Luka

21 2 0
                                    

Joan's POV

Hari pertama berhasil gue lewati, tidak menyentuh Deza seharian, walaupun gue merasa tidak tahan dan berakhir melampiaskannya dengan Lily.

"What's wrong, baby?" Ucapnya berusaha bangun menahan sakit memeluk gue usai pertempuran hebat. Gue duduk di bibir ranjang.

"No, just a little think"

"Soalnya kamu terlihat berbeda hari ini, melakukan sex seperti orang yang sedang marah, pinggulku rasanya sangat sakit"

"Sorry, i will be gentle next time" Ucap gue mencium pipinya dan mengusap rambutnya.

Setelah pulang sekolah tadi gue tidak langsung pulang ke rumah melainkan mengantar Lily seperti biasanya dan berhubung ia mengatakan tidak ada orang di rumah membuat kami melakukan sex di kamarnya.

.

.

.

Sudah 1 minggu gue berusaha untuk tidak mengganggu Deza, tidak menurunkannya di jalan sepi, tidak melecehkannya saat istirahat, kami berduapun sekarang bareng sampai sekolah, masih terlihat wajah penasaran siswa lain akan kehadiran Deza di belakang gue ke sekolah.

Terlihat ia masih kaku dan takut kepada gue. Pendiam seperti biasa di kelas, belum berani mengajak gue berbicara, dan tatapannya ke pada gue masih terlihat takut.

Sepanjang kelas tadi ia mencuri-curi tidur, ia menutup matanya, terlihat sangat kelelahan.

Apa gue memberikan trauma yang mendalam kepada dia? Apa gue sudah merusaknya terlalu dalam?

Sekarang ia terlihat mengetik sesuatu di handphonenya sepertinya sedang membalas pesan dari seseorang. Dengan senyum? Apa isi pesannya? Kenapa ia tersenyum? Apakah itu dari Junta?

.

.

.

Hari ini Lily tidak masuk, katanya area vaginanya masih sakit akibat sex yang kami lakukan. Be gentle yang gue maksud ternyata masih sakit untuknya.

Jadi gue bakal pulang sendiri. Apa gue bareng Deza ya?

Dari parkiran gue kembali naik ke kelas mencari Deza, namun tidak ada. Sepertinya sudah pulang.

Saat di jalan terlihat bagi gue seseorang yang mirip Deza dengan seragam SMA berlari masuk ke jalan kecil. Gue menghentikan motor gue dan memarkirkannya. Mengikuti pria tersebut, berusaha memastikan kalau itu Deza. Dari belakang gue berjalan dengan hati-hati takut ketahuan. Sementara pria di depan tiba-tiba berhenti dan meloleh ke belakang. Beruntung gue cepat bersembunyi. Dapat terlihat jelas bahwa pria itu adalah Deza. Kemudian ia kembali melanjutkan perjalanannya. Gue mengikuti sampai pada sebuah Cafe modern yang terlihat ramai.
Apa yang ia lakukan di sini? Apa ia berkencan? Bekerja?

Di sana Deza masuk yang disambut tangan Junta yang melingkar di lehernya, mereka berdua tersenyum. Gue tertegun melihat Deza yang dengan mudah tersenyum ke Junta. Tidak lama ia masuk ke dalam bilik, dan keluar dengan setelan apron coklatnya. Dengan gesit ia mengantar pesanan pelanggan meja dengan meja, tidak lupa ia memberikan senyuman manisnya.

Perasaan gue campur aduk, kesal, marah, dan iri. Sejak kapan Deza bekerja? Sejak kapan ia sangat akrab dengan Junta?

Dengan berani gue masuk, namun berusaha menahan amarah gue karena seminggu ini gue mati-matian untuk membuat Deza merasa nyaman. Namun saat berdiri di depan pintu, gue mengurungkan niat, memilih untuk menunggunya.

Sekarang sudah jam 8 malam, kami pulang sekolah jam 4 sore dan sudah menunggu hampir 4 jam di sini. Deza masih terlihat bersemangat di dalam sana.

Gue mengambil gambarnya dengan handphone. Menatap gambar tersebut tanpa sadar tersenyum.

(BL/BxB) What Are We?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang