Bagian 28

17.9K 1K 130
                                    

Ada yang aneh dengan Mas-nya dan Nana bisa merasakan hal itu.

Seharian ini hanya bisa dihitung menit ia melihat wajah tampan sosok yang lebih tua.

Mulai dari pagi, ia bangun sendiri tanpa ada Jendral di sebelahnya. Padahal biasanya si Mas akan selalu menunggunya untuk bangun sambil merebahkan diri di sebelah Nana, tapi kali ini tidak.

Nana rasanya mau nangis, tapi dia berpikir positif mungkin si Mas ada di dapur.

Ia pun segera bangun dan turun guna mencari sosok tersebut. Benar dugaan Nana kalau Mas-nya itu kini tengah membuatkannya sarapan berupa salmon sandwich dan segelas susu ibu hamil yang kata Mas-nya bagus untuk perut Nana.

"Mas... kenapa gak nungguin Adek bangunnya?" rajuk Nana memeluk tubuh Jendral dari belakang dengan melingkarkan tangannya di perut kotak-kotak si kakak.

Jendral yang mendengar rajukan kelinci hamil itu hanya tertawa kecil. Tangan Nana yang melingkari perutnya ia usap sayang.

"Tadi pagi Mas masih mual, abis dimuntahin malah laper jadi ini langsung ke dapur buatin sarapan untuk Adek sekalian." jelas Jendral.

Nana hanya ber-oh ria. Ternyata itu alasannya, padahal Nana tadi sempat berpikir sesaat kalau si Mas sudah bosan menunggunya bangun setiap pagi.

"Yaudah yuk, kita sarapan abis itu langsung mandi siap-siap ke kampus. Adek kuliah jam 9 kan?" Jendral bertanya sambil menggiring Nana untuk duduk di kursinya.

"Iya, Mas. Sampe sore." jawab Nana lesu.

"Semangat, Dek. Jangan lemes gitu ah nanti cantiknya jadi berkurang tuh." bujuk Jendral mencubit gemas pipi Nana.

"Iish Mas ih!" kesel Nana tapi rona merah di pipinya mulai keluar karena malu digoda si Mas.

"Gemes." gumam Jendral mengusap sekilas bagian pipi yang tadi ia cubit.

***

Sekitar jam 8.45 Jendral dan Nana sudah sampai di area parkir dosen.

Nana melihat sekitaran dan langsung turun setelah dirasa tidak ada penghuni kampus yang melihat. Tak lupa, Nana melakukan ritual berpamitan seperti biasa pada Mas-nya yaitu cium pipi.

Mereka pun jalan terpisah, Nana beberapa langkah agak di depan dan Jendral mengikuti dari belakang.

Sebelum sampai di tikungan lorong yang memisahkan gedung dosen dan gedung perkuliahan, Celine datang bersama Mark dan menghampiri Nana untuk mengajak berbarengan ke kelas, tapi sebelum itu suara Jendral lebih dulu menginterupsi.

"Celine, bisa ke ruangan saya sebentar?" kata si bapak dosen.

Celine awalnya bingung karena tiba-tiba ia dipanggil oleh kapten kapal tumpangannya tapi meskipun begitu ia tetap menyuruh Nana duluan ke kelas bersama Mark sementara dia sendiri akan mengikuti Jendral ke ruangannya.

Jendral sudah lebih dulu berjalan tanpa mengetahui ekspresi Nana yang seketika berubah muram karena tak diajak. Apa Masnya sudah tak menyayanginya lagi? Apa Masnya punya rahasia dengan Celine? Atau jangan-jangan apa Masnya memiliki perasaan pada Celine?

Hiks... kalau bukan karena masih di area kampus, mungkin Nana sudah benar-benar menangis sekarang.

"Yuk, Na." ajak Mark.

Nana hanya mengangguk sambil melangkah lesu.

"Ada apa ya, Pak?" tanya Celine. Kini mereka sudah ada di ruangan Jendral. Si dosen sudah duduk di kursinya sedangkan si mahasiswi berdiri bersebrangan meja dengan dosennya ini.

Mas Jendral |[NOMIN]| {END} ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang