#27 Kisah Nabi Isa 'Alaihissalam

10 1 0
                                    

Sekarang, satu pesantren sudah mengetahui kalau Yahya ternyata masih hidup. Ada yang bahagia. Ada pula yang sengsara. Azan isya berkumandang. Seluruh penghuni pesantren datang ke masjid untuk salat isya berjamaah. Namun, karena perut Yahya tiba-tiba sakit, ia harus ke kamar mandi dulu dan telat satu rakaat. Kebetulan hari itu sedang hujan. Ketika ia sampai di masjid, langkahnya dihentikan oleh Ismail.

"Mau ngapain?"

"Mau salat."

"Heh, anak haram enggak pantas salat di masjid. Salat di rumah saja sana!" teriak Ismail yang tanpa pikir panjang mendorong Yahya sampai tergelongsor.

"Kenapa, ini kan rumah Allah SWT."

"Justru karena ini rumah Allah SWT makanya yang boleh masuk hanya orang suci. Emang kamu suci? Anak haram enggak ada yang suci!"

Karena suasana hujan yang sangat deras, semua yang sedang salat di dalam masjid tidak mendengar atau melihat peristiwa tersebut.

Ismail masih berdiri di teras masjid untuk mengawasi Yahya agar tidak masuk ke dalam masjid. Karena Yahya tidak mau tertinggal rakaat lebih jauh, ia pun memutuskan salat di halaman masjid dengan air hujan yang terus mengguyurnya sampai basah kuyup.

Ia melafazkan kalimat Allah dengan bibir yang gemetar. Tangannya pun memutih karena hawa dingin yang terus merasuk ke dalam tubuhnya.

Sampai pada tahiyat akhir, Yahya tidak merasakan air hujan menyentuh tubuhnya. Ia seakan sedang dipayungi oleh seseorang. Namun, setelah salat selesai dan Yahya menengok ke belakang, tak ada orang satu pun.

Ketika orang-orang selesai salat, Yahya masih mengejar satu rakaat ketertinggalannya. Beberapa ustazah tak sengaja menengok ke belakang dan melihat Yahya yang salat di luar masjid. Mereka pun menunda zikirnya dan menghampiri Yahya yang baru saja menyelesaikan hutang rakaatnya.

"Yahya, kenapa salat di luar masjid begini? Kan hujan deras?"

"Enggk apa-apa, Ustazah."

"Enggak apa-apa bagaimana? Ayo, Ustazah antar ke rumah yuk. Zikirnya di rumah saja ya," ucap Ustazah yang kebetulan dia membawa payung ketika berangkat ke masjid.

Ia pun pulang dengan basah kuyup. Aisyah dan Umi yang melihat Yahya pulang dengan sekujur tubuhnya bermandikan air hujan, langsung meminta Yahya ke kamar mandi dan menyiram kepalanya.

"Terima kasih ya Ustazah sudah mengantar."

"Iya, sama-sama, Umi."

***

Malam itu, Yahya meminta Aisyah dan Umi untuk tidak menceritakannya kepada siapapun. Ia merasa, tidak ingin membuat Aidah dan Ustaz Zakaria khawatir lagi. Meninggalkan mereka dua tahun lamanya, seperti dosa yang sulit diampuni baginya.

Itulah kenapa, kehadirannya di sini, hanya ingin membuat orang tuanya senang, bukannya bersedih dan banyak pikiran.

Pagi harinya, Yahya membuatkan bubur untuk Aidah. Semenjak tinggal dengan kakek, Yahya diajarkan untuk lebih mandiri dan melakukan berbagai hal sendirian. Memang, sejak Yahya menghilang, Aidah jadi sering sakit-sakitan.

Yahya masuk ke kamar uminya dengan semangkuk bubur yang sudah dibawa dengan nampan. Ia duduk di samping uminya dan mengipas bubur tersebut agar tidak terlalu panas. Ia julurkan lidahnya untuk mencicipi. Ketika dirasa sudah tidak panas, ia pun mengarahkan bubur tersebut ke mulut Aidah.

"Umi, maafin Yahya ya. Gara-gara Yahya pergi, Umi jadi sakit-sakitan begini."

"Enggak, Nak. Ini semua sudah digariskan sama Allah SWT. Umi sangat bersyukur Yahya sudah mengetahui kejadian yang sebenarnya. Demi Allah SWT, Nak. Umi tidak pernah melakukan hubungan yang diharamkan dalam agama Allah SWT. Bahkan bersentuhan pun Umi selalu menjaga jarak."

JATUHNYA CATATAN MALAIKAT RAKIB (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang