Haloo gysss, aku mau minta maaf yaaa kalo ceritaku inii, lebih dominan nyeritain Kafka? Karna emng dari awal, niatnya gak bakal terlalu kenal sama percintaan ataupun apa, cuma mau nyeritain kehidupan kafkaa maaf ya kalo monoton.
.
.
.-HAPPY READING-
Libur semester telah tiba, seperti yang di ucapkan Kafka kemarin. Hari ini Kafka bersiap untuk pergi ke rumah ayahnya, sebenernya papah Galih sempat susah sekali di mintai informasi tempat tinggal ayahnya. Tapi, pada akhirnya diberikan juga alamatnya.
"Huh, gue gak bakal ngabarin ayah. Biar jadi suprise aja." Kafka terkekeh diakhir kalimatnya, rasanya bahagia sekali dirinya akan segera bertemu ayahnya, sudah lama ayahnya tidak pulang. Ibunya juga sama, sudah hampir satu tahun ternyata dia tidak bertatap muka, dengan kedua orangtuanya.
Perjalanan ke kota tempat ayahnya menetap, cukup jauh. Butuh menempuh waktu selama lima jam perjalanan, perkiraan Kafka. Dia akan sampai ke kota ayahnya tinggal jam 11 siang, tapi belum menghitung mencari tempat ayahnya tinggal, munggkin sampai jam 1 siang? Entahlah semoga cepat kerumah ayahnya.
"Kafka perlu saya antar? Pakai mobil saya, aja. Jadi, kamu tidak perlu menunggang bus?" Ujar Abisma, sudah berkali-kali Abisma menawarkan diri untuk mengantarkan. Tapi berkali-kali juga Kafka menolak, setiap hari juga setelah kejadian Kafka sakit, mereka berdua semakin dekat. Bahkan Kafka juga sudah tidak terlihat angkuh lagi, ketika bersama.
"Gak perlu, om. Om juga harus kerja kan? Harus ngurus pasien di RS." Tolak Kafka lembut, om Abisma ini tipe keras kepala. Dai kemarin sudah dia tolak tetap saja memaksa, sedikit muak, tapi tak apa. Menurutnya, itu bentuk perhatian Abisma untuk dirinya.
"Ck, yasudah. Kalo begitu, saya antar kamu ke terminal bus, ya?" Kali ini Kafka mengangguk, tak apa lah, menghemat uang untuk disana nanti wkwkkw
.
.
.Setelah berpamitan dengan Abisma, Kafka langsung masuk ke dalam bus. Melambaikan tangan dari balik jendela transparan bus, Abisma juga berpesan untuk berhati-hati disana nanti
Diperjalanan, Kafka hanya melamun membayangkan betapa hangatnya, sang ayah menyambutnya.
Khayalan
Kafka sudah menginjakkan kakinya, dirumah sang ayah. Mengetuk pintunya, sambil mengucap salam. Terus menerus tersenyum tanpa luntur sedikit pun.
"Kafka? Ayo masuk nak? Kenapa gak ngabarin ayah kalo mau kesini?" Ayahnya menyuruhnya masuk
Off
Kafka tersenyum seperti orang gila sekarang, astaga! Kafka mengelap wajahnya salting, busa salting juga ya dia. "Haduh, ngantuk. Tidur dulu we lah? Masih lama juga kan?" Monolognya
Terlelap, dalam tidur duduknya. Tidak menghiraukan ke berisikan yang terjadi didalam bus. Waktu berjalan begitu cepat, Taka terasa ternyata Kafka sudah sampai ke tujuannya. Langkah Kafka sedikit gontai turun dari bus, mungkin efek bangun tidur?
Kagak mendudukkan dirinya didekat pangkalan ojek, mengumpulkan nyawa sebelum kembali mencari rumah ayahnya. Tapi kemana dia harus pergi? Dia tidak mengenal kota ini sama sekali, kenapa tidak terfikir dari awal, jika dia akan tidak tahu apa-apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Takdir [On Going]
Teen FictionMemiliki keluarga yang utuh, adalah impian semua anak. Namun, apakah setiap yang utuh akan selalu teguh? Keluargaku memang utuh. Namun, sudah runtuh. Lantas mengapa aku harus ada di bumi ini? Jika hanya untuk, melihat kehancuran diri sendiri *SEGERA...