Sandra seorang mahasiswa akhir yang berusaha mengumpulkan data data sejarah dari salah satu kerajaan di Nusantara. takdir membawa Sandra menuju sebuah petualangan ajaib yang membuat Sandra mendapatkan segala data data yang ia cari. Namun dalam petua...
“astaga segar sekali air sungai ini, daripada air kran di rumah ku di sini cukup segar ada baiknya juga tersesat disini” ujar Dahayu. Lama kelamaan ingatan Dahayu dan Sandra saling terkoneksi dan dari ingatan ingatan itulah Sandra bisa menjalankan kehidupan nya sebagai Dahayu di sini meskipun memerlukan beberapa adaptasi yang cukup menantang. “ah baiklah sekarang aku akan mengeringkan rambut ku terlebih dahulu sambil memanjakan mata dengan pemandangan hijau daun disekitarnya. namun tanpa Dahayu duga ternyata salah satu selendang yang dibawanya untuk di cuci hanyut di bawa arus sungai. dengan cekatan Dahayu langsung mengikuti kemana selendang nya itu menjauh.
“Ah sayang sekali aliran sungai nya cukup deras, kalau begini pastilah selendang itu sudah hanyut entah kemana pergi nya!” Ujar Dahayu. Dahayu yang memang jiwa nya ada jiwa manusia manusia milenial alias Sandra belajar untuk meromantisasi kesialan nya. Dahayu menolehkan kepala nya ke kanan dan kiri memang watak Sandra jika dia sedang galau pasti akan memutar lagu di Spotify untuk menghalau rasa sedih maupun bosannya kemudian akan menyanyikan lagu itu sesuai dengan perasaan nya.
“Oke sepi nih , kayaknya cuma ada aku aja” ujar Dahayu. “Oke kita mulai satu….dua..tiga…dannnnn……yen akhire wirang Ben wirang pisannn…..yen nyatane loro Ben loroo tenann…apa wong tulus wes garise ngene….slalu ngancani ilang endingeeeee…” Dahayu benar benar larut dalam nyanyian nya rasa kecewa , sedih dan takutnya langsung hilang jika dia menyanyikan lagu favorit nya. Yah karena Sandra alias Dahayu adalah penganut paham apapun masalah mu musik koplo solusi nya. “Yeeeyy…tresnoku koyo bonsai anting puteri ….mbok sirami rino lan wengiiiii……masio elok Endah di sawangi tapi….tapi…..dipekso raisooo gediiii……” . Tanpa Dahayu sadari bukan hanya dia saja yang berada di sungai itu tapi juga seorang pemuda yang sialnya luput dari pandangan Dahayu. Pemuda itu menyunggingkan senyum nya melihat kelakuan Dahayu yang sangat petakilan menurut nya.
“Oke udah bersih nih tubuh , stres juga udah pergi biarlah itu selendang hilang gue kan disini jadi anak orkay (orang kaya) boleh lah kalau beli selendang lagi , lagian tuh selendang udah kucel amat” gerutu Dahayu. Dahayu melangkahkan kakinya keluar dari sungai itu sambil sedikit berjingkrak karena masih merasakan vibes lagu yang dinyanyikan nya dengan suara serak nan sumbang di sungai itu. •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• Anusapati kembali ke keraton dengan pakaian rakyat yang sangat sederhana bahkan ibundanya Ken Dedes dibuat terkejut melihatnya. “Anak ku , apa yang engkau lakukan dengan pakaian seperti ini?” Ujar Ken Dedes sambil melihat putra nya. “Ah ibu tidak apa apa aku hanya ingin melihat keadaan di luar sana seperti apa” “benarkah begitu, tidak seperti biasanya Putra ku ini keluar dari keraton dan melakukan penyamaran, apakah ini semua ajaran dari Guningbhaya ?” Anusapati tertawa mendengar penuturan ibunda nya. “Oh iya ibunda ratu seperti nya di keraton sedang sibuk sekali hamba mengamati sedari tadi semua orang lebih sibuk daripada biasanya” “putraku mereka semua sedang menyiapkan persiapan untuk maju ke Medan perang” “ya ibunda ratu , perang memang sudah didepan mata, namun apakah menurut ibunda ratu ambisi tidak lain hanya akan menjadi petaka, tahta memang sesuatu yang menjanjikan ibunda tapi tahta dan gelar juga bisa membutakan mata , ampunilah hamba jika hamba lancang berpendapat yang demikian ini” ujar Anusapati kepada Ken Dedes. Ken Dedes tidak bisa menjawab pernyataan Anusapati dia hanya terdiam dan tersenyum sedikit sambil memegang pundak putra kesayangannya itu. Ken Dedes melenggang pergi meninggalkan Anusapati sendiri. Dalam benak Dedes dia merasa sangat berdosa mendengar pernyataan putranya , penyesalan yang selama ini dipendam nya rapat rapat. Anusapati juga ikut meninggalkan tempat nya dan berjalan menuju bilik kamarnya, namun ketika melewati aula keraton Anusapati dicegat oleh Tohjaya.
“Kakang engkau sangat cocok mengenakan pakaian sudra!” Ujar Tohjaya sambil menyeringai kepada Anusapati. “Apa maksudmu Adimas ?” “Ah sudahlah kakang, ternyata memang putra kesayangannya ibunda ratu cukup manja ya” kali ini Tohjaya mencibirkan bibirnya. Anusapati yang mendengar kata kata yang keluar dari mulut Tohjaya sudah siap mengepalkan kedua tangannya rapat-rapat. Namun ingatannya tentang kepercayaan sang ibunda terhadap rasa tanggung jawab Anusapati berhasil menidurkan Emosinya yang memburu. “Adimas tidakkah kau rasa sikap mu ini berlebihan kepada ku?” “Tidak kakang , ini hanya bercanda” ujar Tohjaya dengan nada mengejek. Anusapati hanya menatap adiknya sengit setelah itu dia melewati Tohjaya begitu saja untuk menghindarkan amarahnya yang sedari tadi sudah berkecamuk.
Bilik kamar Anusapati memang menjadi teman favorit nya setelah taman keraton. Dia bisa melepaskan segala gundah nya disana , bahkan mengistirahatkan fisik dan pikiran nya yang mulai lelah. Di ambilnya sebuah selendang lusuh yang dia sembunyikan di dalam jubah nya. Terlihat lusuh dengan warna yang hampir pudar. Padahal tadi Anusapati berniat mengembalikan selendang itu pada pemiliknya saat ia memunggutnya , namun yang dilihat nya adalah pemandangan pemilik selendang yang terlihat sedikit frustasi entah karena apa itu. Sehingga dia bisa menyanyikan lagu dengan makna yang tidak dipahami Anusapati dengan suara yang sedikit sumbang dan yah bergerak tak terarah ke kanan dan ke kiri . Jujur baru kali inilah Anusapati melihat gadis dengan perilaku aneh bin ajaib seperti itu. “Siapakah dia ? , apakah dia memang memiliki watak seperti itu ?” Batin Anusapati.
- - -
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.