"Lee, work at line four! "
Sebuah suara menggema di ruang laundry yang belum banyak terisi oleh para narapidana. Jinsik hanya mengangguk samar lalu berjalan menuju bagian belakang. Jejeran mesin cuci itu menimbulkan suara berisik saat Jinsik selesai memasukkan setiap baju kotor dan balok deterjen ke dalamnya. Setiap line diawasi oleh satu orang sipir. Mereka bekerja dalam diam. Hanya tangan-tangan yang bergerak memindahkan baju bersih ke keranjang lalu memasukkan sisa baju kotor lainnya dalam mesin setelah lima belas menit digiling dan dua menit dikeringkan. Jinsik membawa sebuah keranjang berisi baju bersih lalu ia serahkan pada tahanan yang bertugas menjemurnya di sebuah ruang bersuhu hangat.
Jinsik melirik pada seorang sipir yang ia hafal. Pemuda itu lalu menghampirinya.
"Bisakah aku pergi ke klinik? Aku butuh aspirin, " kata Jinsik sambil menatap tegas pada kedua mata sipir berkulit hitam yang berdiri menjulang di hadapannya.
Dia memerhatikan sambil memiringkan kepala.
"Something wrong, Kid? "
"Feelin unwell. Still have many things to do, though, " bahu Jinsik bergedik.
"Fine. Five minutes. "
"Thanks."
Jinsik pun lekas keluar dari sana menuju klinik kesehatan di seberang area linen. Dia bertemu dokter jaga yang sudah diperkirakan olehnya akan ada di situ. Jinsik sengaja mengingat setiap dokter di sana. Ada tiga orang dan bekerja sesuai shift pagi sore selama dua hari. Skema penjadwalan mereka Jinsik hafal dengan baik, termasuk merasakan masing-masing perawatan yang mereka lakukan padanya saat ia sengaja datang dengan alasan sakit. Dokter Nerv adalah yang paling acuh dan tidak peduli akan berapa lama pasiennya tidur di klinik untuk menghindari pekerjaan. Dia juga tidak peduli apakah pasien akan melakukan hal lain kecuali beristirahat karena asyik bermain game. Itu sebuah keuntungan.
"Can I get an aspirin? "
Benar saja. Bahkan sepagi ini ponselnya sudah berisik dengan suara karakter dari permainan valorant.
"Yeah, rak ketiga. Keranjang biru. "
Jinsik mengangguk. Wajah polosnya memang sering mengecoh. Membuat orang tidak akan percaya kalau dia mungkin sanggup membunuh dokter itu dengan sekali tikam di leher.
Jinsik menghampiri rak obat di ruang sebelah. Tidak banyak yang tersedia di sana. Rata-rata obat generik dosis rendah untuk penyakit ringan. Namun Jinsik sudah mempelajari berbagai macam hal termasuk kandungan setiap obat jika disatukan. Jadi dia meraih setiap obat dalam beberapa botol termasuk sebuah obat tidur yang bisa dibeli di apotik tanpa resep dokter. Jinsik memasukkannya ke saku dan mengambil aspirin sebagai obat terakhir. Dia menunjukkan obat itu pada Dokter Nerv dan pria berwajah cabul di hadapannya hanya mengangguk."Kau butuh beristirahat? " si dokter berbasa basi.
"Tidak, aku masih banyak pekerjaan. "
"Baiklah, cepat sembuh, Lee. "
Jinsik melengos. Langkahnya bergerak ringan menuju kantin. Dia mengambil gelas plastik di sudut ruang dan menuangkan air sampai penuh. Dikeluarkan semua obat dalam kantungnya lalu ia minum bersamaan. Jinsik memejam rapat ketika hampir isi gelas itu habis mendorong setiap obat menuju lambung.
Diseka sisa air yang menetesi dagu dengan punggung tangan. Dia lalu kembali ke ruang linen.
Tidak ada jam dinding di sana. Jinsik hanya menghitung setiap menit untuk reaksi obat yang akan dialami oleh tubuhnya."Fifteen, seharusnya tidak lebih, " gumam anak itu sambil memandang indikator angka mesin cuci yang ia buat lima belas menit. Jadi begitu mesin berhenti menggiling, Jinsik pun akan ambruk seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOLEMNRAIN 🔞 || KIM MINJAE
FanfictionUniverse Kim Minjae dan tiga galaksi yang mengelilinginya. Terdiri dari berbagai jenis cerita, one shoot atau long book ❤❤ cover by : hobiholygraph