26 - Lukanya Terlalu Dalam

260 36 15
                                    

🥀

🥀



Pagi yang buruk di hari yang buruk.

Setidaknya itu yang dirasakan oleh pria yang baru saja melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Tidak ada pagi yang indah, tidak ada udara yang menyegarkan paru-parunya, tidak ada cahaya mentari yang menyapa wajahnya dengan hangat seperti biasa.

Hanya ada sesak dan gelap. Udara di kamar yang luas itu begitu pengap hingga membuat Jimin yang baru saja membuka mata harus menarik napas dengan begitu dalam untuk meraup oksigen yang sepertinya menipis.

Jimin terbangun tepat di jam yang menunjuk angka delapan. Kepalanya begitu pengar dan pusing hingga ia berkali-kali meremas kasar rambutnya yang panjang. Ia terduduk dengan selimut yang tersingkap dan hanya menutup tubuh bawahnya saja.

Pria itu kembali meringis ketika pandangannya mengedar ke arah ranjang yang ia tiduri semalam. Sprei berwarna merah muda bercorak garis-garis putih menandakan ranjang itu bukan miliknya.

Noda merah terlihat begitu mencolok, menarik perhatian Jimin dan kali ini membuatnya menangis. Sesuatu yang begitu suci sudah ia renggut semalam. Dadanya kembali sesak mengingat betapa gila dan tidak warasnya seorang Jimin.

Jimin sudah melukai hati dua wanita. Ia juga melukai pernikahannya.

"Maafkan aku ..." gumamnya lirih.

Hatinya terluka tapi lebih terluka wanita yang kini sedang berdiri menatapnya dari balik pintu. Wanita itu tau betul apa yang membuat Jimin menangis. Ia sangat mengerti apa yang membuat pria yang semalam sudah membuatnya merasakan ribuan kupu-kupu pada tubuhnya itu kini sedang menunduk dan mengusap wajahnya dengan kasar.

"Jim ..." Hae Mi memberanikan diri membuka pintu kamarnya dengan lebar. Ia juga pedih melihat kondisi kamarnya yang begitu berantakan. Harusnya sekarang ia bisa tertawa senang karena pria yang menjadi cinta pertamanya adalah pria yang semalam memberikannya kehangatan.

Jimin mengangkat wajahnya. Dan saat itu juga Hae Mi dapat melihat sehancur apa pria yang sangat ia cintai. Begitu berbeda dengan pria yang berbuat gila pada tubuhnya malam tadi.

Kedua tatap mereka bertemu. Saling memandang dengan tatapan penuh luka. Keduanya sama-sama menyimpan luka yang berbeda.

"Aku akan membersihkan diriku dulu," Jimin membuang pandangannya. "Kau bisa tunggu di meja makan? Nanti kita bicara." Jimin melembutkan suaranya meskipun rasanya ia ingin berteriak dan memukul dinding untuk meredakan sakitnya.

Hae Mi mengangguk lantas meninggalkan kamarnya begitu saja menuju ruang makan seperti perintah Jimin beberapa saat lalu.

Di dalam ruang kamar mandi yang tidak begitu luas Jimin menyalakan shower dan mulai membasahi tubuhnya. Kedua matanya memejam rapat saat mulai merasakan bulir-bulir air menyentuh ujung kepalanya melewati setiap titik tubuhnya. Tubuh yang sangat ia benci sejak semalam. Tubuh yang rasanya ingin ia hancurkan sendiri saat ingatannya kembali pada kejadian dimana tubuhnya mulai mengeras dan begitu mendamba minta dipuaskan.

Jimin membenci suaranya ketika suara menjijikkan itu kembali berdengung di kedua telinganya. Erangan manja, kata-kata kotor dan panas yang ia ucapkan ketika menikmati tubuh Hae Mi. Dan itu membuatnya ingin menghantam kepalanya. Jimin membenci dirinya.

Jimin memandangi jari-jari panjangnya. Ia kembali mengingat bagaimana jari-jari itu menyentuh dan meninggalkan jejak kenikmatan di tubuh Hae Mi. Bagaimana jari yang biasanya ia gunakan untuk membelai wajah istrinya, mencubit gemas hidung Lya, semalam ia gunakan untuk memuaskan tubuh wanita lain.

PARK & LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang