14. HADIAH YANG MANIS

1.8K 101 9
                                    

selamat datang dan selamat membaca semua! semoga suka❤️

───

HAPPY READING

───

14. HADIAH YANG MANIS

•••

Setiap satu tahun sekali SMA Garuda Bangsa mengadakan sebuah perayaan untuk menyambut siswa-siswi tahun ajaran baru. Acara ini bersifat formal dan tertutup, tidak terbuka untuk orang umum. Hanya orang yang memiliki identitas sebagai warga SMA Garuda Bangsa yang dapat masuk. Masing-masing siswa-siswi akan mendapatkan kartu tanda pengenal khusus karena nanti akan ada pengecekan.

Acara perayaan ini akan di laksanakan sekitar satu bulan lagi. Biasanya setiap kelas menentukan warna dresscode agar terlihat serempak dan lebih mudah mengenal dari mana kelas mereka berasal. Setiap kelas terlihat sedang berdiskusi bersama wali kelasnya, termasuk kelas 11 dan 12. Mereka juga akan hadir untuk menyambut adik-adik kelasnya.

"Kira-kira kita mau pakai warna apa? Ada yang mau kasih saran?" tanya Mahesa selaku ketua kelas A+. Dia di tunjuk karena sikapnya yang netral, tidak memihak kepada satu kubu walaupun di sana ada beberapa temannya seperkumpulannya. Tapi, Mahesa bisa menyeimbangkan.

Pada awalnya sebagian besar dari kelas A+ menunjuk Sadewa sebagai ketua kelas. Karena dengan otaknya yang jenius, Sadewa di nilai bisa memajukan kelas A+ dan membawa kelas tersebut berada di puncak paling tinggi. Kelas A+ akan menjadi kelas yang sangat hebat jika Sadewa adalah pemimpinnya. Namun, beberapa tidak ada yang setuju.

Sadewa adalah orang yang egois, keras kepala, berkuasa, dan hanya berpihak kepada SIXTH. Dia tidak akan mendengarkan saran orang lain, kecuali SIXTH. Dia juga orang yang jarang berbicara dan tidak bisa mengutarakan sesuatu dengan bahasa yang baik. Tentu akan sulit untuk bersosialisasi di kelasnya. Jadi, mereka mempertimbangkan kembali dan akhirnya Mahesa yang terpilih menjadi ketua kelas A+.

"PINK!" seru seorang perempuan dari belakang tiba-tiba, membuat semua orang menoleh ke arahnya.

"NGGAK!" tolak seorang laki-laki menatap perempuan itu tajam. "Lo nyuruh cowok-cowok pake warna pink? Kayak bencong tau nggak?!" Laki-laki itu bergidik geli, tidak setuju dengan warna pink.

"Lah, kenapa emang? Jaman sekarang warna pink nggak cuma buat cewek doang, buat cowok juga bisa," balas perempuan itu tidak mau kalah, tetap mempertahankan warna pink untuk dresscode kelas mereka.

"Warna merah aja. Netral," celetuk laki-laki lain ikut menyuarakan pendapatnya.

"Dih, lo mau di seruduk banteng? Udah yang paling bener tuh warna pink. Lo setuju 'kan, Hes?" tanya perempuan itu sambil memelas. Matanya menatap Mahesa penuh harap.

"Sebentar dulu ya, Anya. Kita liat dulu ada yang mau kasih saran lagi atau nggak. Kalau misalkan nggak ada, kita bisa langsung vote warna pink atau warna merah sebagai pilihan warna dresscode kelas kita," jelas Mahesa dengan lembut.

"Warna cokelat susu!" sahut murid yang lain.

"Terlalu nyatu sama warna kulit lo. Mau lo di sangka nggak pake baju?" sinis si perempuan pink itu seperti tidak memberi celah siapapun untuk mengutarakan pendapatnya. "Udah pink aja!" Perempuan itu memaksa.

Ratu memutar bola matanya dengan jengah. Ia tidak suka mendengarkan atau berdebat hal yang tidak penting. Ia mengangkat tangannya membuat perhatian semua orang teralih ke arahnya. "Gimana kalau warna light blue? Menurut gue, biru itu udah paling netral. Warna biru cocok buat cowok atau cewek. Dan, yang paling penting warna biru nggak nyatu sama warna kulit," sindir Ratu melirik si perempuan pink dengan tajam.

THE SIXTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang