Mau bahagia aja kayaknya susah banget, ya?
-felicia.
***
013. Fears
"Gue gak suka sama Kak Fariz, pergi ke dufan sama dia juga terpaksa," ungkap Feli, "Tapi karena lo udah mutusin gue, ya udah gak kenapa-napa. Itu hak lo."
"Terus kenapa chat dan telepon gue nggak direspon sama sekali?" Bagas menatap Feli, meminta jawaban yang selama ini membuat dirinya bertanya-tanya.
"Gak semua pertanyaan perlu dijawab," kata Feli seraya itu bangkit dari kursi, "Gue pulang dulu."
Saat kaki Feli hendak melangkah, Bagas dengan segera menaham lengannya. "Pulang sama gue," ucapnya.
"Enggak, males," tolak Feli dengan wajah juteknya.
Bagas memutar bola matanya lalu berkata, "Oke, gue gak bakal nanya-nanya lagi, jadi lo pulang sama gue."
Feli tampak menimang ucapan Bagas, kalau dia pulang dengan lelaki itu apakah tidak terlalu beresiko? Bagaimana jika Bagas bertemu dengan ayahnya? Akan tetapi, jika Feli terus-terusan menolak, maka Bagas akan memaksa. "Ya udah, ayo pulang! Keburu sore," ajaknya.
"Diabisin dulu jajannya!" titah Bagas seraya memberikan pop ice milik Feli juga sebungkus cireng yang masih sisa.
Feli mengambil jajanan tersebut, sebenarnya dia sangat tergoda dengan es juga cireng isinya, tapi Bagas malah membuatnya tidak mood. "Makasih," ucapnya.
Bagas hanya menggumam, kemudian mereka berdua berjalan beriringan menuju parkiran sekolah sembari Feli menghabiskan cirengnya. Sampai di bawah, sekolah tampak sudah sepi, hanya tersisa beberapa motor dan mobil milik guru.
"Gue gak bawa helm dua, gak kenapa-napa, 'kan?" tanya Bagas seraya menatap Feli.
"Gak kenapa-napa, lagian deket gak nyampe sejam," balas Feli seraya itu menghabiskan pop ice miliknya.
Bagas hanya mengangguk, kemudian mengambil motor sedangkan Feli membuang bungkus bekas jajan tadi ke tempat sampah, sebelum akhirnya naik ke atas motor sport milik lelaki berkulit putih itu. "Kenapa sih bawa motor gede? Gue susah naiknya tahu," gerutu Feli.
"Besok gue bawa mobil," balas Bagas enteng.
Feli langsung menabok punggung Bagas. "Ya nggak gitu juga, Bagas! Pake motor matic 'kan bisa, lagian sok-sokan mau bawa mobil, kayak udah punya SIM aja," timpalnya.
Bagas tak menjawab, dia lantas menyalakan mesin dan mengendarai motornya keluar sekolah. Feli yang terdorong ke depan akibat tarikan gas membuatnya kembali menggerutu, apalagi dadanya menabrak punggung Bagas yang tak terhalangi oleh tas.
-🦋🌻
Hampir 20 menit perjalanan akhirnya motor Bagas sampai di depan gapura komplek perumahan Feli, laki-laki itu tampak membuka helm full face-nya lantas bertanya pada Feli, "Rumahnya di mana?"
Feli tak menjawab, dia memilih turun dari atas motor. "Gak usah, lo tunggu di sini aja. Gue mandinya cepet kok!" jawabnya.
Bagas memutar bola matanya seraya itu membalas, "Panas tahu!"
Feli mengangkat kedua bahunya, kemudian berbalik meninggalkan Bagas. Namun, lelaki itu tak hanya diam, saat Feli melangkah menjauh mesin motornya ia hidupkan, dan mengendarainya pelan-pelan di belakang Feli.
Gadis dengan rambut yang lepek itu tampak berbalik dengan wajah kesal, tapi Bagas tak peduli. Pun Feli memilih melanjutkan langkahnya, hingga mereka berdua sampai di depan bangunan sederhana dengan cat berwarna krim.
"Tunggu sini, rumahnya kosong," perintah Feli, lantas segera masuk ke dalam tanpa menunggu balasan dari lelaki tersebut.
Bagas hanya bisa mengalah, dia tak turun, tetap duduk di atas motor dengan helm yang masih terpakai. Matanya sibuk mengedarkan pandangan ke sana kemari, mencari-cari tenda hajat yang Feli katakan. Namun, nihil, tidak ada apa pun di sana.
Sementara itu, di dalam Feli tampak menghembuskan napasnya dengan lega. Dia bersyukur karena kondisi rumahnya sepi, tak ada Ayah juga Ibu. Feli sama sekali belum siap jika teman-temannya terutama Bagas bertemu dengan ibu dan ayahnya.
"Fel, gak kenapa-napa 'kan pulang malem?" Iren bertanya saat mereka berdua tengah mengambil kertas-kertas bekas membuat proposal.
"Gak apa-apa, Kak, gue udah izin sama Ibu," jawab Feli.
"Oke, abis ini langsung pulang kok. Nanti Fariz ikut nganter juga," kata Iren.
Feli hanya mengangguk, lalu kembali fokus mengambil sampah kertas yang berserakan di lantai dan meja. Hari itu mereka tengah membuat proposal untuk acara Maulid Nabi yang dilakukan di rumah Fariz. Feli ikut organisasi OSIS yang diketuai oleh Iren, dan diwakili oleh Fariz, sedangkan dirinya menjabat sebagai sekretaris.
"Udah selesai?" Fariz bertanya saat Iren dan Feli baru saja selesai membuang sampah-sampah tersebut.
"Udah," jawab Iren seraya menggendong tasnya.
"Ini pake jaketnya, takut kalian masuk angin. Udara malam bahaya soalnya," kata Fariz seraya menyodorkan dua jaket kepada Iren dan Feli.
Mereka mengerjakan proposal tersebut hanya bertiga, meski tadinya dengan anggota yang lain, tapi sore tadi mereka izin pulang karena ada urusan.
"Punya siapa?" Feli menatap Fariz dengan dahi berkerut.
"Pake aja," titah Fariz.
"Ayo, Fel, pake. Biar pulangnya gak kemaleman," timpal Iren yang sudah memakai jaket dari Fariz.
Feli pun menurut, lalu mereka keluar setelah tadi Fariz mengunci pintu karena orangtuanya belum pulang. Iren mengendarai motor sendiri, sedangkan Feli bersama Fariz. Katanya, Fariz tak tega jika Iren harus membonceng Feli. Setelahnya pun mereka mengantar sang adik kelas ke rumahnya.
Saat sampai di depan rumah Feli, belum sempat gadis itu melepas helm yang dipakai, suara bantingan juga teriakan terdengar dari dalam rumahnya. Feli buru-buru berlari dan menghampiri asal suara dan melihat ibunya sedang disiksa oleh sang Ayah, mata Feli berubah merah, dia lantas menghampiri Fariz dan Iren.
"Makasih ya, udah dianterin pulang. Kalian cepet pulang gih, udah malem nanti bahaya di jalannya," titah Feli dengan mata mengabur karena dipenuhi air mata.
"Fel, i-itu ... kenapa?! Ada apa?!" Iren terlihat panik saat mengatakan itu.
"Gak kenapa-napa kok, kalian pulang aja," kata Feli seraya melepas jaket dan helmnya, lalu diberikan kepada Fariz. Berusaha terlihat santai dan baik-baik saja.
"Itu Ibu lo teriak-teriak, Fel!" Fariz menatap ke arah rumah Feli, tapi Feli berusaha tenang.
"Udah kalian pulang, Kak. Gak kenapa-napa kok," pinta Feli dengan air mata yang sudah menetes, "Please ... kalian pulang."
"Feli!"
-🦋🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Bagas: Ayo Balikan! 2023 ✓ | PROSES TERBIT
Fiksi Remaja[PUBLISH SECARA LENGKAP UNTUK PEMBACA SETIA] ❝She fell first, but he fell harder.❞ Saat rumah bukan lagi tempat aman dan ternyaman, Felicia Clarabell menemukannya dalam diri Bagas Danadyaksa. WARNING! Terdapat adegan kekerasan juga bahasa kasar, har...