pukul tiga sore, Lean, Lana, Zean dan Pakde Sugi (Kakak kandung Indi) sampai di dermaga, mereka akan ke rumah Pakde Sugi dengan klotok (kepal kecil). Suara klotok itu keras sekali. TOK!TOK!TOK!
Hanya jalur air yang menghubungkan antara pertambakan dengan pedesaan.
"Kau takut?" tanya Lean yang duduk di sisi Lana sambil memegangi Zean yang berdiri melihat hamparan air dan pepohonan rimbun di pinggiran kanal, ada monyet bergelantungan di sana. Jumlahnya banyak sekali. Bocah itu terlihat kegirangan.
Lana menoleh, lalu mengangguk. Wajahnya sudah pucat pasi.
"Pusing?"
Lana mengangguk lagi, goncangan klotok yang terlalu padat dan pergerakan air yang seakan ingin menerkam benda terbuat dari kayu ini membuat kepala Lana berdenyut nyeri, perutnya seakan dikocok-kocok—mereka duduk di papan panjang yang ditidurkan menggantung pada badan kapal bagian kanan dan kiri sebagai tempat duduk.
Lean menarik tubuh Lana untuk semakin mendekat padanya, lalu menyandarkan kepala Lana di pundaknya. "Tidurlah, kau mabuk laut."
"Tapi semalam ketika kita menyebrang dari pelabuhan Merak ke pelabuhan Bakauheni, aku tidak merasakan apapun Mas."
"Kapal yang semalam besar sayang, jelas ombak tidak mampu membuatnya terguncang tapi ini kan hanya kapal kecil."
"Apa kita akan lama sampainya?" Lana bertanya khawatir.
Lean tak langsung menjawab, dia justru menoleh kebelakang, pada Pakde Sugi yang sedang menahkodai kapal kecil ini.
"PAKDE APA MASIH JAUH?" tanya Lean berteriak kencang.
"HA?" Pakde Sugi tak kalah berteriak. Tapi di telinga Lean hanya terdengar kecil, kalah dengan suara kapal kecil ini.
"APA MASIH JAUH?"
"OH... TIDAK. SEBENTAR LAGI AKAN SAMPAI." Pakde Sugi memandang Lana yang kini sudah merebahkan tubuhnya, menjadikan salah satu paha Lean sebagai bantalan. "LANA MABUK LAUT?"
"IYA PAKDE."
Setelah itu Pakde Sugi melambatkan klotoknya, guncangan sedikit berkurang dan Pakde Sugi tidak perlu berteriak lagi untuk berbicara. "Tidak akan lama, mungkin sekitar lima belas menit lagi," katanya.
Lean menangguk, lalu menunduk menatap Lana yang wajahnya semakin pucat sambil memejamkan mata.
"MAMA!" Zean memanggil.
"Mamamu sedang sakit. Bersikap baiklah!"
Zean berjongkok di hadapan Lana. Dia mengecup pipi Lana sekali. "MAMA!" panggil Zean lagi, matanya merah—hampir menangis.
Lana membuka matanya, memandang Zean lalu tersenyum. "Mama tidak apa-apa sayang, hanya mengantuk. Zean menurut dengan Daddy dulu oke?"
Zean mengangguk. Memegang pipi kanan Lana dan Lana ikut menggenggam tangan mungil Zean.
"Sini duduk di pangkuan Daddy! Mamamu biar tidur dulu." Titah Lean, menarik lengan Zean.
Bocah itu menurut, dia naik ke pangkuan Lean. Jadilah satu paha Lean sebagai bantalan Lana dan satunya diduduki oleh putranya. "Daddy!"
Lean berdehem, sambil melihat Zean yang sudah mendongak menatapnya.
"Mama .... sakit?"
Lean mengangguk, mengusap kepala putranya. "Mamamu hanya sakit kepala, ingin tidur. Tidak perlu khawatir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Second Fiddle
ПриключенияNovel ini menceritakan tentang seorang pria duda beranak satu, Lean namanya. Dia menyeret gadis muda bernama Kalana untuk masuk ke dalam dunianya yang kelam. Menjadi ibu pengganti untuk sang putra yang bernama Zean tanpa rasa cinta. Lean ingin menca...