TIGA PULUH SEMBILAN || MOOD IBU HAMIL

490 31 2
                                    

"Saya tidak pernah menyesal memilih kamu untuk menjadi pendamping dan pelengkap hidup saya. Faradisa Renjani, terima kasih telah bersedia menjalani hidup bersama saya. Saya mencintai kamu."

-Hafidz Nugraha-

🍂🍂


"Ugh! Udah Mas, aku nggak mau. Rasanya enek!"

Lagi-lagi untuk ke sekian kalinya, Disa menolak meminum susu Ibu Hamil berperisa Vanila. Bukan hanya Vanila saja sepertinya, tapi setiap rasa. Ibu hamil itu selalu menolak dan mengatakan rasanya tidak enak, dan bikin mual membuat Hafidz sang suami kewalahan.

"Sedikit aja sayang." Bujuk Hafidz lagi, namun istrinya itu merengek kembali menolak.

Hafidz menghela napas, tidak lagi memaksa sang istri meminum susunya. Tak lama Ibu Aprilia datang menghampiri mereka di ruang tamu, saat mendengar suara rengekan menantunya. "Lho? Susunya nggak di minum lagi?" tanyanya.

Faradisa mengangguk. "Rasanya enek, Bu. Disa nggak mauu .... "

Ibu Aprilia menghela napas, ia meminta sang putra untuk menjauh dari menantunya. Hafidz menurut, ia ke dapur membawa segelas susu berperisa vanila yang hanya di minum satu teguk oleh istrinya, ia juga membuang dan mencuci gelasnya.

"Jadi, mau rasa apa? Mau beli yang coklat?" tawar Ibu Aprilia.

"Nggak mau juga Bu. Semuanya nggak enak."

Ibu Aprilia menggenggam tangan sang menantu. "Kenapa nggak mau? Kamu harus ingat lho sayang, sekarang ada adik bayi. Mau nggak mau, kamu harus minum susunya ya? Biar kamu, dan adik bayi juga ada asupan nutrisi."

Faradisa memandang perutnya yang masih datar. Benar, ia seharunya tidak boleh bersikap egois seperti ini. Ia juga merasa jika akhir-akhir ini sudah membuat orang rumah kewalahan dengan perubahan moodnya, yang paling sering kena omel adalah suaminya.

Seketika kedua matanya langsung berkaca-kaca, ia menyalahkan dirinya dengan ia yang menolak meminum susu ibu hamil, maka ia sudah abai kepada buah hati yang berada di kandungannya ini yang sudah menginjak usia 4 bulan. Terakhir melakukan pemeriksaan kandungannya memang sehat, tapi dokter juga menyarankan agar ia tetap menjaga pola makannya. Karena memang selama ini ia kesulitan dalam hal nafsu makan.

"Hari ini kamu sudah sarapan belum?" Tanya sang Ibu mertua.

Faradisa menggeleng, "Baru minum susu aja Bu, satu teguk."

Ibu Aprilia menghela napas, "Makan dulu yuk. Apa mau makan sesuatu? Nanti Ibu masakin buat kamu."

Faradisa menggeleng, namun tatapannya menatap sang suami yang tampak merenung di depan meja makan. Ia mendadak sedih, suaminya pasti kesal sekali menghadapi perubahan mood nya yang sering berubah-ubah.

Pagi ini, ia melarang suaminya pergi ke kantor, akhirnya semua pekerjaan di limpahkan kepada ayah mertuanya. Tapi sejak pagi ia terus bersikap kekanakan dan terus memarahi suaminya yang memaksanya untuk minum susu ibu hamil.

"Mau makan. Tapi di suapin Mas Hafidz .... " Lirihnya, yang menyerupai bisikan.

Ibu Apria melihat arah pandang menantunya yang tertuju pada Hafidz. "Mau makan dimana? Disini saja, apa mau di meja makan?"

"Mau di meja makan, aja." Katanya.

Ibu Aprilia lantas menuntun sang menantu untuk ke meja makan. Hafidz terlihat terkejut dengan kedatangan keduanya, kemudian tersenyum lembut kepada istrinya. "Kok kesini sih, Yang? Kenapa? Kamu bosen disana?"

Faradisa mengangguk, seraya menundukkan kepalanya.

"Disa katanya mau sarapan. Tapi, mau kamu yang suapi." kata Ibu Aprilia.

SINCERITY OF LOVE [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang