SORRY FOR TYPO 🤍
•••Ruangan yang dingin karena alat pendingin itu, kini bertambah dingin. Perasaan kalut yang terakhir Grina rasakan satu tahun lalu, sekarang dia rasakan kembali.
Seakan antara hidup dan mati padahal, pria di depannya tidak melakukan apa-apa selain berjalan perlahan mendekatinya.
Melangkah berat, menyeret kaki jenjangnya maju mendekati Grina yang mematung beku. Darka tidak bicara, hanya tatapannya yang bicara. Memberi tahu tentang seberapa besar rasa sabarnya yang telah terkura
"Perempuan miskin mana yang mengotak-atik laptop dan bermain dengan Kurva yang menampilkan data bermiliar-miliar uang? Juga, tukang kebun mana yang bermain dengan berlati-belati kecil?" Tanya Darka, suaranya terdengar tenang dan tetap lembut.
Merasa tidak mendapat jawaban, lengan di kedua sisi tubuhnya menegang kala tangannya mengepal tinju dengan kuat.
"Jawab, Sweetie," desaknya, kakinya melangkah semakin mengikis jarak.
"Stop call me like that, it's so annoying," keluh Grina. Hampir-hampir ujung sandal Darka bersentuhan dengan ujung sandal jepit merah mudanya.
"Okay, answer my question earlier, My future wife." Memang dasarnya Darka gila. Sekali gila, akan tetap gila.
Grina terus mundur, bibirnya terkatup kuat seakan kehilangan kata-kata dan seakan di bungkam keadaan.
"Teruslah mundur, lalu kau akan terjun lewat jendela di belakangmu yang belum kau kunci." Mengembang sudah senyum sadisnya yang di pancing untuk mengembang.
Jika Darka tersenyum dengan senyum ini, biasanya dia hendak menyakiti orang.
"Kalau begitu jangan terus mendekat!" deru Grina, suaranya cukup memperjelas bahwa dia panik.
Gelengan kepala adalah respon yang Darka berikan. Benar, Grina mendelik saat tubuhnya terhuyung ke belakang dan setengah tubuhnya sudah keluar jendela.
Genggaman di tangan Grina berhasil Darka daratkan, tanpa memberi sela waktu, dia menarik Grina masuk kembali.
Membawa Grina jatuh kedekapannya. Jantung meraka sama-sama berdetak lebih cepat dari biasanya, aliran darah rasanya terlalu lancar hingga berdesir cepat.
Di mana bibir Darka bertubrukan dengan dahi Grina, di sanalah mereka mematung tanpa menjauh satu sama lain.
Darka hirup dalam-dalam aroma rambut Grina yang menyapa ciumannya, dia biarkan bibirnya tetap merasakan kulit puncak dahi mulus Grina.
Sebelum dorongan kuat dari gadis di hadapannya mendorongnya menjauh, hingga Darka jatuh terduduk di ranjang Grina.
"Aish, menjijikan!" gerutu gadis itu sembari mengelap dahinya berkali-kali hingga memerah, dia hentak-hentakkan kakinya ke lantai untuk melampiaskan kekesalannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grina, I'm Obsessed With You
Romance"Dan dia tidur sekamar dengan ku? Ya tuhan, aku masih utuh, kan?" Grina raba-raba tubuhnya dan dilanjut menatap pantulannya di cermin dari atas sampai bawah. Jujur, Grina jijik jika memikirkan hal-hal yang negatif itu. Tidak ini bukan bercanda atau...