"Dinginnya bukan berarti benci, melainkan karena ia tidak mampu mengungkapkan apa yang ia rasa."
-Anonim-
Angin berhembus cukup kencang, menerbangkan rambut panjang Yukio yang terurai. Keduanya kini berada di depan sungai yang berada di dekat jembatan, di bawah penerangan lampu jalan yang cukup temaram.
Keduanya memilih terpaku ke arah sungai, enggan saling menatap satu sama lain. Yang tinggal kini hanya suara deras air sungai dan sesekali suara burung malam yang tengah menjelajah saking sunyinya tempat itu.
Todoroki menutup matanya sebentar, menikmati angin malam yang terasa segar. Otak pintarnya tengah berfikir bagaimana cara memulai percakapan dengan gadis disebelahnya.
Sebetulnya ia sudah cukup lancar menggunakan bahasa isyarat. Pemuda itu harus berterima kasih pada otak pintarnya dan Haruka-san, guru yang bersedia mengajarinya selama dua minggu ini.
Hanya saja, masalah terbesarnya sekaranh adalah dia takut.
Kalian bebas menertawakannya, Todoroki tidak masalah sama sekali.
Mau bagaimana lagi, dia bahkan tidak pernah terlibat percakapan panjang dengan satupun gadis selama beberapa tahun ini. Dia hanya tahu bagaimana cara untuk menjadi lebih kuat, tanpa memikirkan bagaimana kehidupan sosialnya.
Agak miris, tapi Todoroki memang se-pendiam dan se-susah itu diajak bicara. Mungkin karena sebelumnya ia pernah mengalami pembullyan, membuat pemuda itu memutuskan untuk membatasi pertemanannya.
Lambaian di wajahnya membuat Todoroki sedikit terjengkit. Matanya lantas melirik ke samping, bertemu dengan senyum tipis Yukio. Gadis itu kembali menggerakkan tangannya.
"Kau tidak kedinginan? Kenapa keluar malam-malam? Bukankah itu tidak baik untuk kesehatanmu?"
Begitulah yang kira-kira Todoroki tangkap.
Pemuda berkacamata itu menatap Yukio datar, kembali ke setelan awalnya. Ia memilih untuk bersikap biasa, sama seperti ketika ia berbicara dengan orang lain.
"Hanya ingin mencari angin." jawabnya singkat. Yukio tertegun sejenak namun setelahnya kembali mengulas senyum manis. Ia lantas mengangguk lalu kembali menatap ke depan.
Todoroki peka bahwa gadis disebelahnya ini sedikit tidak nyaman dengan sikapnya yang kembali berubah datar. Tapi mau bagaimana? inilah Todoroki, dia tidak mau mengubah sikapnya hanya karena seorang gadis.
"Kau sendiri? Kenapa malam-malam malah berada di jembatan?" Masih dengan nada yang datar, Todoroki kali ini mencoba memulai topik.
Sejujurnya, Todoroki tidak tahu harus bicara apa. Ada begitu banyak yang sebenarnya ingin dia bicarakan, namun yang keluar dari mulutnya hanya kata-kata bernada datar.
Dia lebih memilih berada diantara Tsuji dan Shibaman yang kadang berisik, dibandingkan berada di keheningan yang membeku, itulah kenapa dia memulai lebih banyak topik.
Yukio tersenyum tipis, tapi Todoroki jelas tahu itu bukan senyum yang tulus. Ada luka yang terselip di senyuman itu, membuatnya semakin penasaran dengan apa yang gadis itu alami.
Mengapa lengannya terluka?
Mengapa dia memilih berada di pembatas jembatan?
Mengapa dia seorang diri?
Pertanyaan itu memenuhi kepala Todoroki.
'Sial, kenapa aku menjadi begitu peduli?' batin Todoroki seolah menggerutu, kesal dengan dirinya yang tiba-tiba keluar karakter.
Todoroki akhirnya memilih diam sejenak.
Yuki lantas menggerakkan tangannya, "Hanya masalah sepele, kau tidak perlu khawatir."
Alis Todoroki sontak berkerut, "Siapa yang khawatir?" Pemuda itu berucap dengan nada datar. Namun tanpa ia sadari, nadanya terdengar lebih lembut dari sebelumnya.
Yukio tersenyum jahil, seolah mengejek Todoroki yang terlihat jelas tengah menahan perasaannya. Gadis itu memilih untuk merapatkan kedua betisnya dan menumpukan kepalanya diatas lutut. Ia memperhatikan riak air sungai yang tidak terlalu kuat.
Helaan napas Todoroki terdengar. Meski ia mengatakan dirinya tidak khawatir, hatinya berkata sebaliknya. Pemuda itu melepaskan kemeja coklat yang secara kebetulan ia kenakan sebagai outer, menyisakan kaos putih. Tangannya bergerak dan melingkupi tubuh mungil Yukio menggunakan kemejanya.
Gadis itu tersentak, matanya lantas menatap Todoroki yang masih menampilkan wajah datar.
"Lain kali gunakan jaket." Pemuda berkacamata itu berucap singkat, membuat Yukio tanpa sadar melebarkan manik matanya. Senyum tulusnya kini terbit dengan lebar, membuat Todoroki yang melirik gadis di sebelahnya ikut tersenyum tipis.
Perlahan, Yukio kembali menggerakkan tangannya, mulai menyampaikan kata lewat gerak. Gadis itu terlihat lebih semangat daripada sebelumnya.
Pemuda berkacamata itu lantas memperhatikan dengan seksama, sesekali menanggapi bila dia merasa perlu. Keduanya terlihat begitu nyaman, walau hanya Todoroki yang menanggapi.
Meski minim kata yang tersampaikan diantara mereka, keduanya kini mulai merasa terhubung satu sama lain.
Diam-diam dalam hati, Yukio merasa benar-benar bersyukur bertemu dengan Todoroki, satu dari sekian orang yang mau berkomunikasi dengan dirinya yang tak sempurna.
Gadis itu merasa beruntung bertemu dengan Todoroki.
- bersambung -
Hai hai! Apa kabar guys? Semoga selalu sehat yaa. Aku datang dengan chapter baru~
Jujur aku senyum-senyum ngebayangin orang se-tsundere Todoroki bisa sesoft itu sama cewek kek, definisi green flag ijo mentereng🙏😭 tapi ya kita tahu sendiri ini nggak bakal ada di scene aslinya, karena genre filmnya itu Action:)
Mungkin sekian dari aku yang lagi menggabut di tengah presentasi metopen:) semoga kalian suka dan sampai jumpa di bagian selanjutnya!
Salam hangat
San
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Silence - Todoroki Yosuke
Fiksi PenggemarTodoroki tidak selalu menjadi remaja ambis yang mengejar puncak oya atau mengalahkan Murayama. Ia kadangkala bisa menjadi remaja seusianya yang bimbang akan masa depan atau mengharapkan untuk merasakan cinta seperti remaja pada umumnya. Namun sayan...