datang

348 49 0
                                    

selamat membaca!

Paginya terlihat Shani yang sibuk di kamarnya untuk memilih baju seperti apa yang akan dia gunakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Paginya terlihat Shani yang sibuk di kamarnya untuk memilih baju seperti apa yang akan dia gunakan. Masih terlalu pagi memang, tapi acara akan dimulai nanti jam 8 kata orang tuanya.

Sisca sedang di dapur, membantu Mama, belum mandi tentunya karena dirinya yang ikut memasak. "Sayang! Bisa bantu aku sebentar ga?" teriak Shani dari lantai dua.

Sisca menoleh ke arah suara Shani dengan tatapan bingungnya, "sebentar saja, tolongin aku dulu," ucap Shani dari ujung tangga atas.

Sisca sudah berjalan mendekat ke arah Shani, tepat di depan Shani, tangannya ditarik perlahan untuk ikut masuk ke dalam kamar, namun Sisca menghentikan langkahnya saat baru saja masuk.

Tempat tidur mereka berantakan, dengan baju Shani di sana. Kemeja, baju kaos, celana, dan kaos kaki ada di atas tempat tidur. Sisca sudah terlihat ingin berteriak frustasi melihat hal itu, namun diurungkannya.

"Kali ini apa, Shani Dahayu?" ucap Sisca dengan menatap sinis ke arah Shani.

"Bantu aku pilih baju ya? Kamu kan lebih ngerti aku harus pakai apa, biasanya aku kerja juga yang sediain kan kamu," ucap Shani dengan cengirannya.

Sekarang Sisca terlihat sedang mengelus dadanya, dengan Shani yang berdiri di belakangnya sudah memijat bahu Sisca. "Shan, aku sampai tinggalin masakan aku di bawah lho."

"Pakai baju kaos polos aja sama celana bahan ya? Kamu tetap kelihatan cantik," ucap Sisca menghadap ke arah Shani.

"Aku tinggal ke bawah lagi ya? Itu bajunya jangan di taruh sembarangan gitu, ok?"  lanjut Sisca dengan Shani mengangguk.

Sisca mendekat ke arah Shani dan mencium sekilas pipinya sebelum akhirnya keluar dari kamar, kembali menuju dapur untuk melanjutkan kegiatannya tadi.

Sisca mendekat ke arah Shani dan mencium sekilas pipinya sebelum akhirnya keluar dari kamar, kembali menuju dapur untuk melanjutkan kegiatannya tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku berjalan keluar kamar, dengan pakaian yang Sisca katakan tadi, baju kaos dan celana bahan. Aku berjalan menuju ke depan rumah, untuk menemui Papa yang sedang duduk di sana.

Aku duduk di kursi yang memang ada di sana, sekarang memang sudah lewat dari jam yang dijanjikan. Dengan Sisca dan Mama masih sibuk di dapur, mereka masih sibuk untuk memasak.

"Apalagi kali ini? Mereka masih mau minta uang sama Papa, atau masih belum bisa menerima Mama menjadi bagian dari keluarga mereka?" ucapku memecah keheningan di antara kami.

"Shani, tidak boleh seperti itu. Selalu ingat kata Papa. Kalaupun mereka jahat, mereka itu tetap orang tua Papa, tetap keluarga Papa," tegur Papa.

"Keluarga apa, Pa? Disaat Papa hampir bangkrut mereka ada? Disaat Papa butuh bantuan mereka ada? Disaat itu, mereka semua malah ngebuat Mama seakan seperti pembantu mereka."

"Papa ingat? Disaat kumpul keluarga untuk membahas pernikahan Adik terakhir Papa itu? Ingat kalau Mama diminta untuk cuci piring di belakang hanya karena kita ga bantu menyumbang untuk acara?" ucapku sembari memijat keningku.

"Pa, kalau kali ini mereka datang hanya untuk bersikap keterlaluan pada Mama dan Papa, apalagi pada Sisca. Papa perlu ingat, Shani juga bisa keterlaluan sama seperti apa yang mereka lakukan," ucapku.

Aku lalu berdiri, memilih untuk masuk dengan pintu yang sedikit ku banting, membuat Mama dan Sisca sedikit terkejut karena itu.

"Shan! Kenapa pintunya dibanting begitu? Ga boleh," tegur Sisca pada ku.

Aku tersenyum ke arahnya, mana mungkin ku buat dia ikut berpikir atau malah ikut pusing dengan masalah keluarga ini, dengan dia yang kembali fokus pada kegiatannya lagi.

"Maaf. Tadi kelepasan," ucapku memeluknya dari belakang.

"Kalau ada keluarga aku yang ngomong kurang sopan, atau ga enak ke kamu, kasih tau aku ya?" ucapku mengelus pelan perutnya.

"Shan! Geli," ucapnya, aku menghentikan aktivitas ku disusul dengan tawa.

"Nanti aku kasih tau kamu kalau menurut aku mereka berlebihan, kamu ga perlu khawatir ya?" ucap Sisca dengan mencium pipi ku.

"Pasti udah mandi, wangi banget kamu," ucapku.

Aku memutar tubuhnya untuk menghadapku, menciumi wajahnya. Dia mendorong tubuhku, tidak terima dengan perlakuan ku.

"Shan. Nanti make up ku rusak lho," ucapnya.

"Sayang? Kamu jahat banget? Aku ga sanggup," ucapku dengan memegang dada.

"Shan, jangan sekarang. Jangan rewel dulu," balasnya dengan ikut memegang tanganku.

Aku memeluk tubuhnya erat, "cintaku, aku suka sekali harumnya. Lagi coba sabun atau shampoo baru?" tanyaku, dia mengangguk.

"Kamu suka, Shan?" tanyanya, aku tidak menjawab, tapi lanjut menciumi wajahnya.

"Hei! Kalian ini, kalau mau bermesraan di kamar aja," tegur Mama yang baru saja kembali.

Kami hanya tertawa menjawab pernyataan Mama tadi. "Silakan masuk, Dek, Ibu juga. Langsung duduk aja itu ke ruang makan."

Aku menatap Mama dengan beliau yang tersenyum padaku karena kami mendengar percakapan Papa, dengan Mama yang meminta ku untuk ikut hadir di sana dengan gerakan bibirnya.

"Sana, Shan. Disambut dulu itu keluarga kamu," ucap Sisca, aku menggeleng.

Dia hanya menatap ku sebentar sebelum akhirnya menarikku untuk ke ruang tengah, menyambut para manusia biadap itu, panggilku untuk mereka.

"Shan, salim dulu itu ke Om sama Tante kamu. Sama Nenek juga jangan lupa," perintah Papa.

Aku hanya diam tidak bergerak dari tempatku, dengan diri ku yang muak mendengar hal itu, ingin sekali langsung melarikan diri masuk ke dalam kamar.

Sisca mendorong pelan tubuhku, seakan memaksa ku untuk menyalimi mereka semua. Akhirnya aku mendekat ke arah mereka, menyalimi mereka semua walau tidak ku tunjukkan senyum untuk mereka semua.

"Kirain sudah tidak ingat sopan santun lagi kamu Shani, biasanya tidak ingin menyalami kami," ucap salah satu Om ku disusul tawa dari yang lain.

"Ibu, sama Adek. Ayo ke dapur, langsung aja kita makan. Belum sarapan kan ya? Ayo makan dulu, kali ini pasti enak soalnya bukan saya yang buat sendiri," ucap Mama yang ikut menyuruh mereka.

"Kali ini dibantuin sama anak cantik ini. Calonnya Shani," lanjut Mama.

Aku terkejut, apalagi Sisca yang sekarang sedang di samping Mama. Mereka ikut terkejut, namun setelahnya malah tertawa.

"Aduh, Mbak. Masa sih calonnya Shani? Keluarga kalian ini lucu sekali," balas salah satu Tante ku.

"Laper nih, Mbak. Masak apa kali ini?" ucap Adik Papa yang paling terakhir, paling tidak tau sopan santun juga.

"Mbak masak banyak itu di dapur, langsung duduk aja ya di sana," jawab Mama yang membawa mereka ke meja makan.

"Kalau begitu langsung makan aja ya semua? Saya izin untuk mandi dulu, tadi belum sempat untuk mandi. Permisi," ucap Mama lalu meninggalkan kami mengarah ke kamarnya.

"Kok bisa itu ya, masa ga sempat untuk mandi. Sekarang malah tamu ditinggal. Tidak sopan sekali istri mu itu Mas," ucap Om.

Aku tidak ikut duduk, aku membawa Sisca untuk menemani ku di taman belakang. Dia terlihat heran, namun tetap mengikuti ku.

────

kita | shansis - endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang