Dersik angin berhembusan, menerbangkan anak rambut dua insan yang sepertinya sedang membicarakan hal serius. Nampak jelas dari aura yang mereka pancarkan.
"Putus. Gue bosen." ucap pemuda dengan rambut hitam legam, mata hitam tajam dan wajah aristokatnya hampir bisa dikatakan sempurna seperti oppa oppa korea.
Dia adalah Aryasa Aerick Alvareezel, yang lebih sering di sapa Erick.
Di hadapan Erick, nampak sosok pemuda manis dengan tinggi sekitar 168 cm, iris hitam segelap malam, rambut hitam legam dan jangan lupakan lesung pipi dan gigi gingsulnya yang menambahkan bumbu bumbu manis di wajahnya, Seandika Abianara Hasakael, lelaki yang lebih sering di sapa Sea.
Terkekeh pelan, Sea menggeleng mengangap ucapan kekasihnya itu candaan.
"L-lo bercanda kan?" gagap Sea, melihat tatapan serius yang di layangkan oleh Erick.
Menarik nafas panjang, Erick menelisik manik hitam legam kekasihnya.
"Gue gak bercanda, mulai sekarang kita putus." final Erick. Sudut pandangnya, beralih kearah lain.
Saat itu pula, hati Sea tergedor begitu kencang, mendengar ucapan kekasihnya. Mengigit pipi bagian dalam, menahan sakit di dadanya. Sea memutar bola mata kearah lain. Ia tak kuasa menahan tangisnya, mata indahnya kini berkaca kaca.
Mendongak menatap langit biru cerah di temani hambaran awan putih, Sea menyeka air mata yang mulai keluar, menggunakan jemarinya.
Di rasa sudah tidak ada sisa air mata, Sea menggerakkan kepala, menatap Erick, dan ternyata lelaki tampan itu tengah memandang dirinya dengan tatapan sulit di artikan. Tersenyum manis bak permen gulali, Sea mengulurkan tangan, mengelus lembut rahang tegas milik Erick.
"Kalo itu mau lo, Oke. Mulai sekarang kita udah gak ada hubungan apa apa" tutur Sea lembut. Yang malah bikin Erick tambah jatuh kedalam sesaknya hati.
Menarik kembali uluran tangannya, Sea melunturkan senyuman manis itu. Menimbulkan keterdiaman dari Erick, ia tidak ingin senyuman itu hilang. Namun, sepertinya ini adalah takdir.
"Sea...." lirih Erick melihat Sea mulai berjalan kearah pintu.
Sosok manis dengan rambut hitam legam itu, perlahan punggungnya menjauh dan tenggelam di balik pintu rooftop. Erick terduduk di lantai, jantungnya terasa nyeri, hidupnya entah kenapa kembali terasa hampa seperti waktu belum ketemu Sea.
Menarik rambut frustasi, Erick beralih mengusap kasar wajahnya. Dengan nafas memburu, ia memegang dada bagian kirinya yang masih terasa nyeri.
"Maaf" ucapnya dengan suara kecil nyaris tak di dengar.
Seperti ada yang merasuki tubuhnya, Erick merubah ekspresi putus asanya menjadi tatapan dingin tak tersentuh. Arua yang di pancarkan juga ikut gelap, mengepalakan tangan emosi. Ia bangkit dari duduknya, kemudian keluar dan menutup kasar pintu rooftop.
•••
"ARGHHH!!! ERICK BANGSAT!! BAJINGAN, COWOK NGENTOT!!" emosi Sea menggebu gebu, tangannya melemparkan kerikil ke air laut.
Suara ombak berdebur di bawah teriknya sinar matahari siang, walau siang siang begini, pantai terasa adem. Cahaya matahari menyinari lengan putinya yang tidak terbalut oleh seragam. Desiran angin mengangkat rambutnya hingga terlihat acak acakan.
Seperginya dari rooftop tadi, Sea langsung keluar dari area sekolah dan membawa motornya dengan kecepatan penuh, menuju pantai. Tempat yang paling tepat, untuk memenangkan pikirannya. Namun, bukannya tenang, ia malah emosi mengingat semua kenangannya dengan Erick si lelaki brengsek, menurut Sea.
"Awas aja lo, Erick Bajingan!! Gue pastiin lo nyesel udah nyia-nyiain gue!!" kekehnya, senyum miring terukir di belahan pink cherrynya.
Walau keliatan emosi, di dalam hatinya tentu masih terseluput rasa nyeri, mau gimanapun, Erick adalah lelaki yang sudah mencoretkan crayon warna di hidupnya dari satu setengah tahun ini.
Menarik nafas panjang, kepalanya kembali mengadah keatas, menatap sayu hamparan awan diatas sana, "Bunda, ayah? Sea kangen......." lirihnya sendu.
"Sea mau ketemu kalian... Boleh ya?" suara isak samar samar terdengar, tetesan air mata jatuh ke pasir.
Tidak ada petir, tidak ada hujan, Sea menunduk pelan. Gelang gucci pemberian Erick saat ulang tahunnya yang ke tujuh belas, ia lepaskan lalu di jatuhkan diatas butiran pasir.
Tidak sadar, langkah kaki bergerak maju, lima emosi yang tersimpan di tubuhnya seakan akan hilang, tatapan yang tadinya memancarkan keemosian dan keputus asaan, kini digantikan oleh tatapan kosong.
Ia merasakan tubuhnya di gerakan seperti boneka, kaki yang masih di baluti sepatu perlahan terasa basah. Suara burung yang berterbangan mengalun, ombak semakin besar, dan mengganggu pendengarnya.
Tubuh yang tidak terlalu tinggi itu kian menghilang, hingga ombak membawa dirinya masuk kedalam air. Tepat saat itu pula, dirinya tersadar!! Pandangannya buram, dadanya terasa penuh oleh air.
Membiarkan tubuhnya terombang-ambing, Sea memejamkan mata, air seakan akan menusuk nusuk kulit putih susunya. Kalung dengan bandul bulan sabit, di lehernya terlepas dan hilang entah kemana.
"Rick, ayo bertemu di kehidupan selanjutnya" batin Sea, bibir pucat itu melengkung keatas, menampilkan senyuman tulusnya.
Sea merasa tubuhnya seperti di tarik oleh seseorang. Saat ingin membuka mata, bisikan malah menuntunya untuk terus menutup mata. Hingga detak jantung mulai melemah, kulit yang memang sudah putih, tambah putih. Namun, bukan putih pada umumnya, tetapi pucat.
Dan benar saja, sehabis itu semua terasa gelap. Sesak dan sakit yang menjalar di tubuhnya, pupus tanpa jejak.
Mungkinkah ini akhir dari semuanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
A true mate?
Romantik• Transmigrasi • BxB Niat awal kepantai mau refreshing, eh mala ketemu ajal. Hanya cerita simpel tentang, perpindahan jiwa seorang Sea yang bertransmigrasi ke tubuh Vansa. Seandika Abinara Hasakael. Pemuda berperawakan tampan bin manis, memiliki con...