Chapter 2 - New York

36 4 0
                                    

* Haloo guys. Ini cerita pertamaku jadi apabila ada kesalahan, mohon kritik dan saran untuk perbaikan dan juga biar aku semakin berkembang kedepannya. Tolong juga buat vote, komen dan share biar aku makin semangat buat update ceritanya. 😘

HAPPY READING! 🥰  *

Aku terbangun dari tidurku di kasur. Dan aku bermimpi. Di dalam mimpiku, kulihat sosok gadis yang kuakui sangat cantik dengan wajahnya yang mungil, bibir tipis berwarna pink muda,mata bulat berwarna coklat,rambut panjang sepinggang yang sewarna dengan warna matanya dan gadis itu mengenakan baju berwarna putih dengan blazzer berwarna hitam. Tubuhnya cukup tinggi dan sangat kurus. Aku menebak usianya tidak jauh berbeda denganku atau mungkin seumuran denganku? Entahlah aku sama sekali belum pernah melihatnya. Dan itu membuatku penasaran. Lalu dengan cepat kuenyahkan rasa penasaran itu. Karena bisa saja hanya sekedar bunga tidur yang tidak memiliki arti apapun.

Kulirik arlojiku dan ternyata aku tertidur selama 4 jam. Aku bangkit dari kasur dan pergi menuju cermin. Kulihat pantulan wajahku dan dengan penuh percaya diri, kuakui bahwa diriku sangat tampan saat baru bangun tidur. Lalu aku menuju toilet dan membasuh wajahku. Saat selesai, kulihat pantulan wajahku di cermin toilet lalu kuseka wajahku dengan handuk yang terletak di lemari kecil sebelah cermin.

Setelah selesai mengelap wajahku dengan handuk, aku keluar dari ruangan tempat tidur dan menghampiri salah satu pramugari. "Berapa lama lagi sampai ke New York?", tanyaku kepada pramugari. Dia menjawab, " Sekitar dua jam lagi sampai, Tuan Barry". Aku mengangguk dan kembali ke ruangan tempat tidur. Kuputuskan untuk berdiam diri di ruangan sambil membaca beberapa majalah dan meminum minuman yang tersedia di kulkas mini samping kasur.

Dan sampai juga aku di bandara New York. Kulihat sekarang pukul 9 pagi. Dengan cepat aku turun dari pesawat dan menuju lobi bandara. Orang pertama yang akan kukabari tentu saja Shyntia. Setelah duduk di sofa berwarna merah yang terletak di lobi bandara, kuambil ponselku yang ada di ransel dan aku menelepon adikku. Setelah lima dering, terdengar adikku berteriak semangat yang membuatku sedikit menjauhkan ponsel dari telinga.

"Barryyyy, kamu sudah sampai?" teriak adikku semangat di telepon. Aku berdeham sebentar sebelum kembali mendekatkan ponsel di telinga dan menjawab," Ya aku baru saja sampai. Untunglah meskipun ini penerbangan pertamaku, aku sama sekali tidak merasa pusing." . "Saat ini aku sedang di lokasi syuting. Perkiraan selesai sekitar jam 10 malam. Rasanya tidak sabar untuk segera bertemu denganmu, Barry". Aku tertawa dan kubalas, "Tentu saja aku juga. Sampai ketemu nanti di rumah.". Shyntia menjawab,"Ya. Kumatikan teleponnya sekarang ya, sebentar lagi giliranku", dan Shyntia langsung mematikan telepon. Kemudian aku menelepon Dad dan di nada dering yang kedua, Dad sudah mengangkat teleponku.

"Halo Barry. Kamu sudah sampai di New York? "

"Ya Dad. Aku baru saja sampai. Dad dimana?"

"Aku sedang mengurus cabang baru di Manhattan. Nanti malam kita akan makan malam di restoran Jepang yang sudah aku booking. Dan sudah ada supir yang menunggumu di parkir bandara. Namanya Pak Henry. Dan mobilnya BMW berwarna hitam. Akan aku kirimkan foto Pak Henry jadi kau tidak sulit mencarinya".

Aku hanya membalas singkat,"Ya Dad."  kemudian mematikan telepon dan mengirim teks pada Okaasan, mengabarinya kalau aku sudah sampai di New York. Saat ini sudah larut malam di Tokyo jadi aku tidak menelepon Okaasan. Kemudian muncul pesan dari Dad yang berisi foto Pak Henry. Pak Henry terlihat cukup muda, mungkin sekitar 30 tahunan dengan rambut coklat dan mata hazel. Kumasukkan kembali ponselku ke dalam ransel dan berjalan menuju vending machine untuk membeli diet coke.

Cuaca di kota ini rasanya sama saja saat aku meninggalkan Tokyo. Sangat dingin dan suhunya mencapai -3°C. Dengan cepat aku berjalan menuju area parkir bandara. Tidak sulit menemukan Pak Henry yang sedang menungguku disana. Meskipun ini pertama kali aku melihatnya tapi sepertinya Pak Henry mengenaliku karena dia langsung membukakan pintu penumpang.

"Selamat datang, Tuan Muda.", sapanya. Aku langsung masuk ke dalam mobil dan menyimpan ranselku di samping. Setelah menutup pintu penumpang, Pak Henry langsung masuk ke kursi supir dan mengendarai mobil ke rumah. Kubuka pintu jendela dan kuhirup aroma udara di kota ini. Di sepanjang perjalanan, kuamati bangunan dan orang orang yang berjalan di trotoar. Saat melewati pantai, aku merasa risih saat tak sengaja melihat beberapa orang yang tidak mengenakan pakaian sama sekali dan itu membuatku langsung menutup kaca jendela. Itu sama sekali tidak kupahami mengapa mereka seperti itu di saat cuaca yang dingin seperti ini. Mungkin aku perlahan-lahan akan terbiasa dengan perbedaan pola hidup seperti yang selama ini kujalani dan mungkin saja aku akan seperti mereka. Aku terkekeh kecil membayangkan diriku sendiri telanjang di depan umum.

Setelah perjalanan sejam lebih dari bandara, Pak Henry memberitahuku kalau rumah yang akan kuhuni berada di bukit pegunungan New York. Cukup jauh dari pusat kota. Aku menebak tidak akan jauh berbeda dari rumah yang kutempati di Tokyo. Kemudian mobil berhenti dan Pak Henry keluar. Aku membuka jendela dan melihat keluar. Di depan mobil ada pagar besi tinggi berwarna hitam dengan kawat berduri melingkar di atas pagar. Kulihat Pak Henry berbicara melalui telepon yang tersimpan di kotak kecil di samping kanan pagar. Dan pagar besi itu pun terbuka dengan sendirinya.

The Secret Of Me & My FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang